INI cerita buruk lagi tentang guru. Dengan alasan untuk diberi pelajaran tama bahan, Endang, guru SD di Ujung Beureung, Bandung, mengharuskan murid-muridnya datang malam hari. Kemudian ternyata enam orang murid wanita di bawah umur diperkosanya. Cerita mengejutkan itu terungkap secara tak sengaja. Suatu pagi, Juweni (bukan nama sebenarnya), 13, terlambat ke sekolah dan tak dibolehkan mengikuti upacara. Bersama sekitar 15 murid lain, Juweni lalu dihukum kerja bakti membersihkan gedung sekolah. Endang, 34, yang ketika itu bertugas sebagai guru piket, tiba-tiba memarahi Juweni. "Kenapa kamu tidak disiplin? Apa ingin dikeluarkan dari sekolah, ya?" kata Endang yang sejak akhir Oktober ditahan. Tak dinyana, Juweni menjawab ketus, "Gurunya saja cabul, bagaimana muridnya mau disiplin." Jawaban murid kelas V tersebut terdengar oleh Euis Wasiah, guru wanita di sekolah yang terletak di atas bukit jauh dari jalan raya itu. Euis lalu menanyai Juweni, tapi Endang menghalang-halangi rekannya untuk bertanya lebih jauh. Baru setelah Nyonya Sundari, wakil kepala sekolah, turun tangan, Endang menyingkir. Tanpa tedeng alimg-alimg, Juweni, yang memang sudah lama memendam rasa sakit hati terhadap Endang, membeberkan pengakuannya. Ia mengaku diperkosa Pak Guru, di malam hari saat mendapat pelajaran tambahan di sebuah rumah kosong - tak berapa jauh dari rumah Endang. Selain Juweni, lima murid wanita yang lain juga mengaku diperlakukan tak senonoh oleh Endang, dalam waktu yang berlainan. Mereka adalah Suwarmi, Ipin, Ami, Yanti, dan Idun (semua nama samaran), yang berumur i3 - 14 tahun. Kepala SD Cikudayasa (Ujung Beureung), Otong Supriatna, kepada TEMPO menyatakan bahwa menjelang kenaikan kelas sekitar Mei lalu, murid kelas V memang diberi pelajaran tambahan oleh gurunya, yaitu Endang. Izin les diberikan karena memang bermanfaat bagi para murid. "Tapi saya tak pernah mengizinkan les di malam hari," katanya. Apa mau dikata. Justru les di malam hari terhadap murid-murid wamtalah yang tampaknya dikehendaki sang guru. Kesembilan murid wanitanya dijadikan Endang tiga kelompok yang diberi les bergantian setiap malam. Para orangtua mengizinkan karena selama itu Endang yang bertubuh kecil pendek dikenal baik dan ramah. Di sekolah pun ayah tiga anak itu tak pernah menunjukkan gelagat sebagai pemakan daun muda. Di rumah kosong yang diterangi lampu tekan - di Cikudayasa belum masuk listrik - para murid belajar sampai jauh malam. Suatu saat, peserta les disuruh memisahkan diri dari yang lain, dengan alasan agar mereka tak bisa saling menyontek. Pada saat sendiri dalam sebuah kamar itulah, menurut pengakuan Ipin, ia didatangi Endang. "Saya terpaksa melayani kemauannya karena dlancam akan dicekik dan tidak naik kelas," katanya. Korban lain pun umumnya mengaku diancam tak naik kelas sehingga takut melaporkannya kepada orangtua. Kesemuanya, akhirnya, memang naik ke kelas VI. Dan semua tetap tak berani buka mulut, sampai akhirnya Juweni mengungkapkan kejengkelannya. Oco Sumarna, 50, ayah Juweni, terpukul sekali oleh peristiwa itu. Juweni adalah anak kelima dari delapan bersaudara, dan satu-satunya yang bisa sampai ke kelas VI. Anaknya yang lain sudah gugur di kelas I atau II. "Kalau tidak dihalangi, sudah saya bunuh guru bedebah itu. Bagaimana dunia pendidikan kita, kalau gurunya begitu?" katanya kepada Dedy Iskandar dari TEMPO dengan geram. MENURUT sumber di Polsek Ujung Beureung, tersangka telah mengakui semua perbuatannya. Tapi, katanya, perbuatan itu dilakukan mau sama mau, tanpa paksaan sedikit pun. Endang juga mengaku melakukan semuanya karena tergoda setan. "Waktu saya masuk kamar, rok mereka tersingkap dan saya jadi lupa daratan," begitu ia mengaku kepada polisi. Dia menyatakan mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Tapi orang seperti Oco tak sudi anaknya dinikahkan dengan Endang. "Tak perlu. Biar nasib membawanya. Yang saya inginkan, agar si pelaku dijatuhi hukuman," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini