UNTUK pertama kalinya persetujuan perlindungan hak cipta Indonesia-Amerika "memakan" korban. Yang tertimpa sial adalah bos Toko Data Soft Computer, Bandung, Drs. Iwan Soenaryo. Rabu pekan lalu, Iwan diseret ke Pengadilan Negeri Bandung dengan tuduhan membajak program komputer Wordstar (WS) Professional Version 5.0. "Ini kasus pelanggaran hak cipta komputer yang pertama diangkat ke persidangan," kata Jaksa Makmur Hadi. Menurut Makmur, terdakwa Iwan, 38 tahun, sejak Agustus 1989 sampai Mei 1990 memperbanyak program WS 5.0 tanpa izin pencipta. Program yang terdiri dari 12 disket: program, advanced page preview, printer data 1, installation, advanced customization, printer data 2, spelling dictionary, postscript font, profinder, definitions dictionary, telmerge maillist PC outline dan tutor dikopi Iwan ke disket-disket kosong dari WS 5.0 nonmaster. Untuk kopi setiap disket, Iwan hanya menerima imbalan Rp 1.000 (tak termasuk harga disket). Toh perbuatan yang dulu "halal" itu, sejak terbitnya UU No. 7/1987 dan Keppres RI No. 25 tahun 1989 (tentang perlindungan hak cipta Indonesia-Amerika), dinyatakan "haram". Tak tanggung-tanggung untuk kejahatan itu Iwan diancam hukuman maksimal 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Selain Iwan, dua karyawan Data Soft Computer, Hardiawan dan Lindawati, juga akan diadili. Tujuan menyidangkan perkara itu, kata Makmur, agar UU Hak Cipta terlaksana. "Agar orang bisa menghargai karya orang lain. Jangan hanya membajak saja," ujar Makmur. Di pihak lain, katanya, konsumen sekarang ini banyak yang ingin memiliki komputer (hardware) tapi enggan membeli software-nya. Kecenderungan pedagang dan konsumen itu memang merisaukan pihak distributor tunggal program WS di sini, PT Wahana Datam Tiara. Hanya perusahaan itulah yang berhak memperbanyak program WS milik Wordstar International Inc., yang berkedudukan di California, AS. "Namun, selama ini kami banyak dirugikan pembajak," kata Direktur PT Wahana Datam Tiara, Budi Haryono. Menurut Budi, jumlah PC (personal computer) yang beredar di Indonesia kini sekitar 200 ribu unit, separuhnya untuk komersial. Dari pemakai komersial itu, yang menggunakan program WS sekitar 80 ribu. Namun, nyatanya, program WS produksi PT Wahana hanya terserap oleh konsumen 30 ribu -- 50 ribu lainnya memakai program bajakan. Jika harga per program 284 dolar US, kerugian yang diderita PT Wahana adalah 50.000 X 284 dolar atau sekitar Rp 26,5 milyar. Selain kerugian itu, menurut Budi, Pemerintah juga dirugikan karena tak adanya penerimaan devisa dan pajak dari masuknya WS ke Indonesia. Yang lebih parah adalah kerugian intelektual. "Masyarakat jadi malas, tidak ada motivasi untuk menciptakan program komputer karena takut ciptaannya dibajak," kata Budi. Karena itulah, PT Wahana mengadakan operasi pasar di berbagai kota besar. Pada operasi di Jakarta, Januari lalu, ditemukan empat buah toko yang menggandakan program WS, tanpa izin. Di Bandung, April-Mei lalu, tim operasi memergoki sepuluh buah toko yang menggandakan program WS. "Yang kami laporkan ke polisi hanya yang menggandakan secara mencolok, contohnya toko Data Soft Computer," kata Budi. Bos Data Soft Computer, Iwan, yang tampak terpukul karena diadili, tak mau berkomentar. "Silakan ke pengacara saya saja," katanya. Salah seorang dari empat pengacaranya, Amartiwi Saleh, sementara ini, hanya menyayangkan proses penyidikan kasus itu yang sepenuhnya ditangani polisi. "Seharusnya, dalam perkara Hak Cipta itu, penyidikan dilakukan oleh pemeriksa khusus hak cipta. Kalaupun polisi turut menyidik, itu harus dilakukan bersama-sama," kata Amartiwi. WY dan Riza Sofyat (Biro Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini