Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setumpuk dokumen tampak memenuhi meja kerja Malam Sambat Kaban ketika Maria Hasugian dari Tempo datang ke kantornya, Rabu pekan lalu. Sambil membuka lembar demi lembar dokumen, Pak Menteri menjawab pertanyaan mengenai perambahan hutan di kawasan Padang Lawas, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pelakunya diduga pengusaha terkenal asal Sumatera Utara, D.L. Sitorus. Berikut petikan wawancaranya.
Apa saja temuan Departemen Kehutanan yang telah Anda sampaikan ke Kejaksaan Agung?
Sebetulnya ini kasus lama, sejak 1996, tentang perambahan hutan di kawasan register 40 di Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Kawasan itu sebetulnya hutan produksi, tapi kemudian terjadi perambahan oleh perusahaan. Prosesnya panjang sampai enam kapolda (kepala polisi daerah).
Saya sebagai Menteri Kehutanan sering dipertanyakan oleh publik, masyarakat, bagaimana kasus register 40. Anggota-anggota DPRD juga ada yang mempertanyakan. Lalu saya buka kembali persoalannya. Masalah ini sudah ditangani kepolisian. Orang-orang Departemen Kehutanan, orang-orang Kanwil Kehutanan, waktu itu sudah diperiksa, tapi ini tidak pernah maju ke pengadilan. Sementara kawasan hutan itu ada hampir 30 ribu hektare yang sudah dibuka PT Torganda. Total luas hutan itu ada 178 ribu hektare. Bayangkan, 30 ribu hektare hutan produksi yang masih virgin forest, berapa puluh ribu meter kubik kayu? Artinya, ada kekayaan negara yang diambil yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Itu jelas melanggar Undang-Undang Kehutanan.
Apakah PT Torganda tidak memiliki izin?
Tidak ada izin perubahan status kawasan hutan itu. Menurut pendapat saya, di situ ada unsur kerugian negara. Saya yakin ada unsur manipulasi perpajakan. Bagi saya itu adalah korupsi. Ternyata Kejaksaan Agung merespons dengan didukung kepolisian. Selain itu, PT Torganda tidak hanya melakukan itu di Padang Lawas, tapi juga di Mahato, Riau yang dikategorikan hutan lindung. Dia membangun kebun sawit di hutan lindung. Dia melanggar Undang-Undang Konservasi.
Bagaimana sebenarnya pengurusan izin pemanfaatan hutan produksi?
Harus ada izin Menteri Kehutanan.
Apa alasan polisi sehingga kasus Padang Lawas ini tak kunjung ditindaklanjuti?
Saya terus terang saja, pada saat diundang oleh DPD (Sumatera Utara), hadir mewakili Pak Kapolri, Pak Dadang (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Irjen Pol. Dadang Garnida) di situ sudah saya sampaikan, juga pada saat OHL (Operasi Hutan Lestari) 1 dan menjelang OHL 2. Masalah ini juga sudah saya sampaikan kepada Presiden bahwa ada masalah perambahan hutan yang sudah enam kapolda tidak selesai-selesai.
Tidak ada penjelasan dari pihak penyidik?
Tidak ada. Ya, ini budaya mengambangkan. Saya nilai ini tidak bagus. Mestinya semua proses saja ke pengadilan. Apa pun putusan pengadilan, kita patuhi. Jangan diambangkan. Kalau diambangkan akan timbul pretensi bahwa si A, B, C ada bekingnya.
Berapa perhitungan kerugian negara akibat perambahan hutan di Padang Lawas?
Tidak kurang Rp 150 miliar.
Tim jaksa menerapkan hanya Undang-Undang Korupsi, padahal Anda menduga ada pelanggaran lain. Apakah penerapan hukum jaksa sudah tepat?
Saya terus terang saja, berharap semua kasus yang berhubungan dengan illegal logging, perambahan hutan sekaligus mengambil kayunya, harus menggunakan pasal berlapis-lapis. Jadi, perlu pendekatan yang komprehensif. Jangan tidak fair dong. Masak, kalau menteri salah, digugat, diminta reshuffle, macam-macam. Ini yang kasus lama tidak ditindaklanjuti. Kalau dikatakan hukum tegak bagi semua pihak, harus ditegakkan hukum itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo