Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Jofi, dilarikan ke rumah sakit usai demonstrasi penolakan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) di depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Kamis, 22 Agustus 2024. Tindakan represif berupa kekerasan yang dilakukan oleh aparat mengakibatkan luka di lengan kiri Jofi cukup dalam hingga harus menjalani operasi untuk pemulihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"J baru saja menjalankan operasi di lengan tangan kiri karena luka parah," kata mahasiswa yang mendampingi Jofi, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 23 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, tangan Jofi robek cukup serius sehingga dari puskesmas akhirnya dirujuk ke rumah sakit besar untuk menjalani perawatan intensif. Dia menjelaskan kronologi kejadian saat pembubaran aksi pada pukul 18:45 di depan pintu DPR. "Di depan pintu DPR pukul 18:45 polisi mengepung kanan dan kiri, ketika lompat ke tol disambut aparat naik motor dan di situlah dilakukan tindakan kekerasan," ujarnya.
Tak berhenti di situ, Jofi juga digebuk menggunakan bambu berulang kali di bagian perut. "Perutnya digebukin pakai bambu berulang-ulang, harus rontgen," ujar teman Jofi tersebut. Sementara, untuk rontgen masih menunggu konfirmasi berlanjut dari pihak rumah sakit.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menghimpun data adanya penggunaan kekerasan oleh aparat. "Kami menemukan adanya pelanggaran hak anak, termasuk penggunaan kekerasan oleh aparat," ungkap Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini dalam keterangan resmi KPAI.
Terdapat tujuh anak yang diamankan di Polda Metro Jaya dan 78 anak di Polres Jakarta Barat. "Pengakuan 2 dari 7 anak-anak yang diamankan bahwa terjadi pemukulan oleh pihak kepolisian. KPAI juga mendapati anak-anak yang dirawat di rumah sakit setelah terlibat dalam aksi tersebut." kata Diyah. Sementara, undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2021 menyebutkan perlunya perlindungan khusus dalam situasi darurat, termasuk pencegahan, pemetaan kebutuhan, dan pemulihan.