Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas vonis bebas Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar. MA menguatkan putusan majelis hakim PN Jakarta Timur yang menyatakan Fatia dan Haris tidak terbukti bersalah pada kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan Koordinator KontraS dan Pendiri Lokataru itu disambut antusias oleh Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), selaku kuasa hukum keduanya. Pihak Fatia-Haris optimis akan kebebasan menyampaikan opini tanpa potensi dikriminalisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Melalui putusan ini, kami menilai Mahkamah Agung telah turut menjaga marwah kebebasan sipil yang menjamin sekaligus menekanan bahwa warga negara memiliki hak untuk memberikan kritik terhadap perjabat publik tanpa harus khawatir dipidana,” kata TAUD lewat keterangan tertulis pada Rabu, 25 September 2024.
Pada 8 Januari 2024, Fatia dan Haris telah dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi. Namun, JPU tidak menerima putusan majelis hakim dan mengajukan kasasi.
Melalui laman Kepaniteraan Mahkamah Agung, perkara Fatia yang terdaftar dengan nomor perkara 5714 K/Pid.Sus/2024 dan perkara Haris bernomor 5712 K/Pid.Sus/2024, sudah diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, Anggota Majelis 1 Ainal Mardhiah, dan Anggota Majelis 2 Sutarjo.
Majelis hakim menilai tuduhan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, tidak memenuhi unsur hukum. Sebab perbincangan Fatia dan Haris di podcast yang bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua” tidak termasuk penghinaan kepada Luhut.
Keduanya juga bebas dari dakwaan kedua dan subsider yang berarti dianggap oleh majelis hakim tidak memenuhi unsur pidana penyebaran berita bohong. Kemenangan dua aktivis HAM ini dianggap sebagai isyarat krusialnya perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan.
“Putusan ini juga sekaligus telah menyalakan harapan bagi orang-orang yang terus memperjuangkan isu kemanusiaan dan lingkungan khususnya di Papua,” ujar kuasa hukum Fatia dan Haris.
Adapun Haris Azhar mengatakan putusan ini sekaligus menandakan laporan bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya yang diluncurkan Koalisi Bersihkan Indonesia soal praktik bisnis di Blok Wabu, Papua merupakan kebenaran.
Berdasarkan catatan TEMPO, dari kajian itu diketahui ada empat perusahaan yang teridentifikasi menguasai konsesi lahan tambang di Blok Wabu. Satu di antaranya adalah PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) yang diduga terhubung dengan Toba Sejahtera Group. Luhut diketahui masih memiliki saham di Toba Sejahtera Group.
Toba Sejahtera Group melalui anak usahanya, PT Tobacom Del Mandiri, disinyalir mengempit sebagian saham PTMQ. Adapun West Wits Mining sebagai pemegang saham PTMQ membagi saham kepada Tobacom dalam proyek Derewo River Gold Project.
Laporan tersebut kemudian dibahas oleh Haris Azhar dalam kanal YouTube pribadinya bersama Fatia dengan judul: ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam’. Hal ini yang kemudian berujung pada pelaporan Haris Azhar dan Fatia ke polisi oleh Luhut atas tuduhan pencemaran nama baik.