SIAPA mengira di daerah permukiman Kampung Ketanggungan, Yogyakarta, ada yang begitu nekat menanam ganja. Ladang seluas 200 m2 itu tersamar dan terlindung oleh pepohonan lain. Namun, karena kejelian petugas Operasi Wijaya Kusuma II yang dipimpin Letnan Kolonel (Infanteri) Tuswandi, komandan Kodim 0734, ladang haram itu bisa diketahui. Bahkan hasil panenan sebanyak 245 kilo beserta dua tersangka yang diduga mengelolanya, Sudali dan Parmanto, ditahan sejak dua pekan lalu. Menurut Tuswandi, penemuan yang cukup mengejutkan itu bermula dari penangkapan terhadap seorang pemuda yang dikenal suka teler. Saat sedang fly, ia ditangkap dan mengaku memperoleh ganja dari temannya bernama Heri, 18, anak seorang purnawirawan polisi. Dari pengakuan Heri, petugas akhirnya menangkap Sudali 30, yang tinggal di Kampung Ketanggungan. Sayangnya, Sudali tertangkap tanpa barang bukti sehingga setelah diperiksa ia dilepas kembali. Begitu dilepaskan 23 September malam, ia terus dikuntit. Firasat petugas ternyata betul. Sebab, begitu keluar dari halaman Kodim, pria yang sehari-hari menjadi buruh bangunan itu langsung pulang ke rumah. Setelah mengganti celana dengan kain sarung, keluar rumah lagi membawa parang. Ia berjalan di jalan sempit, lalu melewati parit selebar dua meter dan masuk ke belukar. Lalu, dengan parang yang dibawanya, ia membabati pohon ganja berumur 3,5 bulan. Tanaman itu tersuruk di antara pohon kenikir, singkong, dan kacang panjang. Juga tak bisa terlihat jelas karena terlindung rumpun bambu serta pepohonan lain. Pohon ganja yang dibabati kemudian ia benamkan ke dalam tanah. Jumlahnya sampai 16 karung. Karena sudah cukup bukti, Sudali pun ditangkap, yang lalu menyebut nama Parmanto sebagai orang yang bertanggung jawab dalam penanaman itu. Esok malamnya, Parmanto, 30, yang bertubuh ceking tinggi itu, pun ditangkap penduduk Ketanggungan dan diserahkan ke Kodim. Di rumah kontrakan Parmanto, milik mertua Sudali, di dekat kebun ganja tadi ditemukan tanda bahwa ia biasa menjemur daun ganja yang baru dipanennya di situ. Atap dapur, misalnya, sengaja dibuka dan di atas diletakkan selembar seng. "Dia sudah sembilan bulan tinggal di sini. Mulanya, kami tak curiga karena dia mengaku mahasiswa. Anehnya, ke mana-mana dia kok memakai sandal, dan rambutnya kusut," kata Parjiyo, kepala keamanan RT 28/I Kampung Ketanggungan. Rupanya, setiap hari si "mahasiswa itu berkeliling menjajakan dagangan haram. Ia, kata sebuah sumber, memang dikenal sebagai big boss. Ia memiliki jaringan tak hanya di Yogya, tapi juga di beberapa kota lain. Oleh pemuda Ketanggungan. lelaki yang mengaku berasal dari Malang itu dikenal jago berdebat. "Kalau ngomong soal politik tak ada yang berani melawan," tutur seorang pemuda. Hanya, bila ada anak-anak yang bermain dekat rumah kontrakannya, ia selalu mengusir dengan alasan mengganggu orang yang sedang beristirahat. Tapi ia cukup disenangi karena dermawan. Kepada TEMPO, ia mengaku melakukan bisnis ganja karena kepepet. Mulanya, di Yogya ia berdagang ayam dan burung merpati. Ternyata, seret. Maka, ia teringat kegiatannya 1980 lalu, menjadi pengedar kecil-kecilan di Bali. "Tapi, risiko menjual ganja ya begini," katanya di tahanan Kodim, seperti menyesali perbuatannya. Di Jawa Timur, Operasi Wijaya Kusuma juga berhasil menemukan ladang ganja di beberapa lokasi. Di lereng Gunung Wilis misalnya, pernah ditemukan ladang dengan 39 pohon yang masih hidup dan 100 lebih yang sudah ditebang. Di Sugihwaras, Banyuwangi, dan di Desa Watu Urip, Jember, juga pernah ditemukan ladang ganja kecil-kecilan. "Ganja dari Jawa Timur biasanya dijual di Bali, karena di sana banyak pembelinya," kata sebuah sumber kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini