Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menakar Ancaman Pyongyang

Bukan yang pertama Korea Utara mengancam negara musuhnya. Tapi yang ini dinilai paling serius.

7 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara yang baru sekitar setahun berkuasa, sudah berhasil membuat beberapa kejut­an. Dia menggelar pawai tokoh-tokoh Walt Disney Pyongyang, membuat parfum dengan aroma tubuhnya, dan memamerkan foto-foto istrinya yang penyanyi itu. Dia juga mengundang pebasket gaek Amerika Serikat, Dennis Rodman, ke Korea Utara dan—dalam sebuah foto yang resmi dilansir—mereka berdua tampak akrab.

Orang nomor satu Korea Utara berusia awal 30-an tahun itu—ada tiga versi tahun kelahirannya—juga dinilai sebagai orang yang paling serius melontarkan ancaman perang terhadap Korea Selatan, Amerika, dan para sekutunya. Dari pernyataan-pernyataan resmi, perang besar seakan-akan tinggal menghitung hari. Semangat perang berkobar di negeri itu. Salah satunya ditunjukkan melalui pawai ribuan tentara Korea Utara di Nampo, kota pelabuhan di barat daya Pyongyang, Rabu pekan lalu. Mereka bertekad menang perang melawan Korea Selatan dan Amerika.

Kamis pekan lalu, otoritas militer Korea Utara melalui Korean Central News Agency mengumumkan keputusan final serangan militer "tanpa ampun" ke Amerika, termasuk penggunaan senjata nuklir. Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA) menegaskan pihaknya resmi memberi tahu Washington perihal rencana serangan. Untuk itu, komando tertinggi militer Korea Utara memerintahkan satuan-satuan tentara yang memegang kendali roket strategis bersiap menyerang pangkalan militer di Korea Selatan, Guam, dan Hawaii.

Sebelumnya, Sabtu dua pekan lalu, Korea Utara menyatakan perang dengan Korea Selatan. Perjanjian Gencatan Senjata Utara-Selatan (The Armistice Agreement), yang mengakhiri konflik Korea 1950-1953, dinyatakan tak valid. Perjanjian denuklirisasi di Semenanjung Korea pun dibatalkan.

Memang bukan kali ini saja Pyongyang mengancam. Menurut situs Foreign Policy, "ritual" provokasi Korea Utara meningkat bila saudaranya di Selatan memiliki pemimpin baru, termasuk setelah Park Geun-hye dilantik sebagai presiden akhir Februari lalu. Namun ancaman Kim kali ini dinilai paling serius. Selama Februari lalu, Korea Utara tiga kali mengadakan uji coba senjata nuklir, sehingga Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali menjatuhkan sanksi. Cina, yang selama ini menjadi pelindung Korea Utara, untuk pertama kalinya setuju dengan hukuman tersebut.

Kim makin merasa berhak menantang setelah Korea Selatan melakukan latihan militer bersama Amerika. Aksi intensif tersebut digelar sejak awal bulan lalu hingga bulan ini, dengan menghadirkan pesawat pengebom siluman B-2. Kim Jong-un pun mengecam keras ketika pesawat itu melintasi Korea Selatan. Dia menyebutnya langkah gegabah yang bisa memicu perang nuklir di Semenanjung Korea.

Benar-benar bernaskah gertak Pyongyang kali ini? Menteri Pertahanan Amerika Chuck Hagel mengakui ancaman Korea Utara itu bisa membahayakan sekutu Amerika di Asia-Pasifik. "Sejumlah aksi uji coba mereka menunjukkan ancaman itu nyata dan berbahaya," ujar Hagel di Universitas Pertahanan Nasional Washington.

Ada beberapa tindakan Korea Utara yang menambah ketegangan kawasan. Salah satunya mengaktifkan kembali reaktor nuklir Yongbyon. US-Korea Institute di Johns Hopkins University mengkonfirmasikan tindakan tersebut. Para peneliti mengumumkan, sebuah gambar satelit yang diambil pada 27 Maret lalu menunjukkan adanya pembangunan reaktor plutonium Yongbyon. "Itu cara yang lebih cepat untuk membangun kembali produksi oleh reaktor," kata analis Nick Hansen dan Jeffrey Lewis.

Reaktor itu ditutup pada 2007. Setahun kemudian, menara pendinginnya dihancurkan. Penutupan tersebut merupakan bagian kesepakatan pelucutan nuklir antara Pyongyang dan pemerintah Amerika Serikat di masa Presiden George W. Bush.

Negara tersebut juga berhasil membuktikan kemampuan teknologinya dengan meluncurkan satelit hingga ke orbit bumi, Desember tahun lalu, meski alat itu kemudian malfungsi. Yang paling mengkhawatirkan Amerika dan sekutunya, menurut situs Foreign Policy, adalah aktivitas Korea Utara menjual berbagai senjata yang dikembangkannya ke Iran, Pakistan, dan Suriah.

Di luar pamer kemampuan militer, pada Rabu pekan lalu Korea Utara menutup kawasan industri Kaesong bagi para pekerja Korea Selatan. Kaesong merupakan hasil usaha rekonsiliasi kedua Korea yang digagas pada akhir 1990-an. Zona industri bersama tersebut berdiri pada 2004 di kawasan Korea Utara, sekitar 10 kilometer dari perbatasan dengan Selatan. Dari catatan Telegraph, di Kaesong terdapat 123 perusahaan Korea Selatan dan lebih dari 800 pekerja negeri itu.

Kawasan industri Kaesong kerap menjadi barometer hubungan Korea Utara dan Korea Selatan. Kawasan ini tidak ditutup ketika Pyongyang melakukan uji coba nuklir beberapa kali. Namun Kaesong pernah diblokir pada 2009 ketika Seoul menolak memberikan akses bagi warganya untuk melintasi perbatasan.

Menurut seorang pekerja dari Seoul yang berhasil keluar dari Kaesong, beberapa pekerja masih tertahan karena tak tersedia alat transportasi ke perbatasan. "Beberapa orang tidak dapat kembali karena truk yang biasanya mengantar ke dalam Korea Utara tidak diizinkan masuk," ujarnya.

Juru bicara Kementerian Unifikasi Korea Selatan, Kim Hyung-seok, meminta Korea Utara segera mencabut larangan izin masuk bagi pekerja Selatan ke Kaesong. "Menjamin keselamatan warga kami merupakan prioritas utama, dan pemerintah Korea Selatan akan mengambil langkah antisipasi yang diperlukan," katanya.

Para elite Seoul rupanya mulai gerah dengan provokasi-provokasi belakangan. Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Kwan-jin mengaku tengah mencari opsi terbaik untuk menjamin keamanan warganya yang masih berada di Kaesong. "Bila perlu, kami mengambil langkah militer," ujarnya seperti dikutip Yonhap.

Presiden Korea Selatan Park Geun-hye menyatakan bakal bereaksi keras. "Kita harus membalas dengan kuat dan langsung tanpa pertimbangan politik lain jika Korea Utara meningkatkan provokasi terhadap rakyat kami," katanya.

Pemerintah Cina pun khawatir terhadap perkembangan di Semenanjung Korea ini. "Kami mendesak semua pihak agar tidak mengambil langkah provokatif yang bisa memperburuk situasi," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Cina, Hong Lei.

Namun tak semua menilai krisis Korea terakhir ini sudah genting. "Utara sengaja mencari perhatian dari masyarakat internasional karena posisinya terpojok," kata Leonid Petrov, ahli Korea di Universitas Nasional Australia di Sydney, kepada Al-Jazeera.

Tujuannya, menurut Petrov, agar rakyat bersatu mendukung Kim Jong-un. Pemimpin muda ini dinilai sedang getol memperkuat pengaruhnya. Sejauh ini, untuk pengendalian militer, Kim mengandalkan bibinya, Kim Kyong-hui, dan suami sang bibi, Jang Sung-taek.

Petrov ragu terhadap kemampuan Korea Utara mengirim serangan jauh. Uji coba peluru kendali paling sukses Korea Utara sejauh ini terjadi pada 2006, ketika Taepodong-2 jatuh ke laut setelah menjelajah sejauh 250 mil, masih kurang 3.250 mil untuk sampai ke Amerika.

Menurut Narushige Michishita dari Pusat Kajian Kebijakan National Graduate Institute, Jepang, baru rudal Rodong yang paling maju dengan kemampuan jelajah 800 mil—hingga dapat menjangkau pangkalan Amerika di Jepang. "Mereka menginginkan rudal balistik antarbenua. Tak diketahui apakah mereka sudah memilikinya," ujar James Hardy, editor Asia-Pasifik di mingguan IHS Jane's Defence.

Khalayak Seoul juga masih kalem saja pekan lalu. Anggota parlemen dari United Democratic Party, Jung Cheong-rae, menyatakan semuanya bakal terkendali. "Jika Utara menyerang, itu tak ada untungnya bagi mereka," tulisnya melalui media sosial. "Kami sudah dalam kondisi ini 60 tahun," kata seorang warga.

Harun Mahbub (AFP, Al-Jazeera, BBC, Hankyoreh, KCNA, Reuters, Telegraph, Yonhap)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus