Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya -Tim kuasa hukum korban kasus pemerkosaan dan pencabulan santriwati di Jombang mengadukan jaksa penuntut Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada Komisi Kejaksaan. Salah seorang anggota tim hukum korban, Mohammad Sholeh, mengatakan kasus yang disidik polisi sejak Oktober 2019 itu jalan di tempat karena berkas perkaranya hanya bolak-balik dari polisi ke jaksa. Kejaksaan beberapa kali mengembalikan berkas yang telah diserahkan polisi dengan alasan belum lengkap.
Menurut Sholeh, sebagai syarat agar berkas tersebut bisa P21, jaksa meminta pada penyidik Polda Jawa Timur agar dilakukan visum ulang terhadap korban berinisial MNK. Padahal, kata Sholeh, korban telah divisum dua kali. Dengan meminta MNK melakukan visum lagi, Sholeh menilai jaksa kurang peka pada psikologis korban yang sedang dalam kondisi tertekan.
Selain itu, jaksa juga meminta telepon seluler korban agar diserahkan untuk disita. Permintaan itu sulit dipenuhi korban karena telepon selulernya sudah hilang. “Permintaan-permintaan jaksa yang tidak relevan ini yang kemudian kami adukan ke Komisi Kejaksaan,” kata Sholeh seusai memantau sidang praperadilan kasus tersebut di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis petang, 16 Desember 2021.
Sholeh berharap jaksa segera menetapkan P21 berkas perkara tersebut agar kasunya bisa dinaikkan ke pengadilan. Sehingga di pengadilan, ujar dia, dapat diuji apakah yang disampaikan korban dan saksi-saksi benar atau tidak. “Kalau kasus ini berlama-lama, tentu berpotensi dipraperadilankan lagi oleh tersangka,” kata advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya ini.
Sholeh menilai bukti-bukti sudah cukup. Sebab, syarat alat bukti minimal dua sudah terpenuhi. Selain itu ada 11 saksi yang telah diambil keterangannya, ada hasil visum dan ada penjelasan ahli. “Bagi saya penyidik kepolisian sudah bekerja cukup keras dalam membuktikan kasus ini, sehingga jaksa tidak perlu mengembalikan lagi berkasnya,” kata Sholeh.
Kasus ini bermula dari aduan sejumlah santriwati Pondok Shidiqiyah, Ploso, Jombang yang telah menjadi korban kekerasan seksual diduga oleh Subchi Azal Tsani. Dari lima korban pencabulan, hanya satu yang berani melapor ke Polres Jombang, yakni MNK. Adapun satu korban masih berusia 15 tahun saat peristiwa terjadi pada 2017.
Menurut tim pendamping korban yang tergabung dalam Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual, kekerasan seksual yang dialami para korban itu berlatar belakang relasi kuasa, mengingat pelaku anak pemilik dan pengasuh pesantren tempat para korban mondok, serta pemilik pusat kesehatan yang sedang melakukan rekrutmen tenaga kesehatan. Ia mencaru calon pelamar santri dan santriwati pondok.
Pelaku memanfaatkan kepercayaan para korban serta kekuasaanya untuk melakukan pemerkosaan dan pencabulan. Demikian pula fakta pemerkosaan dan pencabulan dilakukan di bawah ancaman kekerasan, ancaman tak lolos seleksi, manipulasi adanya perkawinan dan penyalahgunaan kepatuhan terhadap gurunya. Kasus ini semula disidik oleh Polres Jombang, namun kemudian diserahkan kepada Polda Jawa Timur.
Baca Juga: Teriakan Selamatkan Perempuan Warnai Praperadilan Kasus Pemerkosaan Santriwati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini