Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lebih Jahat dari Koruptor

28 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Anwar Nasution, merasa tak risau dengan kabar diseretnya sejumlah mantan pejabat dan auditor di lembaganya oleh Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mantan Deputi Senior Bank Indonesia itu menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang mendapat tugas mengusut kasus ”suap” Dana Abadi Umat di Departemen Agama.

”Itu urusan hukum. Urusan saya sudah selesai,” katanya. Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini mengaku sudah memberi sanksi internal, salah satunya dengan memecat auditor yang terlibat. Pria kelahiran Sipirok, Tapanuli Selatan, 53 tahun silam, ini berpendapat bahwa auditor yang menerima suap dari orang atau lembaga yang diperiksa sudah sepantasnya dihukum. ”Itu lebih jahat dari korupsi uang negara,” katanya.

Berikut wawancara Arif Kuswardono dengan alumni Universitas Harvard ini, pekan lalu.

Anda sebagai Ketua BPK pernah memerintahkan pemeriksaan internal terhadap para auditor penerima Dana Abadi Umat (DAU). Apa hasilnya?

Pemeriksaan internal sudah dilakukan, dan hasilnya dia (Tuhari—Red) dipecat. Begitu terima informasi itu, saya ucapkan terima kasih kepada Timtas Tipikor dan BPKP atas temuan itu. Saya katakan bahwa auditor yang menerima uang suap dari yang diperiksa itu lebih jahat dari yang korupsi uang negara. Itu pantasnya di-jumroh, dilempari batu seperti setan di (ibadah) haji.

Kalau tim pemeriksaan internal BPK sendiri menemukan apa?

Mereka terima duit itu. Karena itu, saya ambil tindakan tegas. Tuhari saya pecat. Khairiansyah, sebelum bisa diambil tindakan, dia sudah keluar (sebagai auditor BPK). Harijanto juga belum sempat ditindak. Keburu sudah pensiun dia.

Berapa orang yang waktu itu diperiksa dan akhirnya dikenai sanksi?

Semua yang namanya masuk dalam daftar, saya lupa jumlahnya (dalam daftar Tempo tercatat ada 12 orang staf BPK yang menerima duit DAU), saya perintahkan diperiksa. Sanksi paling berat adalah pemecatan. Yang lain ada yang berupa pencopotan jabatan, penundaan kenaikan pangkat, dan sanksi administrasi.

Kalau sanksi untuk Pak Mukron As’ad…?

Lho, dia kan yang kita gantikan. Mana mungkin saya bisa menindak anggota BPK yang saya gantikan (Anwar tertawa).

Beberapa kalangan menyatakan penetapan tersangka auditor ini berat sebelah, karena belum ada penerima Dana Abadi Umat lain yang jadi tersangka. Anda sependapat?

Tidak sama sekali. Siapa pun (pelakunya) itu harus ditindak. Khusus untuk BPK, saya hanya bisa menindak anggota saya. Saya kan tidak mungkin menindak wartawan Tempo atau anggota DPR. Janganlah macam-macam.

Apakah nanti BPK akan membantu auditor yang jadi tersangka?

Saya belum tahu. Itu harus tanya pada biro hukum di kantor saya.

Apa saja upaya yang Anda lakukan agar kasus penyuapan auditor ini tidak terulang kembali?

Internal saya benahi. Honornya sudah saya naikkan. Kalau tadinya Rp 50 ribu, sekarang Rp 200 ribu. Pendidikan saya tingkatkan. Kemudian saya sudah tidak menerima lagi uang dari auditee. Memang masih ada fasilitas. Itu karena uang bujet (anggaran) tidak ada. Tapi, untuk keperluan-keperluan operasional, saya pikir DPR sudah kooperatif, mau membantu saya menaikkan honor pemeriksa.

Khairiansyah Salman, bekas anak buah Anda, diberi penghargaan Integrity Award karena membongkar korupsi KPU. Tapi sekarang ia tersandung masalah DAU. Apa pendapat Anda pribadi?

Saya juga enggak ngerti. Tukang tilep, koruptor seperti itu, kok dikasih Integrity Award. Orang seperti itu pantasnya di-jumroh saja. Enggak ngerti saya (Anwar kembali tertawa). Tanyalah pada Todung Mulya Lubis (Ketua Transparansi Internasional Indonesia). Mana tahu saya (kriterianya—Red). Dulu memang saya anggota Transparansi Internasional. Sekarang enggak lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus