Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Kasus Tom Lembong, Eks Penyelidik KPK: Kejagung Harus Buktikan Niat Jahat dan Kesengajaan Memperkaya

Mantan penyelidik KPK, Rieswin Rachwell, menanggapi mengenai kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat eks Mendag Tom Lembong.

31 Oktober 2024 | 14.52 WIB

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. Ia akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. Ia akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rieswin Rachwell menanggapi kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Kejaksaan Agung menjerat Tom Lembong dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Rieswin menyebut unsur-unsur pidana pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor ada tiga. Pertama, melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Kedua, menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Terakhir, merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau dilihat satu-per-satu, masuk aja," kata Rieswin dalam akun X-nya @niwseir, Rabu, 30 Oktober 2024. Tempo sudah diizinkan mengutip cuitannya.

Rieswin mengatakan, Tom Lembong memang memberikan izin tambahan impor gula, meski ada kebijakan pembatasan membeli barang dari luar negeri. Kebijakan itu menguntungkan pihak importir dan timbul kerugian karena perusahaan pelat merah PT PPI kehilangan opportunity atau kesempatan bisnis.

Namun, dia mengingatkan unsur-unsur pidana untuk perkara Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tidak boleh dilihat berdiri sendiri. "Semuanya harus dirangkai dalam hubungan kausalitas," kata Rieswin ketika dikonfirmasi Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024.

Menurut Rieswin, semua unsur tersebut harus dilihat secara utuh dalam rangkaian perbuatan pidana. Sehingga penyidik maupun penuntut umum di Kejaksaan Agung wajib membuktikan hubungan kausalitas atau motif dari unsur-unsur itu.

"Kejaksaan Agung harus membuktikan kalau ada niat jahat dan kesengajaan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain pada para tersangka, termasuk Tom," kata Rieswin.

Salah satu cara adalah dengan membuktikan ada penerimaan uang atau permufakatan jahat untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum di antara para tersangka. "Kalau tidak, ya susah untuk dapat vonis bersalah itu."

Rieswin menegaskan perlunya pembuktian niat jahat dan kesengajaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. "Kalau enggak sih bahaya banget ya, semua BUMN atau proyek pemerintah rugi langsung auto (langsung) penjara," tuturnya.

Dalam kasus dugaan korupsi impor gula ini, selain Tom Lembong, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, sebagai tersangka korupsi impor gula. Penyidik pun telah menahan mereka pada Selasa, 29 Oktober 2024.

Harli menyatakan, Kejagung telah menyidik kasus ini sejak Oktober 2023. Penyidik sempat mengalami kesulitan untuk mengungkap kasus korupsi ini.

Penyidik, kata Harli, telah memeriksa Tom dan Charles sebanyak tiga kali dalam kurun waktu tersebut. Setelah menemukan lima alat bukti, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Harli tak bisa memastikan apakah Kejagung akan menetapkan tersangka lain dalam kasus korupsi impor gula ini. Dia menyatakan, hal itu tergantung pada bukti-bukti yang ada.

“Apakah ada bukti permulaan yang cukup, setidaknya diperoleh dari dua alat bukti untuk menentukan seseorang menjadi tersangka atau tidak. Setiap kemungkinan itu ada. Tetapi harus mengacu pada hal tersebut,” kata Harli.

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus