Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perlawanan yang ditolak

Sidang perkara korupsi bekas walikota sabang, yusuf walad ditunda. pembela mengajukan perlawanan. ternyata ditolak. majelis hakim & jaksa sudah sepakat untuk bersidang secara maraton. (hk)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU per satu pengunjung sidang bekas wali kota Sabang segera meninggalkan ruangan, kecele, tak lama setelah sidang 17 November silam dibuka dan hakim ketua mengetukkan palunya, "Sidang ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan." Majelis hakim, yang dipimpin Asmar Ismail, S.H., punya alasan untuk memutuskan itu. Bermula dari eksepsi tim pembela terhadap dakwaan jaksa. Pembela dari FH Universitas Syiah Kuala, Abdullah Ahmad, meminta agar dakwaan Jaksa Soeharto, S.H. dibatalkan, dan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Sabang tidak berwenang mengadili. Alasannya, Yusuf Walad semula adalah kepala daerah. Maka, seharusnya terdakwa diajukan dalam sidang peradilan administrasi. Untuk itu, pembela mengutip pasal 35 Undang-undang Nomor 5/1974, mengenai kepala daerah yang melalaikan tugasnya. Pembelaan ini ternyata ditolak majelis hakim. Pembela lantas mengajukan perlawanan, verset, ke Pengadilan Tinggi, tanpa lupa meminta agar sidang ditunda sampai ada keputusan. Majelis mengabulkan, maka sidan Perkara tindak pidana korupsi setengah milyar rupiah itu ditunda. Asmar menyebutkan, penundaan itu untuk melindungi hak-hak terdakwa, juga lantaran perlawanan itu menyangkut wewenang Pengadilan Negeri Sabang untuk mengadili. "Kalau hanya menyangkut dakwaan saja, sidang saya teruskan," ucap Hakim Asmar. Penundaan sidang itu tak hanya membuat pengunjung kecewa. Jaksa Soeharto menggerutu, "Hanya mengulur-ulur waktu saja." Menurut dia, sidang tidak perlu ditunda hanya untuk menunggu keputusan pengadilan tinggi mengenai perlawanan yang diajukan pembela. Di saat-saat pengadilan tinggi memeriksa keberatan itu, Jaksa mengharapkan agar sidang tetap dilanjutkan, sehingga perkara perlawanan dapat diputus bersamaan dengan pokok perkara. Keinginan Jaksa punya dasar. Ketentuannya, menurut Soeharto, bila hakim menerima keberatan terdakwa atau pembela, pemeriksaan terhadap perkara dihentikan. Tetapi, jika hakim menolaknya, dan menganggap bahwa kejelasan baru didapat setelah pemeriksaan, sidang dilanjutkan. Kali ini, bukan salah satu di antara keduanya: hakim menolak keberatan pembela, tapi juga memutuskan sidang ditunda. Pengacara kawakan, Suardi Tasrif, juga tidak setuju dengan penundaan sidang. Katanya, sidan tidak perlu ditanguhkan hanya untuk menunggu keputusan sela dari pengadilan tinggi. Kenapa? "Kasihan tersangka. Apalagi bila ia tetap dalam tahanan," kata Tasrif. Tapi pengacara itu juga tidak sepakat bila penangguhan sidang dianggap melanggar asas peradilan yang cepat dan murah. "Mereka tidak bermaksud mengulur waktu," tutur pengacara ini. Tasrif lebih menyoroti segi kemanusiaan, hingga menginginkan agar sidang dilanjutkan terus. Tapi, bila tersangka ditahan luar, penangguhan "okey saja." Sidang ditunda atau tidak, Walad tetap meringkuk di tahanan Lembaga Pemasyarakatan Sabang. Sementara itu, majelis hakim di Pengadilan Negeri Sabang bersikap hati-hati: lebih suka menunggu keputusan Pengadilan Tinggi. Sedangkan peradilan administrasi, yang menurut pembela berwenang mengadili tersangka, sampai saat ini masih merupakan angan-angan. Bukan hanya wewenang pengadilan negeri yang dpertanyakan. Jaksa malah menuding bahwa undang-undang yang digunakan dalam eksepsi tidak tepat. Baginya, undangundang itu tidak tepat dikenakan pada tersangka yang sudah tidak menjadi pejabat. Pegangan Jaksa adalah SK Menteri Dalam Negeri tanggal 8 November yang berlaku surut sampai 6 Agustus, ketika tersangka mulai diperiksa kejaksaan. Surat keputusan itu memberhentikan Yusuf Walad dari jabatannya sebagai wali kota Sabang. Silang pendapat tentang penangguhan sidang ini memang bisa terjadi. Ketentuan yang ada, pasal 156 KUHAP, menegaskan bahwa pengadilan tinggi berwenang menerima atau menolak perlawanan. Tetapi prosedur pengajuan perlawanan belum diatur secara jelas dalam KUHAP itu. "Masih ada celah-celahnya," ujar Soeharto, yang juga menjadi kepala di Kejaksaan Negeri Sabang. Kali ini, untuk kedua kalinya, sidang perkara Walad ditunda. Sidang pertama, 3 November lalu, juga diurungkan. Terdakwa mengenakan pakaian dinas lengkap dengan lencana. Jaksa berkeberatan dan bersikeras bahwa Walad bukan wali kota lagi. "Bila dia sebagai wali kota, kami rikuh," kata Soeharto. Akhirnya, sidang ditunda. Dalam sidang lanjutan, pakaian dinas bertukar dengan batik lengan panjang. Sebenarnya, hal semacam pernah terjadi dalam persidangan kasus Malari. Hariman Siregar dan kawan-kawan didakwa subversi. Tim pembela keberatan dan mengajukan perlawanan pada pengadilan tinggi. Selama proses itu, ternyata sidang di pengadilan negeri tetap diteruskan, sampai ada keputusan dari pengadilan tinggi. Namun, Walad cukup beruntung bisa mendapat kejelasan yang lebih cepat dibanding Hariman waktu itu. Lima hari setelah sidang dinyatakan ditunda, Pengadilan Tinggi Aceh memberikan kepastian. Perlawanan ditolak. Dalam minggu ini, sidang akan dibuka kembali. Selain itu, jumlah saksi akan ditingkatkan sampai 30 orang. Yang jelas, kini majelis hakim dan jaksa sudah sepakat untuk mengejar waktu: akan bersidang secara maraton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus