Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Alfan Baharudin mengungkap praktik dana komando yang bersumber dari pemenang lelang proyek pengadaan di lembaga tersebut. Dana itu, menurut Alfan, digunakan untuk kebutuhan operasional hingga makan siang pegawai Basarnas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dana komando itu sudah ada sebelumnya atau bagaimana?" tanya hakim anggota Alfis Setyawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah ada, Yang Mulia," jawab Alfan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 20 Januari 2025.
"Berarti itu bukan kebijakan bapak sebagai Kepala Basarnas?" tanya hakim.
"Siap," jawab Alfan.
"Tapi melanjutkan dari Kepala Basarnas sebelumnya kan begitu?" tanya hakim.
"Siap Yang Mulia," jawab Alfan.
Alfan menjabat Kepala Basarnas pada 2012 hingga 2014. Dana komando itu, ujar Alfan, berasal dari penyedia yang memenangkan proyek pengadaan. Alfan mengatakan penentuan besaran setoran ditentukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Ia menyebut dana tersebut dibagi rata untuk seluruh pegawai, dari pejabat hingga petugas kebersihan.
"Artinya dibagi ke seluruh pegawai di Basarnas?" cecar hakim.
"Siap Pak," jawab Alfan.
"Sampai pimpinan?" tanya hakim
"Sampai ke OB kami Pak," jawab Alfan.
Menurut dia, dana itu juga dipakai untuk biaya pelatihan seperti pendidikan terjun payung dan menyelam. Alfan bersaksi bahwa dana komando itu juga digunakan untuk pendidikan Basarnas spesial.
"Termasuk untuk makan siang seluruh pegawai?" tanya hakim.
"Seluruh pegawai, Yang Mulia," jawab Alfan.
Kasus ini menyeret Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta ke meja hijau. Mereka didakwa merugikan keuangan negara Rp 20,4 miliar terkait pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle (RSV) pada 2014.
"Perbuatan ini memperkaya William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar dan Max Ruland Boseke sebesar Rp 2,5 miliar," ujar jaksa KPK Richard Marpaung dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 November 2024.
Jaksa menilai para terdakwa melanggar hukum dan melakukan tindakan yang memperkaya diri sendiri serta merugikan keuangan negara. Praktik dana komando yang diungkap Alfan menjadi sorotan sebagai bagian dari pola korupsi yang mengakar di Basarnas.