Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik narasi yang menyebut bahwa di alam demokrasi pemerintah tidak bisa melarang LGBT. Alasannya, tidak ada aturan hukum yang melarang atau memberikan sanksi terhadap LGBT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Padahal, Deddy Corbuzier yang memantik kontroversi soal LGBT malah merespons positif kritik dan penolakan masif dari masyarakat dengan men-take down tayangannya dan mengaku salah, serta meminta maaf,” kata Hidayat dalam keterangan tertulis, Kamis, 12 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jika benar ada kekosongan hukum yang diperlukan, kata HNW, sewajarnya sebagai negara hukum, maka pihak-pihak yang berkewenangan segera mengisinya dengan membuat aturan UU baik DPR maupun pemerintah dengan melakukan inisiatif mengajukan usulan RUU.
Langkah ini untuk mengisi kekosongan hukum terkait LGBT. “Bukan malah seolah-olah tak berdaya, sehingga permisif dan membiarkan LGBT dengan kasusnya yang potensial berulang dan berlanjut,” kata politikus PKS itu.
Menurutnya, masyarakat luas sudah menolak dan penyimpangannya LGBT jelas-jelas tidak sesuai norma Pancasila dan UUDNRI 1945Pasal 1 ayat (2), Pasal 28B ayat (1), Pasal 28J ayat (2). dan Pasal 29 ayat (1).
“Sekalipun demikian kondisi kekosongan hukum yang diklaim dan bisa ditunggangi untuk pembuatan atau legalisasi LGBT dengan penyimpangan seksualnya, sudah dari dulu diantisipasi oleh FPKS DPR RI,” kata Hidayat.
Hidayat Nur Wahid mengatakan dalam pembahasan RUU TPKS, FPKS DPR mengusulkan agar tindak pidana terkait seksual bukan hanya yang mengandung unsur kekerasan seksual tapi kejahatan seksual.
“Seperti perselingkuhan dan perkawinan sejenis atau laku seks menyimpang di kalangan LGBT. Sayangnya sikap dan usulan antisipatif dan konstruktif FPKS tidak didukung oleh fraksi-fraksi yang lain. Juga tidak didukung oleh pemerintah, sehingga FPKS menolak pengundangan RUU tersebut,” katanya.
Inilah menurut HNW dampak langsungnya, yaitu ketika terjadi kasus LGBT, pemerintah dengan dalih demokrasi menyebut tidak ada aturan hukum yang melarang. “Harusnya pemerintah dan DPR sadar ada masalah yang perlu diberikan solusi hukum dengan mengisi kekosongan hukum tersebut,” katanya.
Menurutnya, pemerintah dan DPR dapat mengambil langkah dengan memperbaiki UU TPKS atau mengundangkan revisi UU KUHP atau membahas dan mengundangkan Rancangan Undang-Undang Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual.
Ini sebagai upaya membentengi masyarakat dan negara dari propaganda dan laku penyimpangan seksual seperti yang dilakukan kalangan LGBT.
Hidayat Nur Wahid mengatakan kebutuhan atas RUU tersebut sangat mendesak, apabila melihat banyaknya kasus, serta reaksi masyarakat luas yang menolak Podcast Deddy Corbuzier dengan pasangan LGBT yang dinilai ‘mempromosikan’ dan ‘membuat tutorial’ menjadi gay atau perilaku seks menyimpang.
Kebijakan Diskriminatif untuk LGBT
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengatakan sikap publik Indonesia yang kontra terhadap keberadaan komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau LGBT mulai menguat sejak 2016.
Baca juga: Soal Penentangan LGBT, Sejuk: Banyak Kebijakan yang Menentang Komunitas Ini
MUTIA YUANTISYA