Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pihak Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Depok tidak responsif dalam merespon aduan perundungan korban berinisial R (15 tahun). Korban merupakan siswa kelas IX, yang diterima melalui jalur inklusi bagi anak berkebutuhan khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, ayah korban, Fahmi, melaporan dugaan bully ke Kepolisian Resor (Polres) Metro Depok pada Kamis, 3 Oktober 2024. Laporan itu adalah imbas dari dugaan bully yang diperkirakan terjadi saat upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di SMP N 8 Depok, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Fahmi, anaknya dipukul, ditendang dari belakang, hingga dilempari batu yang mengenai mata dan muka R saat upacara. Namun, Wakil Bidang Sarana Prasarana SMP Negeri 8 Depok Siti Rukiah membantah siswa-siswanya melakukan itu dan menyebut yang dialami R sebagai candaan belaka.
Namun, usai menemui korban, KPAI menyebut ini adalah persoalan serius sebab sekolah terindikasi mengabaikan laporan orang tua korban. “Orang tua menilai kepala sekolah tidak sensitif korban, tidak memiliki perspektif disabilitas, dan seperti menormalisasi keadaan,” ujar Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 5 September 2024.
Anggapan itu muncul usai kepala SMP Negeri 8 Depok, kata Fahmi, melontarkan ‘anak ini masih sadar kan’ saat mengetahui korban terluka, karena melampiaskan amarahnya dengan memukul kaca jendela sekolah. KPAI menyampaikan bahwa tindakan self-harm yang dipilih korban didasari oleh kesulitan R dalam mencari akses komunikasi ke sekolah.
“Artinya ada masalah serius, soal mindset sekolah melihat anak disabilitas yang sudah menunjukkan kekecewaan besarnya namun belum dilihat sebagai bentuk protes,” kata Jasra yang menemui korban di rumah orang tuanya pada Jumat, 4 September 2024.
Dengan adanya peristiwa ini, KPAI menyebut pelaksanaan program sekolah inklusi perlu diawasi dan dipastikan lagi agar tidak terjadi pengabaian serupa. Jasra menyampaikan sekolah perlu didorong untuk melakukan pembenahan yang menjadi bagian dari tri pusat Pendidikan, yakni sekolah, keluarga, dan masyarakat.