Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gigi baru mujono

Untuk mengatasi tunggakan perkara, ketua MA, mudjono sh, melantik 6 orang ketua muda ma: asikin kusumaatmadja, djoko sugianto, busthanul arifin, indoharto, andi andoyo sutjipto dan piola isa. (hk)

10 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OPERASI Kikis yang dilancarkan Mudjono sejak menjabat Ketua Mahkamah Agung, belum berhasil menggusur tunggakan perkara di lembaga peradilan tertinggi itu. "Kalau jumlah hakim agung tidak ditambah, di akhir Pelita III ini (dua tahun mendatang) tunggakan akan melebihi sepuluh ribu perkara," ujar Mudjono yang bulan ini sudah mengusulkan nama-nama 27 orang hakim agung baru. Sejak zaman Ketua Mahkamah Agung. Oemar Seno Adji, masalah tunggakan perkara merupakan sasaran kritik berbagai pihak. Sampai-sampai guru besar hukum pidana itu menantang orang yang mengritiknya. "Coba tunjukkan di negara mana di dunia ini yang tidak ada tunggakan perkara," kata Prof. Oemar ketika itu. Sebab itu target utama yang dibawa Mudjono ketika memasuki Mahkamah Agung Februari tahun lalu adalah menggusur tunggakan perkara. Sekitar 10 ribu perkara kasasi ketika itu menumpuk di Mahkamah Agung. "Kalau boleh membawa buldozer dan tank akan saya gunakan untuk menggusur tunggakan itu," ujar Mudjono ketika dilantik. Berbagai usaha sudah dilakukannya. la membentuk operasi kikis, dan menambah asisten hakim agung 54 orang. Ia juga membagi-bagikan wewenang ketua kepada hakim-hakim agung yang 27 orang - sekarang tinggal 24 orang. Setiap Pengadilan Tinggi mempunyai seorang pengawas dari hakim agung, semacam Kowilhan. Pembagian wewenang dan kekuasaan yang paling besar dilakukannya dengan melantik 6 orang Ketua Muda Mahkamah Agung, 27 Maret lalu. Sebuah jilbatan yang memang ditentukan Un dang-undang Kekuasaan Mahkamah Agung (UU no 13/1965). Tapi sejak 17 tahun lalu itu, tidak pernah diwujudkan adanya instansi ketua muda untuk mengawasi berbagai peradilan di bawah Mahkamah Agung itu. "Saya tidak taku membagikan wewenang itu," ujar Mudjono. "Semua perkara toh akan bermuara ke Mahkamah Agung." Keenam ketua muda baru itu adalal Asikin Kusuma Atmadja (bidilng peradilan perdata), Djoko Sugianto (peradilan adat) Busthanul Arifin (peradilan agama ), Indoharto (peradilan tata usaha negara) Andi Andoyo Sutjipto (peradilan pidana), dan Piola Isa (peradilan militer). Tapi gigi baru yang dipasang oleh Mudjono itu ternyata mempan untuk menggigit tunggakan perkara di Mahkamah Agung. Sebab selain tunggakan perkara sisa lama -- bulan ini tercatat 9.400 perkara -- setiap tahun Mahkamah Agung menerima 6000 perkara kasasi. Hakim agung yang ada sebanyak 2 orang -- berarti 8 majelis hakim -- hanya mampu menyelesaikan perkara sebanyak 4.800 setiap tahunnya. "Sebab itu, kalau tidak diatasi dengan penambahan hakim, pada akhir Pelita nanti tunggakan akan mencapai 10 ribu lebih. Padahal target saya semua tunggakan akan habis waktu itu," ujar Mudjono. Ke 27 orang hakim agung baru itu, menurut Mudjono, sudah disetujui Presiden. "Sehagian besar hakim karir, beberapa yang dari militer," ujarnya. Banyak memang yang meragukan penambahan jumlah hakim agung saja sudah cukup untuk mengatasi masalah tunggakan perkara. "Sistem kasasi di Indonesia memberikan beban berat untuk Mahkamah Agung," kata Dosen Pengantar Hukum Amerika, FHUI, Gregory Churchil J.D. Peranan pengadilan tinggi di Indonesia menurut ahli hukum ini, belum menyaring perkara yang akan kasasi. "Karena sistem di Indonesia yang membenarkan semua perkara sampai ke kasasi, wajar kalau semua pembela juga menempuh jalan yang paling maksimal untuk membela kliennya," komentar Greg Churchil. Di AS, penyaringan sedemikian berjalan baik. Sebuah kasus baru diperiksa Mahkamah Agung di sana, kalau 4 orang hakim agung -- dari 9 jumlah hakim agung -- menyetujuinya. Ada berbagai syarat untuk kasus yang bisa lolos ke Mahkamah Agung. Antaranya bila kasus itu pertama kalinya (belum ada yurisprudensi). Atau yrisprudensi yang ada perlu ditinjau kembali. Bisa juga untuk perkara yang diputuskan di pengadilan rendah ternyata penafsiran atau penerapan hukumnya bertentangan. "Jadi tidak semua perkara bisa kasasi," kata Creg. Di beberapa negara berkembang tunggakan perkara sering menjadi masalah. Filipina misalnya, tercatat lebih dari 430 ribu tunggakan perkara pada akhir Juli 1979. Masalahnya menurut Greg Churchil, karena kurangnva kepastian hukum. Misalnya, sebuah putusan peradilan tidak mengikat untuk peradilan lainnya, walau kasus yang ditangani itu sama saja. "Seharusnya keputusan suatu hakim itu untuk efisiennya menjadi hukum untuk perkara lain," ujarnya. Maksudnya tentu saja sistem pembentukan hukum dengan yurisprudensi seperti yang berlaku di AS sana. Mudjono bukan tidak menyadari semua kekurangan dalam sistem peradilan kita. "Tapi untuk mengubah sistem itu tentunya bukan dari saya, tapi dari wakil-wakil rakyat," katanya. Sementara KUHAP -- hukum acara pidana kita yang baru saja diberlakukan masih menganut asas semua perkara bisa banding dan kasasi. "Perkara dua ratus perak saja bisa kasasi," ujar Mudjono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus