Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengecam penyerangan, penganiayaan, dan berbagai bentuk persekusi terhadap kelompok agama minoritas, yang terus berulang, seperti kasus mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) pada Minggu malam lalu.
“Polisi harus menangkap dan mengadili para pelaku persekusi dan tindak pidana lainnya atas nama agama yang terjadi di Tangerang, Tangerang Selatan, Gresik ataupun tempat lainnya,” kata Direktur SEJUK Ahmad Junaidi melalui keterangan tertulisnya, Sabtu, 11 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad mengatakan, aparat negara dan pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat perlu serius menghentikan praktik diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas agama yang beribadah dan mendirikan tempat ibadah. “Praktik persekusi atas nama agama berulang dan meluas ke banyak tempat terus terjadi jika para pelaku tak diberikan efek jera,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, pemerintah melakukan sosialisasi dengan mengajak masyarakat baik secara langsung maupun dengan menggunakan media sosialnya. Kemudian, Ahmad mengatakan, masyarakat juga bisa mengawasi dan menuntut aparat dan pejabat pemerintahan agar patuh pada konstitusi dalam menghormati dan menjamin segenap warganya untuk dapat beribadah sesuai agama atau keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.
SEJUK mendorong masyarakat ikut mendesak negara menghapus Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah dan FKUB. Masyarakat juga diminta mengawal agar Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Ranperpres PKUB) tidak memindah ketentuan-ketentuan dalam PBM 2006 yang diskriminatif dan restriktif.
SEJUK juga mengingatkan kalangan jurnalis dan media untuk setia pada Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman (PPIK) yang berbasis konstitusi dan hak asasi manusia (HAM) dengan bersikap kritis terhadap narasumber aparat, pejabat, tokoh agama, dan kelompok warga yang diskriminatif adan intoleran. “Media harus lebih banyak memberi suara kepada minoritas yang rentan dan menjadi korban (giving voice to the voiceless),” kata Ahmad.
SEJUK melayangkan tuntutan ke pemerintah sebab melihat pelbagai diskriminasi yang terjadi belakangan. Terbaru, persekusi yang dialami mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang Selatan yang beragama Katolik dan jemaat GPIB Benowo Gresik, menurut SEJUK, menambah deretan praktik persekusi atas nama agama yang terjadi dalam 3 bulan terakhir setelah Pemilihan Presiden Februari 2024 lalu.
Menurut dia, rentetan kekerasan terhadap kelompok minoritas beragama sebab PBM 2006 bersifat restriktif, sangat membatasi, dan kerap menjadi dasar bagi kelompok mayoritas yang dominan dan intoleran. “Padahal, hak beribadah sesuai keyakinan masing-masing warga dijamin oleh konstitusi dan menjadi kewajiban negara untuk memfasilitasinya,” katanya.
Berbasis monitoring, pendampingan korban diskriminasi, dan liputan kolaborasi, SEJUK menegaskan bahwa PBM 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah adalah sumber konflik keagamaan yang berulang dan meluas, karena menjadi alat legitimasi bagi kelompok mayoritas menentang dan menghentikan penggunaan rumah atau tempat ibadah kelompok lainnya yang rentan dan termarginalkan secara paksa, baik dengan ancaman maupun kekerasan.
Ahmad mengatakan, peraturan dan kebijakan diskriminatif dan restriktif yang mengacu PBM 2006 tersebut sangat jelas melanggar hak dan kebebasan warga untuk menjalankan ibadah sesuai agama atau keyakinan dan kepercayaan yang sejatinya dijamin konstitusi (UUD 1945 Pasal 28E ayat 2, 28I ayat 1, dan 29 ayat 2). “Persekusi dan tindakan brutal penyerangan serta upaya membubarkan dan menghalang-halangi orang beribadah adalah tindakan kriminal yang melanggar hukum,” katanya.
Pilihan Editor: Satgas Damai Cartenz Tangkap Pelaku Pembunuhan Danramil Aradide, Bawa Ponsel Milik Korban