Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya Kombes Roberto Pasaribu mengungkapkan modus kejahatan seksual terhadap anak melalui permainan daring atau game online. Pelaku menyamar sebagai teman sebaya kepada para korban dalam memuluskan aksinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mereka melakukan interaksi, setelah calon korban ini merasa nyaman, barulah dipindahkan komunikasinya dengan menggunakan sarana aplikasi komunikasi,” kata Roberto dalam tayangan YouTube channel PPATK Indonesia yang diunggah pada Jumat, 21 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun usia anak yang menjadi korban berkisar lima sampai 10 tahun dan rata-rata korban berada di rentang usia 14-15 tahun. Selain menipu korban dengan melakukan penyamaran, Roberto mengatakan pelaku juga menggunakan modus grooming untuk memancing anak-anak ke dalam perangkap. Grooming, kata Roberto, merupakan upaya untuk membuat korban nyaman sehingga akhirnya mereka mau menuruti keinginan pelaku.
Pelaku akan memanfaatkan fitur chat yang disediakan dalam game online it untuk membangun hubungan dengan korban. Misalnya memberikan bonus hingga berpihak kepada para korban ketika berselisih dengan orang tua mereka. “Dia akan menjadi seorang pembela buat anak ini, menenangkan anak ini, sehingga membuat anak ini semakin dekat,” ujar Roberto.
Jadi ini yang mereka memiliki beberapa kesenangan yang hampir sama, menyukai game. Jadi awalnya dari game, kemudian para pelaku-pelaku yang kita katakan sebagai predator ini, mereka menyamar seolah-olah sebagai teman yang sebaya. Kemudian mereka melakukan interaksi, setelah calon korban ini merasa nyaman, barulah dipindahkan komunikasinya dengan menggunakan sarana aplikasi komunikasi.
Pelaku kemudian menggeser interaksi dengan menggunakan sarana platform komunikasi seperti Telegram dan WhatsApp. Setelah terperangkap dengan modus grooming pelaku, korban akan patuh terhadap instruksi yang diminta. Melalui platform komunikasi itu pelaku meminta korban untuk mengirimkan foto atau video bermuatan asusila. “Pelaku akan sudah mulai istilahnya menguasai anak ini seperti robot, dia akan memberikan instruksi.”
Tidak sampai situ, Roberto juga mengungkapkan terdapat pertemuan langsung antara korban dan pelaku. Ia mengungkapkan, orang tua korban tidak mengetahui bahwa teman yang ditemui anaknya adalah orang dewasa. Dalam pertemuan itu, mereka diminta melakukan aktivitas seksual sesama jenis oleh dengan orang dewasa.
“Anak-anak ini bahkan diiming-imingi uang, kemudian diajak untuk melakukan hubungan seksual sebagai orang dewasa,” kata dia.
Roberto mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir kepolisian telah melakukan pengungkapan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Termasuk dengan kasus Loly Candy pada 2018 silam. Ia mengungkapkan, satu orang pelaku dapat mengumpulkan sebanyak 3.000 fail foto dan atau video dari korban.
Ia mengatakan perbuatan pidana itu dilandaskan oleh dua motif. Salah satunya adalah ekonomi karena dilakukan untuk mendapatkan uang melalui penjualan foto ataupun video. Selain itu juga ada motif untuk memuaskan hasrat seksual.
Indonesia secara konstan terus menjadi salah satu negara dengan kasus pornografi anak tertinggi di dunia dalam beberapa tahun terakhir. "Indonesia menduduki peringkat keempat secara global dan peringkat kedua di kawasan ASEAN dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital," kata Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam acara Safer Internet Day di kantornya pada Selasa, 18 Februari 2025.
Peringkat pornografi anak Indonesia itu merupakan hasil survei National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC). Organisasi nirlaba asal Amerika Serikat itu mengatakan Indonesia berada di posisi keempat di dunia dan kedua di ASEAN dengan jumlah kasus pornografi anak terbanyak. NCMEC mencatat child sexual abuse material atau materi yang menampilkan kekerasan seksual pada anak terus meningkat di Indonesia. Pada 2020, tercatat ada 986.648 laporan. Jumlahnya melonjak pada 2021, yakni 1.861.135 laporan. Setahun kemudian, laporan pornografi anak di Indonesia meningkat tipis menjadi 1.878.011. Data teranyar pada 2023 mencatat 1.925.549 laporan.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.