Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Hakim Omeli Saksi Kasus Edhy Prabowo karena Angggap Uang Imbalan Hal Lumrah

Majelis hakim yang memimpin persidangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, memarahi seorang saksi bernama Anton Setyo Nugroho.

11 Mei 2021 | 15.50 WIB

Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo (kiri) berdialog dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 5 Mei 2021. Salah satu saksi yang dihadirkan yaitu penyuap Edhy Prabowo, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama Suharjito yang telah divonis dua tahun penjara atas kasus tersebut. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
material-symbols:fullscreenPerbesar
Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo (kiri) berdialog dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 5 Mei 2021. Salah satu saksi yang dihadirkan yaitu penyuap Edhy Prabowo, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama Suharjito yang telah divonis dua tahun penjara atas kasus tersebut. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim yang memimpin persidangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, memarahi seorang saksi bernama Anton Setyo Nugroho. Anton merupakan pagawai negeri sipil di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Awalnya Anton ditanya jaksa soal uang partisipasi senilai Rp 3,5 miliar yang dikenakan staf Edhy, Andreau Pribadi, kepada pengusaha dalam pengurusan izin ekspor benur lobster. "Saya memahaminya sebagai hal yang lumrah dalam proses perizinan ini," kata Anton di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, 11 Mei 2021.

Ketua majelis hakim Albertus Usada memotong penjelasan Anton. "Menurut Saudara lumrah imbalan uang tadi?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Anton menjawab bahwa uang partisipasi itu sebagai modal agar perusahaan dapat ikut mengekspor benur lobster. Namun Albertus kemudian menceramahi Anton lantaran ia ikut mengurusi perusahaan PT Anugerah Bina Niha agar mendapat izin ekspor benur lobster.

"Kamu harusnya melimpah di sana karena repot urus izin perusahaan itu. Itu kan conflict of interest. Kamu itu urus status kepindahan kamu dari Kemenkomaritim ke KKP. Kan sudah dikenalkan di Hotel Alana, kok kamu asyik sekali malah urus izinnya PT ABN?" ujar Albertus.

Albertus menilai bahwa Anton telah diperhamba pengusaha bernama Sukanto Aliwinoto, pemilik PT Anugerah Bina Niha. Ia juga menyinggung Anton yang merupakan lulusan luar negeri namun memiliki konflik kepentingan dengan pengusaha.

"Mau dibawa ke mana negara begini caranya. Kamu S-2 di Jepang, S-3 di Jepang. Begini kah hasilnya kamu studi di luar negeri? Kamu harus membangun demi ibu pertiwi kok malah begini. Izin begini kok hal yang lumrah."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anton yang semula terdiam mendengar omelan Albertus kemudian menjawab, "Siap salah."

Albertus kembali menyemprot Anton setelah mendengar tanggapan tersebut. "Jawaban fakta. Bukan kayak di militer siap salah. Salah kok siap. Itu di militer, ini di fakta persidangan. Saya tidak suka jawaban itu, seolah-olah kamu tidak merdeka. Kamu tuh bebas memberikan keterangan, bukan diperhamba seperti itu," kata Albertus dalam sidang lanjutan kasus suap Edhy Prabowo itu

FRISKI RIANA

Baca Juga: Monopoli Jalur Ekspor Benur

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus