Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mayat Yang Merepotkan

Untuk menghilangkan jejak, seorang warga taiwan, wu shan kwang, 26th, membunuh korban yang mirip dirinya (ang siong hoang). polisi terjebak, korban diperabukan sebelum identitasnya jelas diketahui.(krim)

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESOSOK mayat tergeletak di jalan raya di Dukuh Widangan di dekat Tuban. Tampaknya ada luka di pelipis, ubun-ubun, dan di dada kiri. Dari saku ditemukan paspor Taiwan atas nama Wu Shan Kwang, 26 tahun, domisili Taipeh. Terselip juga fotokopi kartu tanda penduduk atas nama Aris Winaryo, beralamat di Jalan K.H. Mukmin 47, Sidoarjo. Kepolisian menghubungi Aris Winaryo, pengusaha kerupuk. Setelah meneliti paspor, Aris dengan cepat mengakui, korban itu adik iparnya. "Siapa lagi kalau bukan dia, paspor ini miliknya," kata Aris, seperti ditirukan polisi kemudian. Dengan alasan ngeri melihat korban, Aris minta polisi langsung memperabukannya. Polisi pun melaksanakan permintaan "keluarga" korban -- sambil berusaha melacak siapa pembunuh yang keji itu. Enam hari kemudian, 5 Mei, Aris Winaryo secara mengejutkan melapor: Wu Shan Kwang, adik iparnya itu, ternyata masih hidup dan tinggal di Surabaya. Polisi, yang tentu saja mencium sesuatu yang aneh, mengajak Aris menemui Shan Kwang. Pemuda jago kungfu itu yang ditemui di daerah Kalisari, langsung diusut. Aris, yang membantu polisi pun, ikut ditahan. Shan Kwang, yang berusaha mengelak, akhirnya mengaku bahwa ia terkait dengan jenazah yang ditemukan di dekat Tuban itu. Bahkan ia mengakui terus-terang, korban yang bernama An Sing Hoang itu dibunuh oleh Sarno, buruh pabrik kerupuk di pabrik kakak iparnya. Adalah dia sendiri yang memerintahkan pembunuhan itu. Adapun yang mendorongnya berbuat begitu, menurut polisi, dia mengaku ingin menghilangkan jejak. Ia, katanya, lari dari Taiwan untuk menghindari wajib militer. Ia memilih Indonesia, karena lahir dan sampai remaja di sini. Tentu saja ia masuk ke mari secara gelap. Entah bagaimana caranya, baru 3 bulan di sini, Shan Kwang ternyata berhasil mengantungi paspor Indonesia atas nama So Jemi yang belakangan diketahui paspor palsu. Sejak itulah ia mencari jalan agar diumumkan, "Warganegara Taiwan, Wu Shan Kwang, meninggal di Indonesia karena perampokan." Jika rencana itu berhasil, apalagi ada koran memuatnya, bukan saja dia bebas dari wajib militer, tetapi keluarganya di Taiwan juga dapat santunan asuransi, sebesar US$ 8.000. Karena itulah, korban yang dicari, orang yang mirip dirinya. An Sing Hoang, 26 tahun, temannya sejak di Sumbawa, diajak pergi dengan janji akan diajak ke Jakarta. Sing Hoang tidak curiga. Dengan mobil sewaan yang dikemudikannya, dan mampir menjemput Sarno di Sidoarjo, mereka meninggalkan Surabaya menjelang tengah malam. Sebelum memasuki Tuban, begitu pengakuannya kepada polisi lagi, kendaraan dihentikannya karena Sing Hoang mau kencing. Ketika itulah ia lantas membisiki Sarno: "Sekarang saja kau bunuh." Tapi Sarno menjawab lemah: "Aku tak tega, ia teman baikku." Dia terus mendesak: "Membunuh orang lain atau teman, sama saja membunuh." Akhirnya Sarno menurut. Dengan gesit ia turun, memukul pelipis, dan menusukkan pisau dapur ke dada Sing Hoang. Setelah beres, Shan Kwang memasukkan paspor Taiwan miliknya ke saku korban yang mengerang-erang. Sarno pun menerima bayaran Rp 100.000. Menurut polisi, usaha Shan Kwang ini baru berhasil, setelah ia melakukan untuk yang ketiga kalinya. Awal April lalu, dia mengaku, sudah menyerang seseorang yang mirip dirinya di kawasan Rungkut, Surabaya. Gagal, karena pemuda itu melawan dan lari. Selang beberapa hari, juga di kawasan yang sama, dia mencoba membunuh Choidir, buruh kakak iparnya. Waktu itu, ia bekerja sama dengan Wartono, 32 tahun, sopir pabrik kerupuk kakak iparnya juga. Rencananya berjalan mantap, tapi Wartono tak tega menabrak Choidir, teman sekerjanya. Shan Kwang marah dan pada usahanya yang ketiga ia memilih Sarno. Begitulah pengakuan Shan Kwang, seperti yang diceritakan Dansatserse Kodak X Ja-Tim Letkol Pol Soetardjo kepada TEMPO. Tetapi kepolisian masih menduga ada sesuatu yang disembunyikan. "Kami sudah menghubungi Interpol lewat Mabes Polri," kata Soetardjo, untuk mencari data Shan Kwang lebih jauh, terutama kegiatannya di luar negeri. Sebuah sumber menduga, tak mustahil dia terlibat jaringan narkotika internasional. Data sementara yang berhasil dikumpulkan, menyatakan dia-kelahiran Dompu, Sumbawa, 8 Februari 1957. Di tempat kelahirannya, 7 tahun yang lalu, dia pernah dituduh mencuri. Ia buron dan menghilang begitu saja. Tiba-tiba, kakak kandungnya, Tee Ing (yang dikawini Aris Winaryo), mendapat berita bahwa dia sudah jadi warga negara Taiwan dan tinggal di Taipeh. Secara mengejutkan, dia muncul lagi di Surabaya, Februari lalu. Dia mengaku sendiri, bahwa masuk secara gelap. Aris Winaryo dan istrinya menampung si anak yang lama menghilang itu, sampai dia begitu akrab dengan buruh-buruh pabrik kerupuk mereka. Adalah soal keterlibatan keluarga Aris dalam kasus Shan Kwang masih teka-teki. Aris begitu cepat minta agar mayat yang diakui sebagai adik iparnya itu segera diperabukan. Tetapi terang ia melaporkan bahwa adik iparnya masih hidup. Kini Aris sedang diperiksa. Sumber di kepolisian menyebutkan, terlibat atau tidak, alasan menahan Aris cukup kuat: "Menyuruh memperabukan jenazah yang diakui keluarganya, tanpa memeriksa sebelumnya." Tetapi kepolisian Jawa Timur, juga kena kecam keluarga An Sing Hoang yang kini di Sumbawa, karena begitu gegabah mengizinkan memperabukan jenazah sebelum mengetahui pasti identitas korban. Padahal, demikian keluarga Sing Hoang, apa sulitnya repot sedikit mengambil sidik jari korban untuk dicocokkan dengan paspor yang ditemukan ketika korban tergeletak. Kalau mau sedikit repot -- sekarang mungkin jadi tambah repot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus