Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan tanggapan terhadap Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas IPB, Prof Bambang Hero Saharjo, yang dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Bangka Belitung, pada 8 Januari 2025. ICW menilai pelaporan terhadap Bambang Hero merupakan salah satu upaya perlawanan balik dari koruptor dalam bentuk judicial harassment.
Judicial harassment merupakan bentuk ancaman kepada pembela hak asasi manusia (HAM) melalui penyalahgunaan hukum untuk melakukan intimidasi dan pembungkaman kritik melalui jalur hukum. Berdasarkan catatan ICW, terdapat 50 kasus intimidasi terhadap 123 pegiat antikorupsi selama 2015-2024. 20 Dari puluhan kasus tersebut, terdapat 26 orang menjadi korban terkait dengan judicial harassment.
Judicial harassment yang teridentifikasi oleh ICW, antara lain gugatan perdata, pencemaran nama baik, penggunaan UU ITE, penangkapan secara sewenang-wenang, dan pengenaan pasal yang tidak sesuai.
Menurut ICW, pelaporan Bambang Hero ke aparat penegak hukum bukan merupakan kasus pertama. Pada 2018, Bambang juga pernah digugat secara perdata bersama dengan Basuki Wasis saat menjadi ahli. Mereka digugat oleh terdakwa kasus dugaan korupsi pengeluaran izin pertambangan yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, berkata, “Upaya judicial harassment ini merupakan serangan terhadap saksi ahli sehingga akademisi memiliki kerentanan mendapatkan intimidasi ketika memberikan keterangan ahli untuk upaya pengungkapan kasus korupsi.”
Tindakan tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat (PermenLHK 10/2024). Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PermenLHK 10/2024 tersebut menyatakan bahwa orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Selain itu, dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d semakin memperjelas bahwa orang yang memperjuangkan lingkungan hidup, yakni akademisi/ahli.
Atas dasar tersebut, Polda Bangka Belitung harus menolak laporan yang disampaikan oleh pihak terlapor karena tidak sejalan dengan PermenLHK 10/2024. Jika Polda Babel tetap melanjutkan, ini merupakan serangan terhadap pemberantasan korupsi ke depan.
ICW menegaskan bahwa argumentasi dari pelapor tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat. Sebab, perhitungan Bambang Hero nilai kerugian ekologis dalam perkara ini telah diakomodasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai bagian dari valuasi terhadap kerugian keuangan negara sekitar Rp300 Triliun.
ICW meyakini bahwa proses perhitungan yang dilakukan oleh BPKP telah didasarkan pada prinsip due proportional care. Artinya, perhitungan ini telah diakui oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini. Dengan demikian, pelaporan Prof. Bambang Hero adalah judicial harassment.
Sebelumnya, Bambang Hero dilaporkan oleh Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan Bangka Belitung, Andi Kusuma ke Kepolisian Daerah Bangka Belitung pada Rabu, 8 Januari 2024. Dikutip dari Antara, Andi menuduh keterangan Bambang soal kerugian negara dalam kasus korupsi timah merupakan informasi keliru. Dia mengatakan keterangan itu melanggar Pasal 242 KUHP karena Bambang dinilai memberikan keterangan palsu. Dia juga menuding Bambang tidak kompeten dalam menghitung kerugian negara tersebut.
Bambang Hero membantah tudingan bahwa dia tidak kompeten menghitung jumlah kerugian yang timbul dalam kasus tersebut. “Saya dibilang tidak kompeten itu tidak benar ya, bohong besar itu. Karena, kalau saya tidak kompeten, tidak mungkin perhitungan saya itu diterima oleh majelis hakim,” kata dia kepada Tempo, Sabtu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini