Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

KemenPPPA Minta Korban Bullying di Binus dapat Pendampingan dan Perlindungan Psikologis

KemenPPPA menyampaikan pihaknya terus berkoordinasi dengan Polisi, mengawal kasus bullying siswa RE (18) di Binus, Simprug, Jakarta Selatan.

21 September 2024 | 12.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar melakukan konferensi pers kasus pembunuhan 4 anak oleh orang tuanya di Jagakarsa bersama Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi pada Kamis, 7 Desember 2023. TEMPO/Desty Luthfiani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyampaikan pihaknya terus berkoordinasi dengan Polres Jakarta Selatan, mengawal kasus bullying yang menimpa seorang siswa RE (18) di Binus, Simprug, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyebut ia telah koordinasi untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan dan pemulihan psikologis, serta hak-haknya terpenuhi selama proses hukum berlangsung sesuai peraturan perundang-undangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Setiap anak berhak mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman dan kondusif untuk belajar dan berkembang. Tim Layanan SAPA129 juga akan mengupayakan menjangkau kepada keluarga korban, untuk memastikan kondisi psikologis korban agar dapat mengikuti proses hukum secara maksimal dan pendampingan yang bersifat rehabilitatif.” ucap Nahar, Sabtu, 21 September 2024. 

Nahar mengungkapkan, para terduga pelaku perundungan dapat dijerat Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. 

Ancaman tersebut jika dipenuhi unsur pidana dalam Pasal 76C UU 35 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. 

Selain kekerasan fisik, korban juga diduga mendapat pelecehan seksual fisik, di mana para terduga pelaku dapat dijerat Pasal 6 huruf a UU 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pindana Kekerasan Seksual dengan dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 

"Akan tetapi, perlu diperhatikan jika terduga pelaku adalah Anak Berkonflik dengan Hukum (AKH), maka perlu disesuaikan dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)” tegas Nahar. 

Nahar juga mengatakan minimnya penanaman nilai-nilai moral pada anak dan pengaruh teman sebaya dapat mengakibatkan perlakuan kekerasan serta menindas anak lain yang dianggap lemah oleh sekelompok anak. 

Begitu pula dengan lingkungan yang rentan, di mana lingkungan sekolah seharusnya mampu memberikan rasa aman dan tidak mendukung kekerasan tanpa pembiaran. Ia juga mengingatkan penting untuk memiliki mekanisme pengawasan dan pendampingan, serta meminimalkan risiko-risiko terjadinya kekerasan yang bisa terjadi pada siswa, maka berbagai kebijakan dan program perlu terus difokuskan pada Satuan Pendidikan atau Sekolah Ramah Anak (SRA). 

Dalam kasus ini korban diduga mulai mengalami perundungan sejak pertama kali masuk sekolah pada November 2023. Pada awalnya kekerasan bersifat verbal dan fisik ringan, namun pada tanggal 30 dan 31 Januari 2024, korban mengalami kekerasan fisik berat serta dugaan pelecehan seksual.  

Kondisi anak saat ini masih diasuh oleh orang tua karena masih sekolah. “Pendamping perlu melakukan penguatan kepada anak dan melakukan pemeriksaan psikologis. Apabila ditemukan tanda-tanda permasalahan psikologis agar dapat diberikan treatment sehingga anak dapat pulih dan berdaya kembali. Hasil pemeriksaan psikologis ini juga akan digunakan sebagai bukti pendukung dalam proses hukum ke depannya.” ungkap Nahar.  

Nahar menyampaikan pihaknya mengapresiasi langkah cepat pihak kepolisian yang segera menindaklanjuti laporan korban dengan memanggil 18 saksi yang terdiri dari siswa, guru, orang tua dan pihak sekolah untuk dimintai keterangan.  

Sementara itu, proses hukum sudah naik sidik dan telah menetapkan 8 terduga AKH serta masih dilakukan pendalaman lebih lanjut, sehingga kemungkinan masih akan bertambah. KemenPPPA menyampaikan akan mengawal proses hukum agar sesuai dengan SPPA. 

“KemenPPPA mendesak seluruh pihak, khususnya orang tua dan lingkungan pendidikan, untuk memberikan perhatian yang lebih dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Setiap anak berhak mendapatkan lingkungan yang aman dan kondusif untuk belajar dan berkembang," kata Nahar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus