Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Jengkel, menculik. dan mati

Seorang tersangka penculik dan pembunuh anak berusia 2,5 tahun meninggal dalam tahanan polisi. kasusnya kemudian tidak diperpanjang lagi.

30 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH diculik dari rumah orang tuanya, Jonathan Parluhutan Simanjuntak kemudian dibunuh. Sedangkan Jasman, 23 tahun, tersangka penculik anak berusia 2,5 tahun itu meninggal di RS Polri Jumat tiga pekan silam. ''Ia meninggal akibat infeksi di telinganya,'' kata Mayor Budi Santoso, Wakil Kepala Direktorat Reserse Polda Metro Jaya. Menurut Budi, polisi berusaha merawat Jasman dengan mengirimnya ke rumah sakit. Tapi karena lukanya parah, jiwanya tak tertolong lagi. Jasman adalah pembantu di rumah Chatarinus Simanjuntak, Sekretaris Jenderal Pemuda Pancasila, di Jalan Tebet Barat X. Pembantu asal Blora itu sudah 2 tahun bekerja di rumah Chatarinus, dengan gaji Rp 45 ribu sebulan. Jasman, yang penampilannya rapi dan cenderung kemayu itu, memang rajin. ''Belakangan ia suka membantah dan ngedumel,'' kata Chatarinus pada Juwarno dari TEMPO. Pada Selasa sore 7 September Jasman membawa Jonathan, anak sulung Chatarinus. Malamnya melalui telepon, Jasman mengaku menculik Jonathan. Ia jengkel pada Cornelius, adik majikannya, yang sering mengejeknya bencong. ''Saat itu saya mencoba bersikap ramah agar Jasman tidak menyakiti Nathan,'' cerita Joyce, istri Chatarinus. Dan Jasman berjanji tidak akan menyakiti Jonathan. Ternyata pada malam itu juga Jonathan dibunuh. Dalam pemeriksaan polisi, Jasman mengaku membunuh Jonathan karena anak itu rewel, terus menangis minta dipulangkan. Karena Jasman kesal dan panik, leher Jonathan dijeratnya dengan tali tas dan dicekiknya sampai tewas. Jenazah anak itu ditemukan di selokan di depan satu SD di Desa Beji, Depok, Jawa Barat, 9 September. Dua hari kemudian, tersiar berita tentang penemuan mayat anak kecil di Depok. Chatarinus memeriksa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dilihatnya mayat itu adalah jasad Jonathan, anaknya. Chatarinus lalu mengerahkan anggota Pemuda Pancasila membantu polisi mencari Jasman. ''Waktu itu kalau menurutkan emosi, saya ingin mencincang Jasman,'' kata Chatarinus. Tapi tindakannya itu tak bisa menghidupkan lagi anaknya. ''Karena itu, saya wanti-wanti pada anggota Pemuda Pancasila agar tidak main hakim sendiri kalau menemukan Jasman, tapi langsung diserahkan kepada yang berwajib,'' katanya. Karena Jasman terus menelepon rumah majikannya, polisi lalu bekerja sama dengan petugas Telkom melacak lokasi Jasman menelepon. Jumat, 10 September, lokasi Jasman diketahui, sekitar terminal Pasar Minggu. Malam itu juga polisi dan anggota Pemuda Pancasila memeriksa ke sana. Mereka menemukan Jasman tidur di emper toko Robinson. Chatarinus mengakui, karena emosi spontan, beberapa anggota Pemuda Pancasila pada malam itu memukuli Jasman yang bertubuh kerempeng itu. Tapi Chatarinus tak tahu siapa yang memotong kuping Jasman. ''Yang mengeroyok Jasman tidak hanya anak buah saya, tapi juga masyarakat dan pedagang di sekitar itu,'' katanya. Tapi, menurut Chatarinus, polisi yang ikut mencari Jasman berhasil mencegah tindakan main hakim sendiri itu berlanjut. Jasman lalu dibawa ke Polda Metro Jaya. Tiga minggu dalam tahanan, Jasman meninggal. Dengan kematian Jasman, perkara penculikan dan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya kini menjadi gelap. ''Padahal berkasnya tinggal dilimpahkan ke pengadilan,'' kata Budi. Penyebab pastinya belum jelas karena visum dari RS Cipto Mangunkusumo belum keluar. Kini yang menjadi pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab terhadap kematian Jasman. Polisi lepas tangan. Menurut polisi, Jasman diserahkan ''sekelompok pemuda'' sudah kritis. ''Muka dan badannya babak belur. Satu telinganya terpotong,'' kata Budi. Saat itu Jasman masih bisa menjawab ketika diperiksa. Ketika itulah Jasman mengakui dan menceritakan kronologi penculikan yang dilakukannya. Namun, beberapa hari kemudian, mulut Jasman menjadi kaku, karena infeksi di telinganya. Polisi mengirimnya ke rumah sakit. Tapi ia sudah tidak tertolong lagi. Jika polisi menerima Jasman dari ''sekelompok pemuda'' dalam kondisi kritis, tentu yang dimaksud adalah Pemuda Pancasila. Merekalah yang menyerahkan Jasman pada polisi. Namun, Chatarinus menolak para pemuda di organisasinya itu disalahkan. ''Waktu diserahkan Jasman tidak mengalami penderitaan yang berarti. Ia masih sehat,'' katanya. Jasman waktu itu bahkan sempat diinterogasi selama beberapa pekan. Mertua Chatarinus juga sempat membesuk tersangka dalam tahanan. ''Waktu itu Jasman ngomongnya lancar. Ia masih bisa minta ampun sama mertua saya,'' kata Chatarinus. Chatarinus sendiri menyesali kematian Jasman. ''Saya belum tahu jelas motif Jasman menculik anak saya. Dia keburu meninggal,'' katanya. Toh Chatarinus sudah ikhlas melupakan peristiwa itu, dan tak mau memperpanjang. Kepala Dinas Penerangan Polda Metro, Letnan Kolonel A. Latief Rabar, berjanji akan mengusut kasus ini. Tapi pihaknya masih menunggu hasil visum dari RSCM. Namun, menurut Budi, pihak kepolisian tak akan menahan ''kelompok pemuda'' yang menyerahkan Jasman. ''Tindakan mereka bagus, dan mau menyerahkan buronan polisi. Belum tentu mereka yang menganiaya,'' katanya. Karena itulah, menurut Budi, polisi tidak memperpanjang kasus ini. Artinya, kasus Jasman ini ditutup. Bambang Sujatmoko dan Taufik T. Alwie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum