Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Istri Anggota TNI Ditahan usai Bongkar Dugaan Perselingkuhan Suami, Perempuan Mahardhika: Darurat Pemahaman Gender

Perempuan Mahardhika mengatakan, polisi seharusnya melindungi perempuan seperti Anandira, korban perselingkuhan suami yang berani bersuara.

17 April 2024 | 12.58 WIB

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Jansen Avitus Panjaitan (tengah) didampingi oleh Kepala Kepolisian Resor Denpasar Komisaris Besar Wisnu Prabowo (kanan) dan Kepala Penerangan Kodam IX/Udayana Kolonel Inf. Agung Udayana menunjukkan foto "screenshot" dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) saat menggelar konferensi pers di Mapolda Bali, Denpasar, Senin, 15 April 2024. Foto: ANTARA/Rolandus Nampu
Perbesar
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Jansen Avitus Panjaitan (tengah) didampingi oleh Kepala Kepolisian Resor Denpasar Komisaris Besar Wisnu Prabowo (kanan) dan Kepala Penerangan Kodam IX/Udayana Kolonel Inf. Agung Udayana menunjukkan foto "screenshot" dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) saat menggelar konferensi pers di Mapolda Bali, Denpasar, Senin, 15 April 2024. Foto: ANTARA/Rolandus Nampu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Tyas Widuri buka suara soal kasus yang menimpa Anandira Puspita, istri anggota TNI yang jadi tersangka usai bongkar kasus perselingkuhan suaminya. Tyas menilai penetapan Anindira sebagai tersangka menunjukkan aparat penegak hukum darurat pemahaman tentang gender dan relasi kuasi.

Usai kasusnya viral, istri anggota TNI Lettu Malik Hanro Agam itu kini mendapatkan penangguhan penahanan. Anindira telah berkumpul kembali dengan keluarganya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Kasus Anandira semakin menunjukkan kedaruratan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum tentang gender dan relasi kuasi serta konteks perempuan berhadapan dengan hukum,” ujar Tyas saat dihubungi melalui pesan singkat, Selasa, 16 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi, kata Tyas, seharusnya melindungi perempuan korban yang berani bersuara. Perlindungan itu antara lain berupa perlindungan privasi dan larangan tindak pembalasan terhadap seseorang yang mengungkapkan pemasalahan tertentu. “Bukan malah membungkam orang-orang yang berani bicara kebenaran,” kata dia.

Dalam banyak kasus, Tyas mengatakan perempuan korban justru kerap kembali dikriminalkan. Dia pun mempertanyakan tindakan polisi yang menahan Anandira dan bayinya usai membongkar kasus itu. “Apa urgensinya sehingga Anindira harus segera ditahan? Apakah dirinya dan bayinya membahayakan masyarakat?” ujar dia.

Untuk meningkatkan sensitivitas gender, Tyas menuturkan aparat penegak hukum harus terlibat lebih banyak dalam edukasi dan pencegahan untuk melawan terjadinya berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, Tyas menilai kasus ini semakin menunjukkan betapa bermasalah dan karetnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ketika sebuah kasus dilaporkan dengan UU ITE, dia menilai polisi harus menyelidiki secara mendalam dan fokus kepada fakta hukum. “Tidak langsung menangkap, menahan, membawa orang yang dilaporkan,” kata dia.



close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus