Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemimpin redaksi Lassernewstoday.com Mara Salem Harahap diduga dibunuh karena memeras pemilik tempat hiburan malam.
Pemberitaan tentang peredaran narkotika di Ferrari Resto & Bar diduga dibarter dengan jatah dua butir ekstasis etiap hari.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ikut melindungi saksi kunci karena ada potensi ancaman.
MASIH memakai baju tidur, Bonia bergegas memacu sepeda motor menembus gelap jalan pada Jumat dinihari, 18 Juni lalu. Perempuan 38 tahun itu menerima kabar dari tetangga bahwa mobil Datsun GO berkelir putih milik suaminya, Mara Salem Harahap, terparkir di pinggir jalan. Lokasinya berjarak sekitar 300 meter dari rumahnya di Jalan Umum Huta VII Nagori Karang Anyar, Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, sekitar setengah jam berkendara dari Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Bonia melihat penduduk mengerubungi mobil itu. Ia panik. Celana Marsal—panggilan Mara Salem—terlihat berlubang di bagian paha kiri atas. Baju bagian depan pria 43 tahun itu juga bersimbah darah. “Ketika lihat celananya berlubang, saya langsung menduga pasti ada yang tidak beres,” tutur Bonia saat dijumpai di rumahnya, Kamis, 1 Juli lalu.
Marsal terlihat menitikkan air mata sembari merintih kesakitan. Ia terlihat sesekali muntah darah. Setelah sekitar 15 menit bengong melihat suaminya, Bonia meminta bantuan warga yang mengerubunginya agar membawa suaminya ke rumah sakit. “Saat itu dia masih hidup,” kata Bonia.
Sementara itu, Bonia berbalik menuju rumah untuk bersalin baju. Tapi ia batal menyusul sang suaminya ke rumah sakit. Pemimpin Redaksi Lassernewstoday.com itu meninggal di sana. Ia diduga kehabisan darah.
Empat hari setelah kematian Marsal, polisi menangkap Sujito, Yudi F., dan Prajurit Kepala Awaludin Siagian di Pematangsiantar dan Kabupaten Batubara. Mereka menjadi tersangka pembunuh Marsal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberitaan terkait peredaran ekstasi di lassernewstoday.com./Dok. Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sujito merupakan pemilik tempat hiburan Ferrari Resto & Bar di Pematangsiantar. Yudi pejabat hubungan masyarakat di kafe itu. Awaludin sehari-hari menjadi personel Kompi Bantuan Batalion Infanteri 122/Tombak Sakti di Simalungun. “Berdasarkan pengakuan, yang menembak korban adalah Awaludin atas perintah Sujito,” ucap Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal R.Z. Panca Putra Simanjuntak.
Menurut mantan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi ini, Sujito resah terhadap artikel Marsal di portal Lassernewstoday.com tentang peredaran narkotik di Kafe Ferrari. Tujuh kali Marsal menurunkan berita senada pada rentang Oktober 2020-Juni 2021.
Kepada polisi, Sujito mengaku kesal dengan Marsal atas berita-berita itu. Soalnya, sebelum menurunkan berita-berita tersebut, kata dia, Marsal meminta “jatah” dua butir pil ekstasi sehari. Sujito keberatan karena merasa sudah memberikan “jatah” lain berupa Rp 40 juta sebulan untuk 80 wartawan agar tak memberitakan peredaran narkotik di kafenya.
Pada awal Juni lalu, Sujito memanggil Yudi dan Awaludin ke rumahnya di kawasan Siantar Barat. Ia mengenal Awaludin karena tentara tersebut kerap berkunjung ke Ferrari. “Kalau begini model orangnya, cocoknya dibedil,” ujar Sujito dalam pertemuan itu, seperti ditirukan seseorang yang mengetahui pemeriksaan tiga tersangka tersebut.
Marsal bukan orang yang tak dikenal oleh polisi. Pada Agustus 2020, polisi menangkapnya bersama dengan seorang temannya karena diduga memeras seorang pejabat perusahaan perkebunan. Ia juga pernah dilaporkan dikeroyok oleh warga sekitar karena Marsal memberitakan perjudian.
Sujito memulai rencana eksekusi Marsal dengan mengirimkan uang senilai Rp 15 juta kepada Awaludin. Uang itu digunakan untuk membeli satu set air gun rakitan senilai Rp 7 juta.
Praka Awaludin sebenarnya pernah menembakkan pistol itu ke arah Marsal saat berada di Ferrari pada Juni lalu, beberapa hari sebelum meninggal. Upaya itu gagal karena air gun yang bisa memuntahkan gotri tersebut macet.
Setelah kejadian itu, Marsal kembali menerbitkan berita berjudul “Beroperasi Sore Hari, Diduga Bisnis Pil Ekstasi Kembali Beroperasi di THM Ferrari, Satnarkoba Siantar Tutup Mata” pada 18 Juni 2021. Setelah berita itu terbit, sekitar pukul 14.30, Awaludin menemui Yudi. Mereka lalu berpesta di salah satu hotel di Pematangsiantar.
Menjelang pukul 22.30, keduanya singgah di Kafe Ferrari. Mereka kemudian menuju rumah Marsal di Jalan Umum Huta VII dengan mengendarai sepeda motor Honda Vario. Yudi memboncengkan Awaludin. Mereka tak melihat mobil Marsal di rumah itu. Keduanya lantas balik kanan.
Saat menuju kafe, mereka berpapasan dengan mobil Marsal. Mereka balik arah lalu mengejarnya. Mobil berjalan lambat. Kaca depannya pun terbuka.
Masih berada di atas sepeda motor, Awaludin menembakkan air gun ke arah paha kiri Marsal yang masih mengemudikan mobil. “Niat awal hanya untuk melukai, memberi peringatan, karena itu menembaknya di paha,” ujar Inspektur Jenderal Panca, menirukan pengakuan Awaludin.
Setelah menembak, Yudi dan Awaludin tancap gas menuju Ferrari. Keduanya minum hingga mabuk. Menjelang sore, Yudi membawa pistol rakitan itu dan menguburnya di makam ayahnya. “Pada 19 Juni, Sujito memberi Rp 10 juta kepada Awaludin dan Rp 8 juta untuk Yudi sebagai imbalan,” tutur Panca.
Sewaktu polisi menggelar jumpa pers dengan menampilkan Sujito pada 24 Juni 2021, ia berterus terang hendak memberikan efek kejut kepada Marsal. “Saya mau beri shock therapy,” katanya. “Cuma saya mengatakan, ini (orang) mau buat rusuh. Kalau enggak dibedil, enggak bisa. Baru ada ketakutan dibuatnya,” ucapnya.
Polisi Sumatera Utara meminta bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) karena polisi mencium ancaman kepada seorang saksi. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu meluncur ke Pematangsiantar pada 23 Juni lalu.
Bonia, istri dari Mara Salem Harahap./TEMPO/ Adinda Zahra
Dari wawancara kepada para tersangka, ia memperkirakan ada pihak yang berpotensi mengancam saksi. LPSK juga melakukan asesmen lingkungan di sekitar tempat tinggal saksi. “Kini saksi tersebut sudah berada dalam perlindungan LPSK,” ujar Edwin tanpa menyebutkan identitas saksi itu.
Polisi juga menyegel Ferrari Resto & Bar. Semua pintu dan jendela kafe yang berada di lantai 2 itu terlihat ditutup pada Kamis, 1 Juli lalu. Kantor perwakilan sebuah partai di lantai satu juga ikut ditutup.
Menurut seorang pemilik warung nasi Padang yang berada tepat di seberang Ferrari, kafe itu baru beroperasi setahun terakhir. “Satu minggu lalu banyak polisi yang ke sana,” tutur pria yang menolak menyebutkan namanya itu.
Istri Marsal, Bonia, mengatakan tuduhan pemerasan suaminya kepada Sujito itu hanya soal persepsi. Ia mengklaim Marsal tak pernah meminta uang dari pejabat kecil seperti kepala desa. “Dia baik untuk orang-orang yang di bawah. Istilahnya, mencuri yang di atas buat yang di bawah,” katanya. “Kan gapapa, ya?”
Bonia akan melanjutkan kepemimpinan suaminya di Lassernewstoday.com. Ia mengatakan akan mengubah model pemberitaan di portal berita milik suaminya itu. “Berita Lasser tidak akan lagi sama seperti dipegang Marsal yang bercorak keras,” ujar Bonia.
LINDA TRIANITA, ADINDA ZAHRA (SIMALUNGUN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo