Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gugatan nyata untuk si "gaib"

Sumono dan sukirman, dua peserta festival aceh tapi nyata di semarang menggugat penyelenggaranya, amen budiman ke pengadilan sebesar rp 212 juta. di pengadilan mereka akan membuktikan keanehan-keanehan.

7 Mei 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMAKIN aneh tingkah masyarakat? semakin unik pula perkara yang sampa ke pengadilan. Dua orang peserta Festival Aneh tapi Nyata di Semarang, Sumono dan Sukirman Roosbandi, pekan-pekan ini terpaksa menggugat Ketua Panitia Penyelenggara Festival, seorang "tokoh" parapsikologi Amen Budiman, ganti rugi Rp 212 juta. karena membatalkan festival secara sepihak. Mereka tidak percaya alasan panitia bahwa festival terpaksa diurungkan gara-gara ada gangguan "kekuatan gaib dari selatan". Panitia yang diketuai Amen pada akhir Januari lalu menyelenggarakan Festival Aneh tapi Nyata, di Wisma Pancasila. Sekitar 1.500 penonton, dengan membayar harga karcis antara Rp 3 ribu dan Rp 5 ribu, ingin menyaksikan atraksi puluhan orang yang konon "punya" kekuatan gaib. Sampai acara itu dibuka dari 62 peserta yang direncanakan hadir. ternyata hanya 4 orang yang benar-benar ada. Tapi bukan karena itu Amen Budiman, 48 tahun Ketua Yayasan Parapsikologi Semesta Cabang Semarang, membatalkan acara. Menurut Amen, ketika itu ada "kekuataan gaib dari selatan" yang mengganggu. Tentu saja penonton, yang tidak pernah bisa melihat macam apa "gangguan gaib" itu, kesal. Tapi sebelum reaksi muncul dari penonton yang kecewa, Amen berkelit. Sebagai penawar kecewa, ia mengganti festival dengan acara malam keakraban. Amen meminta tiga dari empat peserta festival, yang sudah dipungut biaya pendaftaran masing-masing Rp 5 ribu, menunjukkan kebolehannya. Ketiga peserta tadi, Sumono, Sukirman, dan Masngudin, memang tampil ke pentas. Sementara itu, seorang peserta lainnya, Nyamin, tidak bisa tampil karena dialah konon yang terkena gangguan "gaib" itu. Ternyata, tidak ada yang aneh pada petunjukan itu, kendati memang nyata. Sumono, yang disebut sebagai manusia pemamahbiak, ternyata hanya bisa menenggak tiga botol air putih, lantas memuntahkan air itu kembali ke dalam empat buah gelas. Berikutnya tarnpil Sukirman, yang mengaku bisa melihat yang tak tampak oleh mata orang biasa. Begitu naik ke pentas, ia membelakangi penonton, lalu bersujud mencium tanah. Setelah itu, ia bangkit dan berteriak, "Anak itu adalah Pancasila." Yang ketiga, Masngudin, cuma melenturkan otot-otot tubuhnya saja. Atraksi pun selesai. Buntutnya temyata lebih aneh dari atraksi itu. Kendati penonton idak menggugat, Sumono dan Sukirman menuntut hadiah Rp 3 juta, sebagaimana janji Amen. Saya sudah main, mestinya dapat hadiah," ujar Sumono, yang sehari-hari satpam di PT Semen Nusantara, Cilacap. Amen tak bersedia membayar sebanyak itu, dengan alasan festival sudah dibatalkannya. Kepada tiga orang itu, ia hanya memberi honor masing-masing Rp 200 ribu. Sebab itu, kedua orang tadi menuding Amen ingkar janji. Sukirman, karyawan Hotel Ambarrukmo Yogyakarta, hanya mengaku menerima uang Rp 10 ribu dari Amen, sementara Sumono mengaku diberi Rp 40 ribu. "Padahal, kalau saya tidak tampil, pasti Amen digebuki penonton," kata Sukirman, yang menyebut atraksinya waktu itu berjudul Sabdo Palon Datang Pergi. Mereka juga menganggap Amen membatalkan festival itu secara sepihak, karena mereka tetap diminta tampil. Itu sebabnya mereka menggelar gugatan ke pengadilan. Melalui engacara Susilo, Turman, dan Ansori, mereka menuntut ganti rugi Rp 212 juta. Akibat ulah Amen itu, mereka dirugikan baik moril maupun materi. "Sebagai dukun, saya kehilanan banyak waktu, yang mestinya bisa digunakan untuk membantu masyarakat," katanya. Menurut Ansori, akibat kegagalan festival, kedua kliennya itu dipermalukan di muka umum. Kalau Amen berdalih kegagalan lantaran kekuatan gaib, "Buktikan di persidangan. Kekuataan gaib macam apa itu ," kata Ansori. Bagi Turman, gugatan itu cukup penting guna memperoleh kepastian hukum bagi suatu pertunjukan yang dinyatakan gagal dengan alasan tak logis. Sebaliknya, Amen menyambut tantangan itu. "Saya akan membuktikan kekuatan gaib itu," ujar lelaki, yang juga pernah menyelenggarakan seminar tuyul - tapi gagal mempertunjukkan tuyulnya. Amen akan menghadirkan Nyamin, perserta yang terkena gangguan gaib, ke sidang untuk menunjukkan kebolehannya. Transmigran Lampung asal Sragen itu, konon, mampu melipat pedang baja menjadi gulungan seperti ikat pinggang. Selain itu, menurut Amen, Nyamin bisa berubah jadi buaya. Akankah hasrat Amen dikabulkan? "Ya kita lihat saja nanti," kata Robinson Saragih, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu. Yang jelas, Amen balik menggugat ganti rugi Rp 2 milyar, karena merasa nama bauknya tercemar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus