Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus bullying masih kerap terjadi di Indonesia. Terakhir, bullying atau perundungan terjadi di SMA Binus Serpong, Tangerang yang melibatkan anak selebritas. Apa hukuman bagi pelaku bullying?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus bullying masih kerap terjadi di kalangan anak-anak mulai dari SD, SMP, hingga SMA terhadap teman sekolah mereka sendiri. Ironisnya, bullying kerap kali terjadi di lingkungan sekolah, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari preventingbullying.promoteprevent.org, perundungan adalah perilaku agresif yang berulang-ulang di mana seseorang atau sekelompok orang yang memiliki posisi berkuasa dengan sengaja mengintimidasi, menganiaya, atau memaksa seseorang dengan maksud untuk menyakiti orang tersebut secara fisik atau emosional. Tindakan bullying bisa bersifat fisik atau verbal. Perilaku tersebut berulang, atau berpotensi terulang, seiring berjalannya waktu.
Menurut UNICEF, anak-anak yang melakukan intimidasi biasanya berasal dari status sosial atau posisi kekuasaan yang lebih tinggi, misalnya anak-anak yang lebih besar, lebih kuat, atau dianggap populer.
Anak-anak yang paling rentan menghadapi risiko lebih tinggi untuk ditindas. Seringkali anak-anak tersebut adalah anak-anak dari komunitas yang terpinggirkan, anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak dengan identitas gender yang berbeda, anak-anak penyandang disabilitas atau anak-anak migran dan pengungsi.
Hukuman bagi pelaku bullying?
Hukuman Berdasarkan KUHP.
KUHP merupakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana umum di Indonesia. Dilansir dari an-nur.ac.id, ada beberapa pasal dalam KUHP yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku bullying atau diskriminasi, antara lain:
Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan fisik terhadap korban, seperti memukul, menendang, menjambak, mencubit, mencakar, dan lain-lain. Pelaku akan dijerat pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.
Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan fisik secara bersama-sama dengan orang lain terhadap korban. Pelaku diancam maksimal 5 tahun 6 bulan pidana penjara.
Pasal 335 KUHP tentang pengancaman. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan psikis terhadap korban, seperti mengancam akan membunuh, melukai, atau merugikan korban atau keluarganya. Pelaku mendapat acamana maksimal 9 bulan pidana penjara atau denda Rp4.500.
Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan psikis terhadap korban dengan cara menyebarluaskan pernyataan-pernyataan yang tidak benar dan merugikan nama baik korban. Jika terlibat, pelaku bullying akan mendapat ancaman maksimal 9 bulan pidana penjara atau denda Rp4.500.
Pasal 311 KUHP tentang fitnah. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan psikis terhadap korban dengan cara menuduh korban melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum tanpa bukti yang cukup. Pelaku perbuatan bullying ini mendapat ancaman maksimal 4 tahun pidana penjara.
Pasal 281 KUHP tentang pelecehan seksual. Pasal ini dapat diterapkan apabila pelaku bullying melakukan kekerasan seksual terhadap korban, seperti menyentuh bagian tubuh sensitif tanpa persetujuan, memaksa melakukan hubungan seksual atau tindakan seksual lainnya, dan lain-lain. Pelaku akan dikenakan sanksi maksimal 9 tahun pidana penjara.
Hukuman Berdasarkan UU Perlindungan Anak
Dikutip dari fh.esaunggul.ac.id, menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak dibawah umur memiliki hak dan perlindungan khusus dalam hukum, karena mereka dianggap belum memiliki kemampuan dan tanggung jawab penuh atas perbuatannya.
Undang-undang khusus yang mengatur perlindungan anak dari kekerasan, yaitu UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. UU ini melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. UU ini juga mengatur beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yang telah disebutkan sebelumnya, seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, ekonomi, dan sosial budaya.
Selain itu, UU ini juga mengatur beberapa sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak, antara lain:
- Pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta untuk kekerasan ringan.
- Pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta untuk kekerasan berat yang menyebabkan luka.
- Pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar untuk kekerasan berat yang menyebabkan kematian.
- Pidana ditambah sepertiga apabila yang melakukan kekerasan tersebut adalah orang tua anak.