Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Debat diagnosa Salman

Tertuduh perkara peristiwa cicendo, salman hafids, menolak evaluasi psikolog sukarti. siapa yang berhak memberi keterangan kelainan jiwa seseorang di persidangan ? psikolog/psikiater. (hk)

10 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPAKAH Salman Hafidz? Anggota kelompok Imran yang dituduh memimpin penyerangan Pos Polisi Cicendo itu memang sering aneh di persidangan. Misalnya, ia tidak mau didampingi pembela tapi minta pengawas hukum atau mengumumkan "perang" pada jaksa yang tidak mau mencabut tuduhannya. Adakah Salman menderita kelainan jiwa sehingga sering bersikap aneh itu? Ternyata, menurut hasil pengamatan psikolog Sukarti A.R, pemuda itu normal. Adanya kelainan tingkah laku anak muda itu, menurut keterangan Sukarti di persidangan, karena menumpuknya rasa stress atau tekanan di waktu Salman kecil. Kelanjutan dari kelainan itu membentuk sikap oposisi, kepercayaan diri yang berlebihan dan kompensasi yang berlebihan. Menurut penelitian alumnus Fakultas Psikologi Unpad ini, kelainan tingkah laku Salman, 26 tahun, bersifat negatif. Kesimpulan Sukarti dibuat berdasarkan wawancara langsung psikolog itu dengan Salman, di samping pertanyaan tertulis. "Evaluasi itu berdasarkan penelitian psikologis dan saya bisa memperpertanggungjawaban, ujar Sukarti di depan sidang Penadilan Negeri Bandung, 1 April yang lalu. Pemeriksaan itu dilakukan atas permintaan Kejaksaan Negeri Bandung. Sebelumnya terdakwa meminta diperiksa psikiater untuk menentukan apakah jiwanya sehat atau tidak, ketika melakukan penyerangan Pos Polisi Cicendo tahun lalu. Hasil pemeriksaan itu dianggap Salman tidak beres. "Ini bukan kesaksian ahli tetapi pemaksaan keahlian untuk kesaksian," ujar Salman. Kebiasaannya menggulung kaki celana sampai mata kaki, kata Salman, "bukan kelainan tingkah laku, tapi keyakinan saya". Maksudnya: lipatan celana itu merupakan ciri khas kelompok Imran. "Ada berbagai makna dari lipatan ini," tambahnya. Salman membenarkan ia bersikap menantang atau oposisi. Misalnya, ia mengubah nama pemberian orang tuanya dari Nasrullah menjadi Salman. "Sebab Nasrullah itu tidak mempunyai arti yang baik," katanya. Begitu pula perubahan nama orang tuanya dari Hafidz menjadi Hafidzon, tidak ditentang oleh yang punya nama, orang tuanya. "Karena saya meletakkan pada dasar yang sebenarnya," tambah Salman. Apalagi penentangan semacam itu katanya, tidak merugikan orang lain. "Jadi tidak selalu oposisi itu berarti negatif," kata Salman. Salman juga membantah, keterangan saksi yang menyebutkan ayah dua orang anak itu mempunyai sifat feminin (kebanci-bancian). Kesimpulan itu dibuat Sukarti, karena Salman menulis jenis kelaminnya lantan dalam daftar pertanyaan yang diajukan. "Saya menulis jantan karena banyak lelaki di Indonesia, tapi tidak semuanya jantan, banyak yang penakut. Dan saya tidak," tutur Salman. Tapi yang paling menyakitkan Salman, adalah kesimpulan perkembangan jiwanya yang disebutkan tidak harmonis, karena waktu kecil terlalu dekat pada ibu. "Saya tidak yakin anda seorang ahli," Salman menuding Sukarti. Alasannya, kesimpulan psikolog lain sebelumnya, Dr. John Nimpuno, Dekan Fakultas Psikologi Unpad, Salman justru dekat pada ayahnya. "Jadi mana yang benar?" tanya Salman lagi. Seminggu sebelum Sukarti memberikan keterangan, Salman sudah menolak isi hasil evaluasi Dr. Nimpuno. Ahli psikilogi itu menyimpulkan, Salman mempunyai wawasan yang sempit dan tidak intelektual. Anak muda itu juga disimpulkan, sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan punya kecenderungan curiga pada pihak lain. Hal itu menurut Nimpuno, karena kerangka berpikir Salman sudah terbentuk untuk taat pada orang tuanya yang kaku dan otoriter. Tapi hasil evaluasi yang berdasarkan bahan-bahan tertulis -- tidak wawancara langsung dengan Salman -- itu dicabut kembali oleh Nimpuno. "Hasil evaluasi itu bukan untuk persidanan lapi untuk pengantar ke psikiater, tulis impuno seperti dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Soedarko di persidangan. Perlu 45 Hari Tapi yang menjadi persoalan bagi penasihat hukum Salman, Anwar Sulaeman, siapakah yang berhak memberikan keterangan tentang kelainan jiwa seseorang di persidangan? Apakah seorang psikolog atau psikiater? Sukarti merasa baik psikiater atau psikolog sama-sama berhak untuk itu. Ketua DPP Peradin, Haryono Tjitrosubono membenarkan, psikolog dan psikiater bisa memberikan kesaksian ahli di pengadilan. "Tapi untuk pemeriksaan apakah terdakwa ada kelainan jiwa atau tidak, itu wewenang psikiater," ujarnya. Hasil pemeriksaan seorang psikiater bisa dipakai untuk membebaskan seorang terdakwa dari tanggungjawabkannya,"suatu tindak pidana. Sementara keterangan psikolog hanya untuk menentukan apakah seorang terdakwa jujur atau tidak, kepintaran terdakwa dan keadaan psikologis lainnya. "Ahli-ahli itu bisa meminta kepada hakim untuk tidak membacakan kesimpulannya di persidangan terbuka," ujar Haryono. Seorang guru besar Unpad, Prof. dr. H. Hasan Basri Saanin yang juga Kepala Bagian Psikiatri RS Hasan Sadikin Bandung menegaskan, "yang berhak memberi keterangan apakah terdakwa terganggu jiwanya atau tidak, hanyalah psikiater. " Walaupun seorang psikiater akan meminta juga bantuan psikolog dalam pemeriksaan, "tapi visum et repertum hanya bisa diberikan oleh dokter jiwa (psikiater)," katanya. Ahli yang sudah puluhan kali memberikan kesaksian di peradilan ini menggambarkan, pemeriksaan jiwa itu tidak bisa pula dilakukan dalam waktu singkat. "Paling cepat penelitian terhadap terdakwa itu dilakukan dalam waktu 45 hari untuk mencapai hasil optimal," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus