Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penetapan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2011-2015, Reyna Usman sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan sistem proteksi TKI tidak ada kaitannya dengan Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelum memulai konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia tahun anggaran 2012 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya ingin menyampaikan terkait dengan pengembangan perkara ini, saya ingin menyampaikan bahwa perkara ini tidak ada hubungannya dengan kontestasi politik saat ini," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 25 Januari 2024.
Menurutnya, KPK telah menyelidiki kasus ini sejak 2019. Namun, mengalami kendala akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun.
Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) kasus ini terbit pada Maret 2023. "Ekspose sudah dilakukan sejak Maret 2023 setelah dilakukan penyelidikan 2 tahun lebih," ujarnya.
Hari ini, KPK resmi menetapkan tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia tahun anggaran 2012 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Ketiga tersangka, yaitu Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemnaker periode 2011/2015, Reyna Usman; ASN Kemnaker/Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Sistem Proteksi TKI TA 2012, I Nyoman Darmanta; dan Direktur PT AIM (Adi Inti Mandiri), Karunia.
Perbuatan ketiga tersangka bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 huruf e dan f Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pasal 6 huruf c dang Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Kemudian, Pasal 11 ayat (1) huruf e Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sekitar Rp 17, 6 miliar.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
MUTIA YUANTISYA
Pilihan Editor: KPK Belum Terima Salinan Putusan Rafael Alun, Penyusunan Memori Banding Terhambat