PARA penyelundup pajak agaknya tidak akan bisa tidur nyenyak pada masa-masa mendatang. Sebab, Sabtu pekan lalu, Menteri Keuangan Radius Prawiro meresmikan instansi baru di departemennya: penyidik pajak. Pada hari itu pula, Menteri melantik 35 orang yang akan menyidik para penyeleweng pajak. "Mereka akan bertugas sebagai detektif," kata Dirjen Pajak Salamun A.T., yang mendampingi Radius, kepada Yulia S. Madjid dari TEMPO. Terbentuknya polisi khusus itu erat hubungannya dengan berakhirnya masa pengampunan pajak, dua pekan lalu. Sebab, tidak bisa dipastikan bahwa semua wajib pajak melaporkan diri. Dan mereka yang sudah melaporkan diri dan mengisi formulir pengampunan tidak pula bisa dipercaya seluruhnya. Apalagi, kata Radius, berdasarkan undang-undang pajak yang baru, semua wajib pajak diberi kepercayaan menghitung sendiri jumlah kewajibannya. "Karena itu, pihak Pajak perlu menguji dan meneliti kebenaran atas kepercayaan yang diberikan itu," kata Menteri Radius. Pembentukan detektif pajak itu, menurut Radius, berdasarkan undang-undang pajak yang baru dan KUHAP. Menurut Undang-Undang Pajak, pegawai Pajak diberi wewenang khusus untuk menyidik pidana di bidang perpajakan. Sementara itu, KUHAP juga mencantumkan kemungkinan penyidik-penyidik dari pegawai negeri sipil, Selain polisi. "Polisi baru" itu nanti akan mendatangi | satu per satu wajib pajak - baik perorangan maupun badan - yang dicurigai menyelewengkan pajaknya. Mereka berwenang memeriksa pembukuan suatu perusahaan, bahkan menyita barang-barang bukti, yang selama ini dilakukan pihak kejaksaan. Jaksa Agung, kata Radius, telah berjanji tidak akan campur tangan dalam penyidikan pajak. "Mereka baru akan ikut, bila kami meminta bantuan," tambah Radius. Karena itu, selain telah melantik 35 orang, Ditjen Pajak telah pula menyiapkan sekitar 80 orang yang masih dalam masa pendidikan. Menurut Dirjen Salamun, detektif yang telah disiapkan sekarang ini direkrut dari instansi itu sendiri. Mereka baru dilantik setelah menjalani latihan penyidikan di kepolisian dan kejaksaan selama tiga bulan. "Lembaga ini akan terus berkembang. Dan setiap tahun akan dilakukan tambahan pegawai," ujar Salamun. Untuk menjadi polisi khusus pajak ini, calon pegawai baru, menurut Salamun, kecuali harus berpredikat sarjana, juga disyaratkan berkemampuan dalam soal mengaudit pembukuan. Yang lebih penting lagi, calon detektif harus mempunyai kejujuran. Bila mereka direkrut dari pegawai negeri, syarat utamanya adalah tidak pernah melanggar disiplin pegawai. Sementara itu, Hakim Agung I Gusti Ngurah Gde Djaksa tidak setuju bila anggota lembaga baru di Ditjen Pajak itu disebut "polisi pajak". "Menurut Undang-Undang Pajak, tidak ada yang disebut polisi. Yang ada hanyalah pengawas dalam rangka pemungutan dan pembayaran pajak para wajib pajak," ujar Gde Djaksa. Kendati begitu, kata Gde Djaksa, para petugas pengawas itu berwenang untuk menyidik para wajib pajak yang melakukan tindak pidana. Tapi hasil penyidikan harus segera diserahkan ke penyidik formal, seperti polisi atau jaksa. "Bagi pihak kejaksaan pun, sebenarnya tidak tertutup kemungkinan untuk mengusut pajak berdasarkan wewenang khususnya yang diatur KUHAP, asal saja tidak serabutan," ujar Gde Djaksa, yang ikut menggodok KUHAP ketika masih menjadi anggota DPR. Pihak kejaksaan tidak banyak berkomentar atas terbentuknya lembaga baru yang akan menggantikan posisi kejaksaan sebagai penyidik pajak. "Kita lihat saja hasilnya. Mudah-mudahan tidak seperti Bea Cukai yang mendapat-kan wewenang denda koreksi," ujar seorang pejabat kejaksaan yang tidak bersedia disebut namanya. Wewenang Bea Cukai itu terpaksa dicabut, Juni lalu, karena banyak disalahgunakan untuk korupsi. Menteri Radius juga berharap serupa. Malah, ia yakin bahwa penyalahgunaan wewenang Bea Cukai tidak akan terjadi di lingkungan Ditjen Pajak. "Sebab, kami mempunyai sistem pengawasan. Jadi, semua petugas yang berhubungan langsung dengan masyarakat tidak akan lepas dari sistem pengawasan itu," ujar Radius, mantap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini