Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Haris Azhar mengatakan P21 atas kasusnya tersangka pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, baru pada Senin, 6 Maret 2023. Menurut dia, bukan pada 3 Februari 2023 seperti pernyataan Kejaksaan Tinggi DKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Haris Azhar menyanggah pernyataan yang beredar P21 sudah terjadi jauh sebelum hari itu. “Ternyata P21-nya hari ini, jadi bukan P21-nya dua minggu lalu seperti yang diberitakan,” kata Haris di Gedung Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya pada Senin, 6 Maret 2023.
Apa itu P21?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengutip publikasi Apa yang dimaksud P21? dalam konsultanhukum.net, kode tersebut berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-518/A/J.A/11/2001. Itu tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-132/JA/1 1/1994 tentang administrasi perkara tindak pidana. Kode P-21 pemberitahuan hasil penyidikan sudah lengkap. Setelah dinyatakan lengkap atau P21, hasil tersebut dituangkan dalam berkas lengkap secara formil dan materiel.
Setelah dinyatakan lengkap, berkas atau kasus dilimpahkan ke kejaksaan atau tahap dua. Jika sudah sampai tahap dua, berdasarkan Pasal 139 KUHAP, jaksa penuntut umum bisa menentukan berkas tersebut dilimpahkan ke pengadilan atau tidak Jika jaksa berpendapat dari hasil penyidikan akan dilakukan penuntutan, maka dalam waktu secepatnya harus membuat surat dakwaan. Kejaksaan juga akan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke pihak Pengadilan Negeri untuk dilakukan persidangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana, Pasal 8 menjelaskan, jika telah selesai melakukan penyidikan, maka wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum.
Mula kasus yang menimpa Haris Azhar dan Fatia
Haris dan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti dianggap mencemarkan nama Luhut dalam video yang diunggah saluran Youtube Haris Azhar. Keduanya membahas hasil riset sejumlah organisasi, antara lain KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka. Riset itu tentang keterlibatan para pejabat, purnawirawan TNI Angkatan Darat dalam bisnis pertambangan Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
“Luhut bisa dibilang bermain, di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini,” kata Fatia dalam video yang ditayangkan pada 20 Agustus 2021.
Luhut juga mempermasalahkan judul video, Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!”.
Luhut sempat dua kali memberikan somasi, salah satu isinya meminta Haris dan Fatia menyampaikan maaf. Merasa jawaban Haris dan Fatia tak memuaskan, Luhut melapor ke Polda Metro Jaya. Laporan diterima dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 22 September 2021.
“Sudah dua kali (somasi), dia tidak mau minta maaf. Sekarang kami ambil jalur hukum dan saya pidanakan dan perdatakan,” kata Luhut di Polda Metro Jaya.
Menurut kuasa hukum Haris, Nurkholis Hidayat, tak masalah jika Luhut minta kasusnya langsung dibawa ke pengadilan. Namun, Nurkholis mengatakan gagalnya mediasi kedua di Polda Metro Jaya diklaim sepihak oleh Luhut. Kata Nurkholis, penyidik telah diberi tahu, salah satu pihak tak bisa hadir. “Kesepakatannya mediasi akan dilakukan jika ada kesamaan waktu luang antar pihak,” kata Nurkholis, pada Senin, 15 November 2021.
Haris dan Fatia tak sepantasnya dipidana
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendesak kasus yang menyeret Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar dihentikan. Menurut dia, tindakan Haris dan Fatia tak bisa dipidana, karena dua orang itu hanya melemparkan kritik yang sah terhadap pejabat publik.
"Kami menilai penyidik dari Polda Metro Jaya dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah keliru dalam kasus ini," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 6 Maret 2023.
Isnur menjelaskan, kritik yang dilontarkan Haris dan Fatia mengawasi pemerintahan. Kebebasan warga negara untuk menyampaikan kritik termaktub dalam Pasal 28E ayat 3 UUD RI 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pilihan Editor: Kasus Haris Azhar dan Fatia Tak Dapat Dipidana, Ini Alasannya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.