Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kepala desa yang polisi

Kades di pedalaman musirawas, sum-sel, bertugas bak polisi dan jaksa. ada peradilan pidana adat. 40 penduduk mengadu ke kotak pos 5000. peradilan tersebut berbuat sewenang-wenang. bupati akan menindak.

1 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA sangka "Peradilan Pidana Adat" yang sudah dihapus sejak zaman kolonial Belanda, ternyata, masih ada di Indonesia. Pada tahun 50-an di desa terpencil di Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan, seorang kepala desa (kades) masih bertugas bak polisi dan jaksa. Ia juga punya rumah tahanan yang dilapisi kawat berduri. Majelis hakimnya terdiri dari para pemuka adat. Namun, para hakim selalu meminta "fatwa" sang kades sebelum menjatuhkan vonis. Persidangan gaya zaman Sriwijaya itu kini diprotes 40 orang penduduk Desa Napal Licin. Melalui surat, tertanggal 8 November lalu, mereka mengadukan praktek sidang adat itu ke Wakil Presiden pada Kotak Pos 5000. Sebagian di antara pengadu mengaku mengalami kesewenang-wenangan "peradilan adat" di Napal Licin, Kecamatan Rawas Ulu, Musirawas. Korban terakhir bernama Salik, 20 tahun. Hanya karena menakut-nakuti seorang ibu -- dengan menirukan suara-suara aneh -- diseret ke "meja hijau". Majelis yang diketuai Hasan Jasi memvonis Salik 30 hari kurungan potong masa tahanan dan denda Rp 50.000. Sebelumnya, ia mendekam di "rutan" kawat berduri sejak 20 Oktober hingga 10 November lalu. Lain lagi nasib yang menimpa Sukriono dan Soba di Desa Kuto Tanjung, tetangga Napal Licin. Hanya karena menyentuh lengan seorang biduan orkes pada pesta perkawinan, 13 November lalu, mereka didenda masing-masing Rp 50 ribu. Praktek "peradilan adat" itu meliputi hampir semua pedalaman Musirawas, yakni Kecamatan Rawas Ulu, Lakitan, BKL Ulu Terawas, Bingin Teluk, dan Karang Jaya. Di Desa Napal Licin, Kecamatan Rawas Ulu, yang berpenduduk 284 keluarga, rata-rata terjadi 40 kasus setahun. Menariknya, yang bisa diadili di peradilan adat itu tak saja kejahatan-kejahatan seperti diatur KUH Pidana. Bahkan melepas kerbau pun termasuk "dosa". "Kerbaunya dirampas untuk desa dan pemiliknya didenda," kata Saidina Ali, 34 tahun, seorang bekas terpidana. Untuk menegakkan kekuasaan yudikatifnya itu, para kades mengangkat sepuluh hansip dan dua kamra. Uniknya, "pasukan" kades ini berseragam hijau loreng-loreng mirip tentara. "Tentara" ala Musirawas inilah yang menangkapi setiap tersangka. Tak jarang mereka juga memukuli tahanan. "Saya digebuki dengan pentungan agar mengakui kesalahan," kata Salik. Kesewenang-wenangan semacam itu bukan tak pernah dilaporkan ke atas. Pada 30 Maret 1988 lalu, misalnya, para kades ini diperiksa Tim Inspektorat Kabupaten Musirawas. Namun, entah mengapa, kisahnya hilang ditelan masa. Karena itu, mereka menganggap tindakan itu "direstui" atasan. "Semua itu kami lakukan karena kawasan ini sangat terpencil," kata Kades Napal Licin, Amir Syarifuddin. Di Muara Rupit, ibu kota Kecamatan Binginteluk, memang ada "ruang persidangan" Pengadilan Negeri Lubuklinggau. Namun orang dari Napal Licin ke Muara Rupit harus naik perahu bermotor selama 12 jam dengan ongkos carteran Rp 150 ribu pulang pergi. Kesulitan muncul bila harus membawa terdakwa ke pos polisi. "Dari mana duitnya? Apa Pak Polisi mau membiayai," kata Amir. Bupati Musirawas, Nang Ali Solichin, berpendapat bahwa hukum di negara ini hanya satu. "Tak ada hukum kawasan terpencil," kata Nang Ali, yang sarjana hukum itu. Ia memang kaget mendengar kasus itu -- maklum, ia baru dilantik 12 April 1990. Ia berjanji menindak semua kades itu jika kasusnya terbukti. Namun, siapa tahu rakyat di situ lebih patuh kepada hukum daripada yang kenal pengadilan negeri. Bersihar Lubis & Marlis (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus