Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiada tanda-tanda kerusakan pada kotak besi seukuran laci meja itu. Tak ada sedikit pun jejak yang menunjukkan kotak itu dibuka paksa. Dua lubang anak kunci yang terdapat di bagian depannya masih tertutup rapat. Di dalam kotak yang merupakan safe deposit box tersebut tersimpan tas kulit hitam milik Ratna Dewi. Di dalam tas itulah Ratna, pada 2010, menaruh harta bendanya: 590 batang emas bersertifikat PT Aneka Tambang yang beratnya masing-masing 100 gram.
Kotak penyimpan benda berharga milik Kantor Wilayah Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, itu kini pindah tempat ke ruang Subdirektorat Harta Benda Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kepolisian menyita kotak itu untuk bukti atas laporan Ratna perihal hilangnya 5,9 kilogram emas miliknya tersebut pada November tahun lalu. "Saya melapor setelah memberikan waktu sebulan kepada BRI untuk bertanggung jawab," kata Ratna kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Ihwal raibnya emas ini bermula ketika pemilik PT Bungsu Jaya itu menjaminkan logam mulia tersebut tiga tahun silam untuk pinjaman kredit. Melalui skema fiducia, kredit pun mengucur. "Awalnya hanya mendapat kredit Rp 2 miliar, tapi terus meningkat hingga Rp 28 miliar pada tahun lalu," ujarnya.
Menurut Ratna, selama 2010-2011, ia mengatakan tak ada masalah antara dirinya dan BRI. Masalah baru muncul pada pertengahan tahun lalu saat Wakil Pemimpin Wilayah BRI Jakarta Selatan Rahman Arif menahan Ratna tidak memindahkan jaminan emasnya itu ke bank lain. Saat itu, Ratna memang berminat memindahkan emasnya ke tempat lain.
Kepadanya, kata Ratna, Rahman menjanjikan akan memberi tambahan kredit Rp 12 miliar. Hanya, skemanya harus diubah, yakni gadai. Untuk meluluhkan hati pengusaha perempuan itu, Rahman bahkan sampai dua kali bertandang ke rumah Ratna. Perempuan ini akhirnya bertekuk lutut. Syarat agar ia menambahkan emasnya tujuh kilogram seperti ditentukan Rahman juga dia setujui. Pada Juli 2012, Rahman meminta Ratna menyerahkan kunci safe deposit box-nya. "Karena berubah menjadi gadai, kunci yang saya pegang katanya harus diberikan ke BRI," ucapnya.
Pada 25 September 2012, Ratna diminta datang ke kantor BRI. Tujuannya: mengecek keaslian emasnya yang akan digadaikan. Dipandu Agus Mardiyanto, Account Officer Bank BRI, dan Rotua Anastasia Sinaga, pegawai administrasi kredit, Ratna melihat pembukaan kotak penyimpanan emasnya. Dia terbelalak. Perempuan ini melihat semua batangan emasnya tidak tersusun seperti semula. "Nomor seri emas itu juga berubah dari yang saya punya," katanya. "Emas" itu terlihat sangat kuning.
Ratna menegaskan benda itu bukan miliknya. Saat diuji, ujar dia, kandungan dalam batangan logam di kotaknya itu tidak seperti tertera dalam dokumen miliknya. "Itu bukan emas," katanya. Hari itu juga dia menyatakan membatalkan kredit tambahan Rp 12 miliar dan meminta BRI bertanggung jawab. Ratna memberi waktu sebulan kepada bank tersebut untuk mencari solusi kasusnya. "BRI tak memberi solusi apa pun. Mereka justru mempersilakan kasus ini diselesaikan lewat jalur hukum," ucapnya. Ditantang semacam ini, Ratna pun membawa perkara tersebut ke kepolisian.
Penyelidik Polda Metro Jaya segera turun tangan. Sejumlah nama yang dianggap bertanggung jawab atas hilangnya emas itu diperiksa. Tim yang terdiri atas para anggota Subdirektorat Harta Benda juga menyisir ruang penyimpanan safe deposit box di kantor BRI. Namun bukti yang bisa menuntun untuk menemukan pembobol "kotak aman" itu tak didapat. Tak ada kamera pengintai yang merekam dan bisa menunjukkan siapa penggondol emas Ratna.
Kepada Tempo, Kepala Subdirektorat Harta Benda Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Riky Haznul menyebutkan catatan administrasi siapa saja "pengunjung" kotak itu juga tak tertib. Bahkan kunci master kotak tidak ditaruh pada tempat dengan keamanan khusus. "Hanya ditaruh di meja depan customer service. Intinya, tidak ada standar keamanan yang jelas di sana," kata Riky.
Tim pimpinan Riky lantas memeriksa pemegang kunci safe deposit box, Rotua Anastasia Sinaga. Awalnya Rotua menyatakan tak tahu-menahu perihal raibnya emas Ratna. Belakangan, setelah terus dicecar penyelidik, ia menyerah dan buka mulut. Menurut Rotua, sehari sebelum pengecekan emas oleh Ratna, dia diperintahkan Rahman membuka safe deposit box tersebut.
Rahman, ujar Rotua, ketika itu menyatakan ingin mengecek keaslian batangan emas tersebut. Emas yang berada di ruang penyimpanan pun dibawa ke ruang pelayanan nasabah prioritas. Di sana hadir sejumlah pegawai Bank Mandiri Syariah atas ajakan Rahman. Pengeluaran emas itu, kata Rotua, tanpa pencatatan administrasi. Keterangan Rotua dibenarkan Agus dan Rahman. Meskipun demikian, ketiganya berkukuh tak tahu-menahu soal penggondolan emas Ratna. "Hanya, memang tak jelas kenapa dilakukan pengecekan dengan pegawai Bank Mandiri Syariah serta tanpa kehadiran pemilik," ucap Riky. Polisi sendiri sejak Februari lalu menetapkan Rotua, Rahman Arif, dan Agus Mardiyanto sebagai tersangka.
Riky menduga pembukaan safe deposit box Ratna dilakukan Rahman cs bukan kali itu saja. Dia menduga pembobolan dilakukan pada medio Juli-September 2012. Alasannya, ketika pengalihan status dari fiducia menjadi gadai, pihak BRI sudah memastikan bahwa emas milik Ratna asli. "Saat pengecekan pada Juli itu, barangnya difoto dan sertifikatnya dinyatakan asli," katanya. "Sedangkan September barangnya sudah berubah."
Sampai kini, sekitar 30 karyawan BRI sudah diperiksa polisi untuk mengungkap kasus ini. Kendati telah menetapkan tiga tersangka, polisi masih terus mengembangkan perkara. Dari tiga tersangka, dua di antaranya, Rotua dan Agus, kini mendekam di Ruang Tahanan Polda Metro Jaya. Adapun Rahman belum ditahan lantaran tengah sakit. Ketiganya dijerat dengan Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penggelapan dan Pasal 49 Undang-Undang Perbankan. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Kepada Tempo, Corporate Secretary BRI Muhammad Ali menyatakan menyerahkan sepenuhnya perkara ini ke polisi. Jika ketiga karyawan itu terbukti melakukan kejahatan, ujar Ali, BRI akan menjatuhkan sanksi kepada mereka. "Kami hanya meminta semua pihak menahan diri sampai proses hukum selesai berjalan," katanya.
Pihak BRI rupanya tak mau dituduh bersalah dalam kasus ini. Pada 5 Desember 2012, saat kasus ini ramai diberitakan, BRI juga melaporkan Ratna ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. BRI menuduh Ratna melakukan penipuan. Tapi rupanya polisi lebih cepat merespons laporan Ratna. Adapun Ratna tetap meminta BRI bertanggung jawab atas raibnya emas miliknya itu.
Febriyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo