Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEMEWAHAN dan kenyamanan kondominium Ascott tak bisa dinikmati lagi oleh Ale Sugiharto, 50 tahun. Sudah sepekan lebih presiden direktur maskapai penerbangan Star Air ini ditahan polisi. Bersama lima orang kawannya, ia diciduk oleh aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya dari tempat tinggalnya di kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, Minggu dua pekan silam. Saat digerebek, dia dalam kondisi mabuk dan, setelah digeledah, ditemukan sejumlah pil ekstasi.
Ini sebuah penangkapan yang amat mengejutkan. Bukan cuma karena posisi Ale yang penting di perusahaan penerbangan itu, tapi juga cara penggerebekannya. Alumni Universitas Nasional Taiwan itu dicokok di kondominium Ascott, yang dikenal ketat penjagaannya. Selama ini, privasi dan keamanan kondominium memang lebih terjaga dibandingkan dengan apartemen.
Polisi bergerak ke sana setelah mendapatkan informasi dari seseorang. Sebelum bisa menjamah kamar nomor 904, di lantai 9, yang dihuni Ale, mereka sempat tertahan selama satu jam. "Ini gara-gara penjagaannya yang superketat," ujar seorang perwira polisi yang ikut dalam penggerebekan. Setelah kamar itu dibuka, tampaklah Ale dan kawan-kawannya sedang bermabuk ria ditemani botol-botol anggur. Di tubuh bos perusahaan penerbangan ini ditemukan delapan butir pil ekstasi berwarna hijau. Setelah Ale benar-benar sadar, barulah dia dibawa ke kantor polisi.
Saat diperiksa urinenya, hasilnya negatif. Artinya, malam itu pengusaha yang punya hobi memancing ini tidak menenggak pil ekstasi. Tapi adanya ekstasi di saku Ale membuatnya ditahan. Bahkan, pekan lalu, mobil mewah Lexus miliknya sempat pula dibawa ke kantor polisi untuk digeledah. Menurut Direktur Narkotika Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Carlo Brix Tewu, Ale bisa dikenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Berdasarkan undang-undang ini, memiliki ekstasi bisa diancam hukuman 5 tahun penjara. "Sekarang ia sedang diperiksa secara intensif," ujarnya kepada TEMPO.
Tak pelak, penangkapan itu membuat geger perusahaan Star Air. Manajer hubungan masyarakat perusahaan ini, Nurwulan Handayani, pun kelimpungan. Soalnya, dia mesti melayani hujan pertanyaan dari koleganya. Apalagi, keesokan harinya setelah ditangkap, seharusnya Ale memimpin rapat di kantornya. Hanya, "Dalam rapat, kami tidak membicarakan persoalan itu karena kami sudah biasa ditinggal Pak Ale," kata Wulan.
Selain memimpin Star Air, selama ini Ale dikenal sebagai presiden direktur di Vayatour, sebuah perusahaan biro perjalanan. Dia pernah pula menjadi nominee dalam Entrepreneur of the Year 2001 yang diselenggarakan oleh Ernst and Young, akuntan terkemuka dari Inggris. Dalam pergaulan pun, Ale, yang selama ini tinggal sendirian tanpa keluarga di kondominium Ascott, dikenal luwes. Selain suka memancing, ia tak segan-segan makan di warung pinggir jalan bersama teman-temannya.
Bagi Wulan, penangkapan Ale adalah masalah pribadi dan sama sekali tidak terkait dengan perusahaan yang dipimpinnya. Itu sebabnya ia mewanti-wanti agar persoalan ini tidak dikait-kaitkan dengan Star Air.
Reaksi keluarganya? Saudara-saudara Ale, menurut Wulan, meminta agar masalah ini diendapkan dulu. Mereka tidak mau berkomentar. "Saya sendiri juga diminta untuk tidak terlalu banyak bicara," ujarnya.
Dalam pemeriksaan, Ale menyangkal bahwa pil ekstasi tersebut miliknya. Hanya, polisi tak mau menyerah. Mereka terus memburu bukti dan kesaksian yang menunjukkan bahwa delapan butir pil ekstasi itu benar-benar milik Ale. Diungkapkan pula oleh Kepala Satuan Psikotropika Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Guntur Setyanto, yang memimpin penyidikan kasus ini, pihaknya akan bersikap tegas terhadap para pemakai barang-barang psikotropik.
Tak cuma pengusaha semacam Ale yang jadi incaran. Guntur juga mengaku sudah mengantongi nama sejumlah pejabat, politikus, dan tokoh masyarakat yang dicurigai terlibat dalam pemakaian ekstasi dan narkotik. Seperti Ale, mereka akan segera digerebek dan ditangkap. Katanya, "Tinggal tunggu tanggal mainnya saja."
Juli Hantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo