Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Amdal proyek penambangan PT Tambang Mas Sangihe di Kepulauan Sangihe diduga bermasalah.
Rencana penambangan berpotensi merusak ekosistem pulau dan kehidupan masyarakat.
Ada mantan relawan Jokowi di perusahaan tambang emas itu.
KAWASAN Pegunungan Sahendaruman hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Punggungnya yang berselimut hutan belantara menjadi wilayah resapan air utama bagi pulau yang terletak di utara Kota Manado itu. Tak kurang dari 70 sungai menggantungkan pasokan air dari gunung ini. “Sekarang kawasan itu terancam rusak karena masuk dalam area konsesi tambang PT Tambang Mas Sangihe,” ujar Alfred Pontolondo, Koordinator Save Sangihe Island, Jumat, 2 Juli lalu.
PT Tambang Mas Sangihe (TMS) merupakan perusahaan patungan Sangihe Gold Corporation yang berbasis di Kanada, dengan PT Sungai Belayan Sejati, PT Sangihe Prima Mineral, dan PT Sangihe Pramata Mineral. Sebanyak 70 persen saham dikuasai Sangihe Gold Corporation, anak perusahaan East Asia Mineral.
Perusahaan ini bakal mengelola area pertambangan seluas 42 ribu hektare di Sangihe lewat kontrak karya. Lokasinya berada di sisi selatan pulau seluas 72 ribu hektare tersebut. Dengan kata lain, hampir 57 persen luas pulau menjadi area konsesi tambang emas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamp Sangihe Gold Project./https://barugold.com/
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut catatan perusahaan, Pulau Sangihe menyimpan emas terunjuk sebesar 3,16 juta ton dengan kadar emas 1,13 gram per ton dan perak 19,4 gram per ton. Penambangan PT Tambang Mas akan dilakukan secara terbuka dengan mengeruk 4 juta ton batuan yang mengandung sekitar 900 ribu ton bijih emas dengan mengekstraksinya memakai sianida.
Alfred memprotes restu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menerbitkan izin operasi produksi PT Tambang Mas pada 29 Januari lalu. Menurut dia, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang menjadi dasar penerbitan izin tak pernah dibahas secara terbuka.
Studi kelayakan rencana operasi PT Tambang Mas mestinya dibahas dengan melibatkan masyarakat sekitar penambangan yang terkena dampak. Alfred juga menilai izin itu melabrak sejumlah aturan. “Pulau itu tidak layak dijadikan kawasan tambang dan rentan dengan ancaman bencana,” ujarnya.
Save Sangihe Island melaporkan kejanggalan proses perizinan PT Tambang Mas ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada pertengahan Mei lalu. Komisi masih memproses laporan tersebut. Materi laporannya mirip dengan permohonan pembatalan izin yang diajukan Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong kepada Kementerian Energi pada 3 Mei lalu.
Belakangan, laporan ini mencuat setelah Helmud meninggal di Makassar pada 9 Juni lalu. Helmud mendadak batuk darah lalu mengembuskan napas terakhir di dalam pesawat Lion Air JT 740 yang menuju Makassar setelah lepas landas dari Denpasar.
Kematian Helmud memunculkan dugaan ia diracun karena menolak izin penambangan emas di Sangihe. Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI dan Kepolisian Daerah Sulawesi Utara menyelidiki kematiannya dengan meminta tim dokter mengautopsi jasad Helmud. Hasil pemeriksaan menyimpulkan tak ditemukan racun di tubuhnya.
Pria berusia 58 tahun itu diduga meninggal karena penyakit yang sudah menahun. “Penyelidikan kasus itu kami tutup,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Utara Komisaris Besar Jules Abraham Abast.
Salinan surat penolakan Helmud viral pada hari kematiannya. Di surat itu, Helmud mengungkap dugaan kelalaian Kementerian Energi saat memberikan izin. Ia menyitir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Undang-undang itu melarang aktivitas penambangan di pulau kecil.
Helmud juga cemas operasi PT Tambang Mas akan merusak lingkungan, baik daratan, wilayah pesisir, maupun biota laut. “Kegiatan tambang hanya memberikan keuntungan pada pemegang kontrak karya, tapi tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” tulis Helmud dalam surat itu.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Ridwan Djamaluddin membenarkan adanya surat tersebut. Kementerian merespons surat itu dengan menjadwalkan pertemuan bersama pemerintah daerah. Menurut dia, izin operasional diterbitkan Kementerian setelah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mengeluarkan izin lingkungan pada September 2020. “Pemerintah bakal mengawasi kegiatan pertambangan PT TMS agar tak menimbulkan kerusakan lingkungan,” ucapnya.
Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong ./ANTARA/HO-Dok. Pribadi
Menurut Alfred Pontolondo, perlawanan Helmud nyaris tak mendapatkan dukungan dari jajaran Musyawarah Pimpinan Daerah Sangihe. Ketika itu, Helmud satu-satunya orang yang masih lantang menyuarakan penolakan rencana operasi PT TMS.
Dukungan dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kepulauan Sangihe pernah muncul dalam forum rapat, tak lama setelah izin operasi PT TMS terbit. Tapi upaya itu tetap gagal menganulir izin. “Pemerintah daerah tak punya kewenangan membatalkan,” tuturnya.
Tempo berupaya mewawancarai Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey soal sengkarut izin ini dengan mengirimkan surat ke kantornya dan sejumlah pegawai di Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Hingga Sabtu, 3 Juli lalu, Bendahara Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu tak kunjung merespons surat tersebut. Permintaan konfirmasi kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Christiano Talumepa juga tak membuahkan hasil. Ia tak kunjung membalas pesan yang dikirimkan ke nomor WhatsApp miliknya.
•••
BERADA di kawasan pesisir, luas Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe, mencapai 65 hektare. Lokasinya berada di sisi tenggara Pulau Sangihe. Vegetasi hutan bakau sepanjang 3,6 kilometer membentengi pantai desa. Saat ini, Desa Bowone digadang-gadang menjadi kawasan penambangan PT Tambang Mas Sangihe. Sebanyak 200 keluarga tinggal di desa itu. “Perkampungan kami akan digusur,” ujar Elbi Pieter, warga Desa Bowone.
Masyarakat Bowone tahu lahan di sekitar tempat tinggal mereka akan dibebaskan ketika PT Tambang Mas mengumpulkan penduduk di sebuah gedung sekolah pada 22 Maret lalu.
Dalam pertemuan itu, kata Elbi, perwakilan manajemen PT Tambang Mas menyatakan akan membeli semua lahan warga desa. Perwakilan PT Tambang Mas menawarkan harga Rp 50 juta per hektare. Menurut Elbi, mayoritas warga Bowone menolak tawaran itu. Mereka memilih mempertahankan kampung halaman. “Izin operasi yang mereka peroleh melanggar banyak aturan,” ujarnya.
Sejumlah pihak menguatkan dugaan warga desa. Juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, mengatakan PT Tambang Mas belum bisa mengeksploitasi Pulau Sangihe karena tak mengantongi rekomendasi kementeriannya. Ia menyinggung Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2019 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Merujuk pada aturan tersebut, Pulau Sangihe sulit menjadi area pertambangan karena masuk kategori pulau kecil yang memiliki luas di bawah 2.000 kilometer persegi. Dalam aturan Menteri Kelautan, pulau kecil menjadi prioritas untuk kepentingan nasional. “Karena itu pemanfaatannya harus mendapat rekomendasi KKP,” kata Wahyu.
Eksploitasi Pulau Sangihe juga berpotensi memunculkan banyak bencana. Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah, menjelaskan potensi meningkatnya bencana bisa terjadi karena Pulau Sangihe berada di pertemuan Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Kecil Maluku-Sangihe. Pulau Sangihe juga berada dekat dengan lima gunung yang sebagian di antaranya masih aktif. “Karena struktur tanahnya labil, musibah gempa, longsor, dan banjir bandang kerap terjadi,” ujar Merah.
Ia menduga proses izin operasional PT Tambang Mas berjalan mulus lantaran keterlibatan orang-orang lingkaran pendukung Presiden Joko Widodo. Ia menyebut nama Todotua Pasaribu, Direktur Kopi Politik Syndicate, organisasi yang tercatat pernah menjadi bagian dari relawan Joko Widodo pada pemilihan presiden 2019.
Dalam situs Gold Corporations, perusahaan yang berafiliasi dengan Sangihe Gold Corporation, nama Todotua tercantum sebagai salah satu direktur yang membawahkan urusan hubungan pemerintah. Todotua juga menjadi anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia yang punya rekam jejak di sejumlah bisnis keuangan, tambang, hingga energi.
Todotua menolak tudingan yang mengaitkan kemudahan izin PT Tambang Mas dengan aktivitasnya sebagai relawan Jokowi. Menurut dia, setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam berbisnis. Sejak bergabung ke perusahaan pada 2019, ia mengaku banyak menjembatani komunikasi dengan pemerintah untuk keperluan izin amdal. Todotua bergabung selama satu setengah tahun dengan PT Tambang Mas. “Saya tidak ingin banyak komentar karena sejak 10 bulan lalu tidak lagi bekerja di TMS,” ucapnya, Sabtu, 3 Juli lalu.
Manajer Tambang PT Tambang Mas Bob Priyo Husodo menjelaskan Kementerian Energi menerbitkan persetujuan kegiatan operasi PT TMS setelah menyetujui laporan studi kelayakan perusahaannya.
PT Tambang Mas, kata Bob, mengurus izin tersebut secara berjenjang setelah mengantongi izin lingkungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Bob memastikan semua tahap perizinan sudah mereka lakukan sesuai dengan prosedur. “Dokumen legalitas untuk operasional perusahaan sudah kami urus,” katanya.
PT Tambang Mas Sangihe merupakan perusahaan pemegang kontrak karya generasi keenam dengan pemerintah Indonesia yang sebelumnya dibuat pada 1997. Semula, kata Bob, konsesi lahan yang diberikan pemerintah kepada perusahaannya ditujukan untuk lahan seluas 123 ribu hektare.
Penyusutan area konsesi menjadi 42 ribu hektare diberlakukan melalui Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 514.K/30/DJB/2010. Selain di Sangihe, PT Tambang Mas mendapat konsesi tambang di Kabupaten Kepulauan Talaud, tetangga Kepulauan Sangihe.
Seorang pengusaha yang pernah ikut mengurus dokumen PT Tambang Mas mengatakan alasan pemerintah menerbitkan izin operasional lantaran maraknya aktivitas tambang rakyat di Kepulauan Sangihe. Penambangan itu meningkat sejak sejumlah peneliti asing melakukan eksplorasi untuk mengkaji kandungan emas di pulau itu pada 1980-1990.
Kondisi pulau saat ini dikabarkan rusak akibat pertambangan rakyat. “Tambang rakyat sulit dikontrol dan tak memberikan kontribusi bagi pendapatan negara,” ujarnya.
Merah Johansyah menampik dalih itu. Aktivitas tambang rakyat, kata dia, tidak bisa menjadi alasan bagi pemerintah untuk mempercepat izin PT Tambang Mas. Menurut dia, izin eksploitasi emas secara besar-besaran di Pulau Sangihe hanya akal-akalan pemerintah memanjakan investasi asing.
Merah meminta pemerintah mengkaji ulang izin operasional PT Tambang Mas. Soalnya, jika operasi penambangan tetap berjalan, setengah kawasan pulau akan hilang bersamaan dengan proses penggalian. “Populasi hewan endemik akan terancam,” katanya.
RIKY FERDIANTO, FRANSISCA CHRISTY ROSANA, RONNY BUOL (MANADO)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo