Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Membantai Binsar di LP Tanjung ...

Gusta Boru Gurning, 14, kakinya lumpuh, akibat disiksa petugas LP Tanjung Gusta, Medan. Korban dituduh menodai Romida, 8 tahun. Setelah diperiksa dokter, tak ada tanda-tanda Romida diperkosa.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDERITAAN Gusta boru Gurning tampaknya belum pupus. Delapan tahun lalu suaminya, Idris Napitupulu, meninggal. Dengan warisan sebaris rumah sederhana peninggalan suaminya -- terdiri empat petak -- ia harus menghidupi delapan anak. Sepetak rumah warisan tersebut ia tempati sendiri. Rumah kosong yang tersisa memang ia sewakan. Namun, uang sewanya tak cukup untuk menghidupi keluarganya yang besar. Gusta boru Gurning menutup kekurangan itu dengan berjualan sayur di Pasar Peringgan, Medan Baru. Suatu sore di awal Agustus, janda berusia 46 tahun ini seperti ditampar geledek. Seorang penyewa rumahnya, Esperia boru Sihite, yang selama ini tak pernah bersengketa dengan dia, tiba-tiba datang menantang. Wanita ini ngotot dan membentak membabi buta. "Hai! Lihat, anakmu si Binsar sudah menganukan si Romida." Orang tua ini tentu maklum apa yang dimaksud. Romida adalah gadis kecil usia delapan tahun, anak Esperia. Sedang si Binsar adalah anak laki-laki Gusta, berusia 14 tahun dan masih kelas V SD. Gusta cepat memberi reaksi. Ia tentu tak mau serampangan menerima tuduhan terhadap anaknya itu. "Binsar, kau apakan si Romida. Kau anukan dia, ya?" Binsar bersumpah, tak pernah "menggitukan" Romida. Yakin dan percaya pada jawaban anaknya, kemudian Gusta mendatangi Esperia. Maksudnya hendak mengajak Esperia pergi ke dokter, memeriksakan si Romida. Ajakan itu tak dilayani. Esperia malah pergi ke kantor polisi sektor Kecamatan Medan Baru. Akibat laporan dia itu, tengah malam menjelang dinihari, 6 Agustus, polisi mengangkut Binsar dari rumahnya. Tetapi penangkapan terhadap anak ini tanpa sepengetahuan Kepala Lingkungan II-A. Setelah diproses oleh polisi, sambil menunggu persidangan, Binsar dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II Tanjung Gusta, Medan. Dan dari tempat ini penderitaan Gusta boru Ginting bertambah. Wanita ini kian bingung. Jualan sayurnya telantar, nasib anak juga tak keruan. Bahkan hati ibu ini menjadi lebih teriris, ketika 22 Oktober lalu, di persidangan Pengadilan Negeri Medan, dilihatnya Binsar terpaksa dipapah. Anaknya itu menjadi lumpuh, tak mampu lagi berdiri. "Apa yang terjadi, Anakku?" tanya Gusta. Bocah lugu yang sering tinggal kelas ini bercerita. Ada delapan petugas LP itu katanya, mereka bertubuh kekar-kekar secara bergantian menyiksa dirinya. Menurut Binsar, 21 September, ia dipanggil ke kamar mandi oleh dua petugas LP. Di situ ia ditelentangkan, lalu dadanya diinjak-injak. Ia disuruh mengaku berbuat cabul dengan Romida. Tapi Binsar menampik, karena katanya tak melakukah perbuatan itu. Akibat bertubi-tubi Binsar dipermak, kakinya jadi lemas. Dan azab yang dialaminya makin bertambah. Kini ia sulit bernapas, karena dadanya terasa sesak. Dan kasus ini keluar dari tembok LP setelah para praktikus hukum di Medan ribut. "LP itu bukan singkatan Lembaga Pembantaian, tapi Lembaga Pemasyarakatan," kata Hasanuddin, Wakil Direktur LBH Medan. Karena itu, ketika sidang perkara Binsar dilanjutkan, pengunjung melimpah. Pada 28 Oktober lalu, misalnya, tepat hari Sumpah Pemuda, sejumlah pemuda berteriak-teriak di halaman PN Medan, "Seret algojo itu ke pengadilan ini. Mereka main hukum rimba. Hukum mereka." Paman Binsar, Yunus Napitupulu, yang hadir di persidangan itu, ikut gregetan. "Siapa yang menyiksa keponakan saya ini, akan saya tuntut dia," teriaknya. Dengan mata yang berkaca-kaca, ia manambahkan lagi, "Tak mungkin Binsar berbohong. Lihatlah, dia sudah tak bisa berdiri. Kini makan juga sudah susah." Di ruang tunggu Pengadilan Negeri Medan, anak malang ini bertutur kepada TEMPO. Katanya, pada 27 Oktober lalu seorang petugas LP di Blok Anak, yang tak dikenal namanya, menyodorkan secarik kertas dan memaksa dia menandatangani. "Aku tak tahu apa maksudnya. Karena dia memaksa, aku teken. Aku takut dipukul lagi," kata anak ini. Lalu ia menangis. Kasus penganiayaan ini membawa Sofunbowo Larosa, Kakanwil Departemen Kehakiman Sumatera Utara, turun ke LP Tanjung Gusta. "Kami masih memeriksanya. Belum selesai," katanya. Keterangan lain: kini Binsar sudah dipindahkan ke LP Dewasa, untuk mendapatkan perawatan dokter yang lebih efektif. Pemindahan itu dilakukan karena di LP Anak belum ada fasilitas klinik. Menurut Larosa -- setelah ia mendapat laporan dari anak buahnya -- sebelum dimasukkan ke LP Tanjung Gusta, Binsar sebelumnya telah diserang demam panas."Demam panas itu kemudian menjalar ke kaki," kata Larosa. "Akibatnya, Binsar tak mampu berdiri," tambah Larosa. Ada lagi laporan lain yang diterimanya: ketika Binsar masuk ke LP -- setelah dipindahkan dari tahanan polisi -- anak itu sudah lemas. Tetapi keterangan ini dibantah oleh kakak Binsar, Abidin dan Rustina, yang sering menjenguknya di kantor polisi. "Waktu di Polsekta, adik kami itu masih segar bugar, tidak seperti sekarang ini," kata kedua kakak Binsar itu. Jadi, siapa punya kerja? Larosa memang belum menjawab. Namun, ia mengakui kelemahan aparatnya yang tak membuat berita acara serah-terima titipan di LP. "Kami masih terus melakukan pemeriksaan. Kalau terbukti benar, tak ada ampun lagi. Petugas itu akan ditindak sesuai dengan PP No. 30," kata Larosa, yang baru bertugas dua bulan di Medan. Menurut sumber di LBH, "kalau mau" jalan pintas untuk mengusut sebenarnya gampang, jika Binsar dipertemukan dengan para petugas LP Tanjung Gusta tersebut. Binsar -- anak yang tak pandai membaca mengaku masih ingat dengan wajah para algojo itu. "Jumpakan aku dengan orang-orang yang menyiksaku itu," katanya. Apa benar Binsar telah menyebadani Romida? Menurut sumber TEMPO, visum dokter menyebutkan tak ada tanda-tanda Romida disebadani Binsar. Tetapi Esperia boru Sihite, yang menjadi pengadu, sejak Binsar ditahan sudah hengkang dari rumah petak milik Gusta boru Gurning itu. "Mereka lari malam-malam, tanpa pamit kepada siapa pun," kata Pairin Mouri, Kepala Lingkungan di situ. Sedangkan sewa rumah belum pula dibayarnya. Laporan Makmun Al Mujahid (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus