Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kampanye pemilihan kepala daerah Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, baru saja usai, Selasa dua pekan lalu. Ratusan pendukung pasangan Rajestin Sitorus dan Ponidi Sidamanik, calon Bupati-Wakil Bupati Simalungun, berangsur-angsur meninggalkan lokasi kampanye.
Seorang pria menyeruak dari kerumunan massa. Dia tampak bergegas pulang, namun langkahnya terhalang karena dielu-elukan massa. Sejumlah pria yang mengawalnya terus berjaga-jaga. Hanya saja, pria itu bukan calon yang tengah bertarung untuk mendapatkan kursi nomor satu di Kabupaten Simalungun. Pria tadi tak lain adalah pengusaha kondang asal Sumatera Utara, Darianus Lungguk Sitorus yang sering disapa Pak DL.
Lepas dari kerumunan massa, dengan sedan Sport Mercy, ia meluncur ke pusat kota Siantar, menuju Hotel Siantar, hotel bintang tiga termegah di Kota Madya Siantar, Sumatera Utara. Turun dari mobil, dia langsung menuju kamar VIP nomor 102. Di kamar itu dia melepas penat setelah seharian berkampanye untuk Rajestin-Ponidi. Di luar kamar, para pengawal terus berjaga-jaga.
Hanya beberapa menit berselang, seorang pria menemui seorang pengawal. ”Kami pendukung calon D.L. Sitorus,” kata pria yang didampingi beberapa temannya itu. ”Bapak sedang pijat, tunggu saja dulu,” sahut si pengawal, sebagaimana dituturkan pria itu.
Cukup lama menunggu membuat pria itu hilang kesabaran. Saat itu jarum jam mendekati pukul 22.00 WIB. Dia memutuskan bicara. ”Kami dari tim kejaksaan membawa surat perintah penangkapan D.L. Sitorus,” ujarnya tegas.
Tentu saja, para pengawal dan tamu di sekitar kamar terkaget-kaget dibuatnya. Suasana jadi tegang. Beberapa pengawal Sitorus kemudian mendekati pria tadi, yang belakangan diketahui sebagai Khairil Aswar Harahap, koordinator tim penangkapan dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. ”Mereka membujuk kami agar penangkapan ditangguhkan,” ujarnya, Kamis dua pekan lalu.
Bujukan itu tak mempan. Khairil memerintahkan Sitorus berangkat malam itu juga ke Medan. Akhirnya, DL pun tak berkutik. Namun, pengusaha perkebunan kelapa sawit itu menolak naik mobil tahanan kejaksaan. ”Dia bersikeras naik mobil sedan Sport Mercynya,” ujarnya. Permintaan itu akhirnya dipenuhi dengan syarat dua jaksa ikut dalam sedan itu.
Diiringi tiga mobil dari kejaksaan dan kawalan beberapa polisi dan tentara, Sitorus dibawa ke Medan tengah malam itu juga. Keesokan paginya, dia diterbangkan ke Jakarta dengan pesawat Garuda. ”Karena penyidikan dilakukan Kejaksaan Agung. Kami hanya eksekutor,” kata Wisnu Subroto, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Sampai di Jakarta, Sitorus langsung digiring ke ruang tahanan Kejaksaan Agung. Surat perintah penahanan tertanggal 31 Agustus 2005 telah ditanda-tangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji.
Hari itu juga, tim jaksa yang dikoordinasi M. Djasman melakukan pemeriksaan maraton terhadap tersangka korupsi dalam kasus perambahan hutan di kawasan register 40 Padang Lawas, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara, itu. Jaksa telah menyiapkan jerat hukum bagi pria kelahiran Porsea itu. Sitorus dituding melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31/1999 dan Nomor 20/2001. Pengusaha kelapa sawit ini diancam penjara seumur hidup dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Penerapan pasal korupsi tadi ditentang oleh tim pengacara Sitorus. ”Pak DL tidak pernah korupsi uang negara,” kata Dumoli Siahaan, Rabu pekan lalu. Menurut dia, kasus ini sengketa hak antara Departemen Kehutanan dan masyarakat adat. Lahan yang kini menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 23 ribu hektare dan dikelola Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan adalah tanah ulayat masyarakat setempat.
Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban berkukuh mengatakan, lahan itu merupakan hutan produksi yang dirambah dan dikuasai Sitorus tanpa izin. Dari 178 ribu hektare luas hutan, pada 1998 Sitorus menguasai sekitar 30 ribu hektare sehingga ribuan ton kayu lenyap dari lahan tersebut.
Menurut pengacara Dumoli, saat kliennya ke lokasi itu pertama kali, lahan dipenuhi alangalang dan tampak gersang. Sitorus kemudian membeli lahan itu lewat proses adat, pagopago—mahar—kepada beberapa kepala desa dan tokoh adat setempat yang harganya mencapai Rp 2 miliar. Kepada masyarakat penggarap, dia membayar sekitar Rp 11,74 miliar.
Di lahan itu, Sitorus membuat pola perkebunan inti rakyat. Dia mengurus sertifikat tanah. Sebanyak 9.200 kepala keluarga yang menjadi mitra kerjanya (plasma) kemudian mendapat sertifikat hak milik. Untuk lahan intinya yang dikerjakan 7.500 karyawan, Sitorus mendapat sertifikat hak guna usaha.
Pengakuan penguasaan hutan itu tidak membuat Kaban percaya begitu saja. Dia pun melakukan investigasi. Kaban juga mempertanyakan kasus tersebut yang dianggapnya tidak pernah selesai ditangani aparat penegak hukum setempat. Padahal, masyarakat dan anggota DPRD di sana telah berulang kali mempertanyakan. “Ini kasus lama. Sudah enam kapolda (Kepala Polisi Daerah Sumatera Utara), tapi tak jelas tindak lanjutnya,” ujarnya kepada Tempo.
Kaban pun akhirnya melaporkan ketidakjelasan penanganan kasus ini kepada Presiden, yang kemudian membawa Sitorus ke Kejaksaan Agung. Meski langkah-langkah itu telah ditempuh, toh Kaban belum merasa tenang, sebab penyidikan tim jaksa di Gedung Bundar, tempat tersangka korupsi itu diperiksa di Kejaksaan Agung, hanya menjerat si raja kelapa sawit degan pasal korupsi. Padahal, sedari awal dia mewanti-wanti jaksa agar menjeratnya dari berbagai sudut. ”Harus komprehensif,” ujarnya berharap.
Kaban berharap kasus ini tidak berakhir dengan keluarnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) sebagaimana yang telah dinyatakan tim penyidik Polda Sumatera Utara atas kasus tersebut pada awal tahun ini dengan alasan tidak cukup bukti. Bahkan penyidik Polda Sumatera Utara menjerat Sitorus hanya dengan pasal pidana umum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Maria Hasugian/Hambali Batubara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo