Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus calon wakil presiden Mahfud MD mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Berdasarkan putusan MK, kata Mahfud, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diperbolehkan untuk mendaftar sebagai pasangan di Pilpres 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kan sudah diputus, ya sudah. Pak Prabowo dipersilakan untuk mendaftar,” kata Mahfud kepada awak media di Kawasan Blok M, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal tepat atau tidak tepat dalam proses dan mekanisme pengambilan keputusan, kata Mahfud, itu persoalan lain. Selain itu, kecurigaan terhadap hakim ada ikatan emosional dengan pihak tertentu dan dalam mekanisme ada permain di belakang meja itu diserahkan saja ke Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.
“Tapi putusannya itu sendiri final,” kata Mahfud. Mahkamah Konsitusi atau MK menolak uji materil syarat usia calon presiden maksimal 70 tahun. "Menyatakan permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman, dalam sidang putusan Mahkamah Konstitusi di Gambir, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2023.
Gugatan ini diajukan oleh tiga orang yaitu Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro. Mereka tergabung dalam Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM. Gugatan itu mengantongi nomor perkara 102/PUU-XXI/2023.
Para pemohon pada perkara itu mengajukan dua pokok permohonan. Pertama, memohon MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan".
Kedua, memohon Pasal 169 huruf d UU Pemilu mengatur norma tambahan menjadi, "tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM yang berat masa lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya".
Terkait batas usia maksimal capres-cawapres menjadi 70 tahun, MK berkesimpulan bahwa permohonan tersebut telah kehilangan objek, karena Pasal 169 huruf q UU Pemilu telah memiliki pemaknaan baru sebagaimana putusan MK terbaru pada tanggal 16 Oktober 2023.
Pokok permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah kehilangan objek," kata Anwar membacakan konklusi.
Sementara itu, terhadap permohonan penambahan norma baru pada Pasal 169 huruf d UU Pemilu, MK berpendapat bahwa permohonan pemohon dapat menimbulkan redundansi atau kelimpahan makna.
Redundansi tersebut, menurut MK, berdampak pada adanya pengulangan makna yang memiliki kecenderungan keragu-raguan dan justru dapat mempersempit cakupan norma dasar yang secara natural terdapat dalam Pasal 169 huruf d UU Pemilu dimaksud.
MK pun menegaskan bahwa pasal tersebut sesungguhnya telah mencakup makna sangat luas, yaitu semua jenis tindak pidana berat, termasuk tindak pidana yang dimaksud oleh para pemohon sebagaimana petitum permohonannya.
Oleh sebab itu, MK menyatakan pokok permohonan para pemohon terkait Pasal 169 huruf d UU Pemilu tidak beralasan menurut hukum.
"Pokok permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Anwar.
Pilihan Editor: Projo Dukung Prabowo pada Pilpres 2024