Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, membenarkan bahwa belakangan marak terjadi kekerasan seksual dan pencabulan terhadap anak di lingkungan panti sosial atau lembaga pendidikan berasrama. Ai mengatakan hal itu disebabkan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya dapat menjamin perlindungan dan keamanan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya saja panti sosial. Ai menerangkan bahwa banyak masyarakat yang tak menyangka akan terjadi peristiwa kekerasan seksual dan pencabulan di panti sosial. Ia menyinggung kasus terbaru, seperti di Panti Asuhan Darussalam An’Nur, Kota Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada empati masyarakat, lalu pendekatannya juga biasanya religius, ada pendekatan kemanusiaan, charity. Jadi kita tidak menyangka atau kecil kemungkinan akan ada hal-hal seperti itu di dalam sana,” ucap Ai kepada Tempo, Senin, 14 Oktober 2024.
Ai juga menyinggung ada relasi kuasa yang berperan dalam setiap kejadian kekerasan seksual terhadap anak. Apalagi anak-anak yang berada di panti sosial. Posisi anak yang lemah dan bergantung pada pemilik atau pengasuh yayasan membuat mereka sulit untuk melawan keadaan.
Begitu pula dengan pendidikan berbasis asrama yang juga belakangan marak terjadi kasus kekerasan seksual. Ai mengungkapkan banyak masyarakat yang menaruh harapan agar anak yang mereka titipkan dalam pengasuhan alternatif dapat menjadi anak yang baik. Para orang tua, kata Ai, tak mungkin menyangka di dalam lembaga pendidikan berasrama anak mereka akan diperlakukan buruk.
“Itu kan semacam institusional branding yang mudah sekali manipulasinya kepada kita semua,” ucap dia.
Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication and Media (ACCM) Save the Children Indonesia, Tata Sudrajat, berpandangan maraknya pemberitaan kasus kekerasan fisik maupun kekerasan seksual di panti sosial dan lembaga pendidikan berasrama disebabkan meningkatnya kesadaran publik soal perlindungan anak.
Kekerasan, kata Tata, baik itu kekerasan fisik maupun seksual kerap terjadi di masa lalu dan selalu diupayakan untuk ditutupi. Jika memang kesadaran masyarakat sudah mulai meningkat, lanjut dia, maka maraknya kasus yang muncul merupakan dampak dari kesadaran itu. “Jadi kalau misalnya benar kesadaran itu meningkat, maka kita akan terus menyaksikan pemberitaan atau laporan tentang kekerasan di pendidikan berasrama,” ucap Tata.