Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Peringatan Sebelum Pembantaian

Rencana serangan anggota Kopassus terhadap empat tersangka pembunuh Santoso beredar tiga hari sebelumnya. Polisi dan Kopassus diduga sama-sama tahu.

7 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mesin jahit merek Singer berwarna putih itu masih terbungkus plastik. Tergeletak di atas meja rumah Nona di Bantul, itulah kado ulang tahun terakhir Yohanis Juan Manbait untuk keluarganya tersebut. Bersama Hendrik Angel Sahetapy, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, dan Adrianus Candra Galaja, Sabtu dinihari tiga pekan lalu, Juan tewas diserang anggota Komando Pasukan Khusus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, saat ditahan di penjara Cebongan, Sleman. Tiga hari sebelumnya, mereka berempat ditangkap karena dituduh membunuh Sersan Kepala Santoso di Hugo¡¯s Cafe di depan Hotel Sheraton Mustika, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Nona berulang tahun ke-31 pada 20 Januari lalu, tapi hadiah itu diberikan Juan delapan hari kemudian. Ketika Nona berulang tahun, Juan tengah menjalani rehabilitasi ketergantungan narkotik di Rumah Sakit Grhasia, Pakem, Sleman. Mesin jahit seharga Rp 1,9 juta itu dia hadiahkan kepada Nona sehari setelah keluar dari rumah sakit. ¡±Bang Jo minta saya belajar menjahit dan membuatkan baju untuknya,¡± kata Nona.

Singer ini mengingatkan Nona pada pesan Juan ketika mereka bertemu terakhir kali di tahanan Kepolisian Daerah Yogyakarta, sehari sebelum Juan dihabisi di Cebongan. Menurut Nona, Juan hari itu mendengar selentingan kabar bakal jadi sasaran balas dendam teman-teman Santoso di Kopassus Kandang Menjangan. Juan mengatakan ada kabar dia akan ditembak. ¡±Bang Jo bilang kun fayakun (apa yang terjadi, terjadilah)," ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah pesan pendek yang menyatakan akan ada sweeping dan balas dendam atas kematian Santoso beredar di kalangan warga Nusa Tenggara Timur di Yogyakarta. Dua hari sebelum penyerbuan ke Cebongan, Nona juga menerima SMS dari istri seorang anggota Brigade Mobil, sahabatnya, di Yogyakarta. Juan pernah menjadi anggota Brimob Gondoluwung, Bantul, Yogyakarta, dan tiga tahun bertugas di Aceh. Isi pesan pendek itu perihal adanya sweeping oleh anggota Kopassus terhadap warga asal NTT. "Di sini pada takut. Tiga mobil Kopassus sweeping," menurut pesan pendek di telepon seluler Nona.

Nona juga menerima pesan dari teman-teman Juan agar tak berkunjung ke asrama NTT di Tegal Panggung, dekat Stasiun Lempuyangan. Menurut Nona, teman-teman Juan sesama asal NTT pada Rabu itu sudah tahu Juan dan tiga kawannya bakal dihabisi saat ditahan di Polda Yogyakarta. Kesaksian Nona cocok dengan pernyataan sejumlah sumber Tempo. Sumber itu mengatakan intelijen Kopassus diduga bermain mata dengan polisi menjelang penembak­an empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan.

Menurut sumber itu, serangan ke Cebongan bukan operasi tertutup. Setidaknya, ujar dia, intelijen polisi dan intelijen Tentara Nasional Indonesia sudah sama-sama tahu. Sumber itu mengatakan Juan dan tiga rekannya sesungguhnya bakal ­dieksekusi oleh sejumlah anggota Kopassus ­ketika berada di tahanan Polda pada 21 Maret 2013 malam atau sehari sebelum penembakan. "Mau disikat di dalam. Lalu Kapolda bilang ke intel Kopassus, 'Jangan begitu. Kalian mau bikin malu saya,'" kata sumber itu menirukan Kepala Kepolisian Daerah Yogyakarta Sabar Rahardja.

Sabar membantah jika pihaknya disebut tahu akan adanya serangan itu. Ditemui ­Jumat pekan lalu seusai salat Jumat di masjid di kompleks Polda DIY, dia menegaskan bahwa pihaknya tak tahu sama sekali bakal ada penyerangan. "Belum tahu, demi Allah. Makanya tenang-tenang waktu itu," ucap Sabar sembari mendongak ke langit.

Sebelumnya, beredar pula kabar kencang di kalangan warga NTT bahwa anggota Kopassus berencana akan mengeksekusi Juan dkk pada Kamis siang, dua hari sebelum mereka dibunuh. Ketika itu, Juan dan tiga kawannya menjalani rekonstruksi pembunuhan Santoso di Hugo's Cafe, dua kilometer arah barat Bandar Udara Adisu­tjipto. Tapi pada saat itu rekonstruksi dijaga ketat oleh polisi. Kabar Juan dan kawan-kawan akan dibunuh tak terbukti.

Pengakuan Ketua Paguyuban Flobamora (Flores, Sumba, Timor, dan Alor) Hillarius Mero menguatkan ihwal rencana serangan oleh Kopassus. Ia menyatakan sempat diminta mampir oleh pimpinan intelijen di sebuah kesatuan kepolisian. Hillarius diberi informasi intelijen tentang gerakan tiga mobil berisi sejumlah anggota Kopassus yang berencana menghabisi Juan dan kawan-kawan. Mendapat informasi itu, dia buru-buru meninggalkan kantor polisi dan pulang ke rumahnya lewat jalur yang tak biasa. "Saya memutar. Ngeri juga saya," kata Hillarius. Dia lalu segera menyebarkan pesan pendek ke komunitas NTT di Yogyakarta. Ia meminta mereka berhati-hati.

Kakak kandung Juan, Vicktor Manbait, mengatakan, sebelum peristiwa penembakan, Juan juga meminta adiknya yang menghuni asrama NTT di Tegalpanggung berhati-hati. Dia mengirimkan nasihat itu ke nomor ponsel seorang adiknya. "Isi SMS-nya, 'Kamu hati-hati, jangan keluar malam. Saya ditipu polisi. Saya tidak bersalah dalam peristiwa itu,'" ujarnya. Menurut Vicktor, Juan kecewa ditetapkan sebagai tersangka karena sebenarnya bukan dia yang melakukan pembunuhan. Juan saat itu berusaha melerai.

Tim investigasi TNI memang telah menyatakan bahwa anggota Kopassus adalah pelaku penyerangan di Cebongan. Tempo berulang kali mengontak dan mendatangi petinggi Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan di Kartasura, tapi tak mendapat jawaban. Jawaban ringkas baru diberikan Perwira Seksi Intel Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Kapten Benny Angga, ­Jumat pekan lalu. Ia mengatakan pimpinan di markas tersebut berada di Jakarta hingga pertengahan April. "Ikut apel dansat (komandan satuan) sampai 16 April," kata Angga. Di Jakarta, Jumat pekan lalu, Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo menyatakan, sebagai komandan, dia yang paling bertanggung jawab. "Sebelas orang itu anak buah saya dan sayalah atasannya, Mayjen TNI Agus Sutomo," ujarnya.

Sunudyantoro, Shinta maharani, Pito Agustin Rudiana, Muh. Syaifullah (Yogyakarta), Ahmad Rafiq (Sukoharjo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus