Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Gagal Merampok, Kawan Digantung

Wawan, 22, dibunuh dan digantung oleh kedua rekannya Otib dan Oji di Cibisoro, Padalarang. Ada dugaan wawan dibantai karena tak mau merampok dan takut dilaporkan ke polisi.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATAHARI masih malas bersinar. Tetapi di pagi itu seorang pencari, kayu di situ tampak lari terbirit-birit. Dengan wajah pucat dan napas tersengal-sengal, ia menuju ke pos penjagaan polisi. Ketika sudah di situ, lalu lelaki tadi dengan napas masih tersengal-sengal menceritakan bahwa dia menjumpai mayat tergantung di atas pohon akasia. Polisi langsung menuju sasaran. Memang ada. Dan setelah diperiksa, ternyata mayat Wawan, 25 tahun. Heboh dijumpainya mayat tergantung ini kemudian merebak ke tengah warga Kampung Cibisoro, Desa Tagog Apu, Kecamatan Padalarang, Bandung. Kejadian akhir bulan September lalu itu bermula dari hasil rembukan Wawan, Oji, dan Otib. Tiga sekawan ini memang suka nongkrong-nongkrong di warung. Suatu ketika Wawan melontarkan gagasan. Yaitu bermaksud melakukan perampokan terhadap orang kaya, di luar desa mereka. Rembukan itu membuahkan kesepakatan dan "kebulatan tekad". Sasaran perampokan kemudian mereka tujukan pada keluarga Rai -- petani kaya di Desa Cisarua. Jarak desa itu sekitar 6 km di sebelah utara Desa Sada Mekar, tempat mereka mangkal. Esok malamnya mereka lalu berangkat ke tempat calon sasarari. Setelah mereka menempuh perjalanan sekitar dua kilometer, yaitu di Desa Tagog Apu, tiga sekawan itu tiba-tiba berhenti. Wawan melontarkan usul. Sasaran perampokan -- yang semula sudah direncanakan ke mana arahnya dimintanya agar dibatalkan. Entah apa pasal, malah Wawan mengusulkan supaya sasaran itu dialihkan ke tempat lain. "Bagaimana kalau kita mencuri bebek saja. Saya tahu tempatnya," kata Wawan ketika itu kepada Oji. Tentu saja Oji dan Otib tak setuju. Sebaliknya, mereka cekcok. Tetapi Wawan tetap tak mau melanjutkan perjalanan. Ia mogok. Ketika Wawan duduk di atas kayu, tiba-tiba ia dihampiri Oji. Dan tanpa ba-bi-bu, Oji langsung mengayunkan pentungan kayu yang sedang digenggamnya. "Prak ...," tepat mengenai pelipis Wawan. Si kawan ini langsung terhuyung-huyung ke belakang. Belum sempat dia berdiri tegak, Wawan ganti dihampiri Otib. Dan, "Cres...." Sebilah golok menancap di perut Wawan. Wawan sudah sulit meronta. Seketika itu juga ia meninggal. Dengan cekatan, Otib dan Oji langsung menjerat leher Wawan dan mereka gantungkan di atas pohon akasia di sebelahnya. Setelah keduanya mengibas-ngibaskan tangannya, kemudian dengan tenang mereka meninggalkan tempat tersebut. Esok paginya, ketika seorang pencari kayu bakar sedang sibuk memunguti rontokan ranting-ranting kering di bawah pohon akasia tadi, ia terkejut ketika melihat ada mayat tergantung. Pencari kayu ini langsung lari melaporkan kejadian pada polisi. Polres Kabupaten Bandung ternyata tak sulit menemukan jejak pembunuhan ini. Sembilan hari setelah kejadian itu, Oji dan Otib dapat ditangkap. Motif pembunuhannya, menurut hasil pemeriksaan sementara oleh polisi: karena adanya rasa dongkol atau dendam Oji dan Otib terhadap sikap Wawan selama di kampung. "Niat merampok pada mereka memang ada. Tetapi kedua teman itu juga punya niat untuk menghabisi nyawa Wawan," kata sumber di kepolisian. Di kampungnya, Wawan dikenal sebagai pemuda yang ramah. Bapak satu anak yang sehari-hari bekerja sebagai "sopir tembak" ini mudah bergaul. Banyak temannya dan tak terbatas pada orang-orang baik, tapi juga para perampok. "Dia suka memberi rokok dan ngajak nraktir ke warung," kata seorang teman dekat Wawan. Di lain pihak, sikap Wawan dikenal oleh teman-temannya suka pula bermuka dua. Jika ada apa-apa, lelaki yang tak sempat tamat SD ini malah dinilai senang memberikan keterangan pada polisi. Ketika Ohin, kakaknya Oji, mempunyai motor tanpa dilengkapl surat-surat, misalnya, Wawan pun langsung melapor ke polisi. Sehingga Oji merasa tak simpatik pada sepak terjang temannya ini. Oji khawatir, jangan-jangan kegiatannya sebagai perampok juga dilaporkan Wawan pada polisi. "Daripada Wawan mengorbankan orang sekampung, dengan malaporkannya ke polisi, ya lebih baik dia dibunuh," kata Oji dengan tampang lugu, seperti kebanyakan orang kampung. Sikapnya itu tak berbeda dengan dugaan Holil, paman korban. "Menurut saya, pembunuhan ini karena rasa dendam Oji pada Wawan," katanya. Kadispen Polda Jabar, Kol J.J. Manurip, yang didampingi Kapolres Bandung Letkol Pandji Atmasudirdja, ketika dihubungi TEMPO, mengatakan rekonstruksi dilakukan 21 Oktober lalu dan awal November ini diajukan ke pengadilan. Gatot Triyanto dan Riza Sofyat (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus