Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkap ada dua klaster dalam kasus polisi peras penonton DWP (Djakarta Warehouse Project) 2024. Pertama, kelompok polisi yang menggerakkan. Kedua, kelompok yang melaksanakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Anatomi rangkaian peristiwanya memang menunjukkan dua pola besar, satu yang bisa menggerakkan, satu yang melaksanakan,” kata Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam saat dihubungi, Rabu, 25 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anam menuturkan pembagian klaster pelaku ini akan menjadi dasar bagi Polri untuk menentukan bobot sanksi etik kepada 18 anggota Polri yang terlibat pemerasan. Sanksi yang dijatuhkan harus proporsional sesuai dengan peran masing-masing. “Siapa yang bertanggung jawab yang akan mendapatkan sanksi besar,” ujar dia.
Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah mengumumkan akan menyidangkan anggotanya yang terlibat kasus ini pada pekan depan. Sidang kode etik ini melibatkan 18 polisi dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran yang diduga memeras 45 warga negara Malaysia dengan nilai barang bukti sebesar Rp 2,5 miliar. Tidak menutup kemungkinan jumlah korban akan bertambah seiring dengan dibukanya desk pengaduan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia.
Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menyatakan pengambilan alih kasus oleh Propam bertujuan mempercepat proses penanganan. “Kami sepakat di Div Propam akan menyidangkan kasus ini yang kami rencanakan minggu depan sudah dilaksanakan sidang kode etik,” ujarnya pada konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Selasa, 24 Desember 2024.
Selain itu, potensi pelanggaran pidana di luar pelanggaran etik juga menjadi perhatian Kompolnas. Anam menilai bahwa peluang untuk membawa kasus ini ke ranah pidana cukup besar.
“Dari sekilas background kasus, potensi untuk pidana memang sangat besar. Nanti kami akan berkomunikasi dengan Reskrim ketika proses etik sudah berjalan,” tutur dia.
Langkah cepat Polri dalam menangani kasus ini mendapat apresiasi dari Kompolnas. Anam menilai upaya tersebut menunjukkan komitmen untuk menjaga integritas institusi, “Ini langkah yang baik untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri.”
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini