Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa korupsi timah Harvey Moeis dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa General Manager Operasional PT Tinindo, Rosalina, hari ini. Dalam sidang perkara korupsi timah di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 8 saksi, termasuk Harvei Moeis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesaksiannya, Harvei Moeis menyatakan dia tidak memiliki jabatan struktural di PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Dia hanya membantu sebagai teman dan ingin belajar bisnis timah.
"Diajak Pak Suparta (Dirut RBT) untuk mengenal timah, Yang Mulia, pada 2016," ujar Harvey di sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Atas bantuan tersebut, Harvey menerima bayaran sekitar Rp 50- Rp 80 juta per bulan. Selain membantu PT RBT, Harvey mengatakan tetap menggarap bisnis batu bara miliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun anggota majelis hakim, Suparman Nyompa, menyangsikan jawaban Harvey. Ia mempertanyakan keaktifannya Harvey dalam melakukan komunikasi mewakili PT RBT dengan PT Timah, jika tidak memiliki jabatan struktural. Di antaranya kehadiran Harvey di Hotel Borobudur Jakarta, hingga dalam grup WA New Smelter dan keikutsertaan pada rapat-rapat pembahasan penurunan harga timah antara PT Timah dengan sejumlah perusahaan smelter swasta termasuk RBT.
"Saudara tampil terus kalau kedudukan saudara tidak diberikan status yang jelas, ini kan tanda tanya, keterangan sulit diterima. Ini kan bisnis besar," ujar Hakim Suparman.
Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta mengatakan, dia meminta tolong Harvey Moeis karena suami aktris Sandra Dewi itu memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Dia mengatakan, Harvey memang tidak memiliki jabatan struktural di RBT.
Menurut Harvey, dirinya hadir dalam pertemuan di Hotel Borobudor pada Mei 2018 karena diundang acara buka puasa. Dia menyatakan kurang mengetahui soal kesepakatan pemberian 5 persen timah dari 5 perusahaan swasta kepada PT Timah yang terjadi di Hotel Borobudur. Kesepakatan itu kemudian di-share di grup WA New Smelter.
Selain dengan PT RBT, PT Timah juga melakukan kerja sama dengan empat perusahaan smelter lain yakni PT Sariwaguna Binasentosa, Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa.
Rizal Pahlevi Tabrani, selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021 sekaligus terdakwa di perkara tata niaga timah ini, mengatakan kerja sama dengan lima perusahaan smelter swasta dilakukan karena penambangan lewat swasta dinilai lebih murah ketimbang PT Timah menambang sendiri. "Murni bisnis karena biaya sewa lebih murah ketimbang dikelola sendiri," ujar Rizal di persidangan.
Namun Kejaksaan Agung menganggap kerja sama PT Timah dengan 5 perusahaan smelter swasta ilegal dan merugikan negara sebesar Rp 300 triliun.
Pada hari ini, Pengadilan Tipikor Jakarta juga memeriksa terdakwa Suwito Gunawan alias Awi selaku beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa dan Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa.
Pilihan Editor: PN Singkawang Tolak Praperadilan Anggota DPRD Soal Penetapan Tersangka Pencabulan Anak