TOLONGLAH. Kami ingin cepat disidangkan," Rolen Purba menghiba.
Ketiga temannya Sutrisno alias Otek, Suhartono alias Kako dan
Togu Pangaribuan mengharapkan begitu pula. Mereka sudah setahun
lebih ditahan. "Kami mengaku ikut mencuri. Tapi kami ingin tahu,
berapa lama hukuman yang harus dijalani," kata Rolen lagi di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta Medan. Setelah KUHAP
berlaku sejak 31 Desember 1981, agak sulnbang terdengar bila
masih ada pencuri ditahan begitu lama.
Perkara Rolen dan kawan-kawan, bukan tak diurus. Setelah
ditangkap Agustus tahun lalu, petugas Polisi Kotabes Medan
segera melakukan pemeriksaan. Komplotan pencuri itu mengaku
terus terang telah mencuri 14 kali di kawasan Kecamatan Medan
Barat. Aksi dilakukan malam hari, disertai membongkar rumah atau
bangunan. Satu di anuranya, Juli 1981, mereka membongkar kantor
Dinas Sosial Sumatera Utara dan menggondol sebuah mesin ketik.
Berkas perkara mereka, segera pula masuk ke Kejaksaan Negeri
Medan. Jaksa M. Situmorang yang ditugasi menuntut, segera
menyusun dakwaan. Rolen dan kawan-kawan dituduh melanggar pasal
363 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang ancaman
hukumannya maksimal tujuh tahun lebih.
Situmorang mengajukan perkara secara sumir, karena perkara itu
cukup sederhana. "Tersangka mengaku dan beberapa kasus jelas
saksinya " katanya. Berkas dikirim ke Pengadiian Negeri Medan 30
November 1981. Rupanya Hakim Padmo Surasmo tak berkenan. Ia
menghendaki agar perkara diajukan secara tolakan. Tak banyak
cerita, Situ morang mengubahnya, sesuai dengan permintaan. Ia
balik lagi membawa berkas perkara itu pada 23 Desember 1981.
Sejak itu keempat tersangka berstatus tahanan Pengadilan Negeri
Medan.
Namun hari sidang tak juga ditetapkan. Sampai-sampai Agustus
1982 lalu pihak LP Tanjung Gusta menanyakan pada Situmorang:
kapan para tersangka bakal diadili. Jawaban Situmorang,
"menunggu penetapan hakim." Jawaban tindasan itu dikirim ke
Pengadilan Negeri Medan. Terus terang ia agak kesal. Sejak
Januari, kata Situmorang, "Saya string menyembah Hakim Ketua
supaya menyidangkan perkara tersebut."
Kali ini, lagi-lagi, bukan penetapan hari sidang yang diterima
Situmorang. Tapi pengembalian berkas perkara dari Hakim Padmo
Surasmo. Alasannya: berkas kurang sempurna, karena nama dan
alamat saksi tak disebut. Memang tidak. Sebab menurut bintara
Polisi A. Sinaga dari Kotabes Medan yang sejak semula menangani
masalah itu, "saksi tak ada yang mengaku telah kecurian, meski
dikonfrontasikan dengan tersangka. Mereka takut dibunuh." Tapi
berkas perkara itu sendiri, yang berdasar laporan pengaduan
Dinas Sosial, menurut Sinaga, cukup lengkap.
Pihak Kejaksaan Negeri Medan menilai permintaan hakim agar
berkas dilengkapi, kurang layak. Hakim, kata umber di Kejari
Medan, sebenarnya bisa memutuskan hari sidang, meski nama dan
alamat saksi tak tercantum dalam berkas. "Dalam sidang nanti
hakim bisa menanyakan siapa saksi korban, lalu memerintahkan
jaksa untuk memanggilnya," kata sumber itu.
Ketua Pengadilan Negeri Medan, habib Sarbini, kepada TEMPO
buru-buru menambahkan. Pengembalian berkas oleh Padmo yang juga
menjabat akil Ketua Pengadilan, kata Sarbini "karena tuduhan
jaksa campur baur antara pasal pelaku, peserta dan pembantu
tindak kejahatan." Juga, katanya, tindak pidana di luar wilayah
kekuasaan Pengadilan Negeri Medan turut dimasukkan dalam
dakwaan. "Semua dirapel Situmorang Padahal harus jelas, satu,'
ditanya lagi.
DITUDING tak bisa membuat surat tuduhan, Situmorang yang sudah 30
tahun menjadi jaksa, jadi berang. Kalau memang ada yang kurang,
dia bilang, "mengapa tak dikembalikan dari dulu dan diperam
saja di pengadilan?" Tapi menurut Padmo, ia sudah beberapa kali,
sejak Januari lalu, meminta jaksa secara lisan untuk memperbaiki
dakwaan itu. "Orang tua itu tak mendengarkan," katanya. Hendak
ditegur secara tertulis, "saya kasihan, nanti dia terpukul."
Namun Situmorang menganggap dak aannya sudah benar. Ia hanya
akan menambah sedikit saja: nama dan alamat saksi, setelah ia
peroleh dari Kotab bos Medan.
Sampai minggu lalu belum jelas, kapan Rolen dan kawan-kawan akan
disidangkan. Menurut Kamaluddin Lubis, Ketua LBH Medan, aparat
yang bersalah dalam kasus penahanan Rolen, Otek, Kako dan Togu,
bisa diperiksa secara hulum "Mereka harus segera dibebaskan,
sementara yang berwajib melengkapi berkas perkaranya," kata
Kamaluddin .
Berdasar pasal 26 KUHAP, hakim hanya berwenahg menahan tersangka
selama 30 hari. Bisa diperpanjang selama 60 hari untuk keperluan
pemeriksaan yang belum selesai. Dan berdasar pasal 26 (4) KUHAP
itu, setelah lewat 90 hari meski perkara belum diputus, terdakwa
harus sudah dikeluarkan dari tahanan.
Namun Ketua Pengadilan Chabib Sarbini tenang-tenang saja.
"Sampai 31 Desember 1983 nanti, KUIIAP kan belum berlaliu 100%.
Sekarang ini masih masa transisi," katanya. Kamaluddin
menyayangkan bila alasan itu dipakai sehingga tersangka
teraniaya. Memang, sampai pekan lalu Rolen dan kawan-kawan masih
meringkuk di LP Tanjung Gusta. Transisi! Transisi!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini