DI depan majelis, saksi yang bisu dan tuli itu harus
mengungkapkan semua yang dilihat dan didengarnya. Hakim rupanya
tidak punya pilihan lain, karena si bisu-tuli ternyata seorang
saksi yang dianggap banyak tahu tentang pembunuhan yang sedang
ditangani Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tebingtinggi.
Tak heran bila yang terdengar dari Kede Sihotang, saksi itu,
hanya suara "auu . . . au . . . auuu" - sambil menggerakkan
tangan dan tubuhnya. Seorang penerjemah yang disumpah,
Laurensius Sihotang, paman saksi, memang berusaha menjelaskan
kepada hakim maksud semua gerakan tangan dan tubuh Sihotang.
Tapi penafsiran semacam itulah yang diprotes pembela perkara
pembunuhan itu, Hamdani Lubis dari LBH Pos Lubuk Pakam.
Pembela itu menganggap apa yang dikemukakan penerjemah tidak
lebih dari interpretasi si penerjemah sendiri. Apalagi
Laurensius adalah paman saksi sendiri. "Saya dapat kesan apa
yang diutarakan penerjemah sudah diatur lebih dulu," ujar
Hamdani. Sebab itu dalam persidangan Rabu pekan lalu, Hamdani
meminta majelis hakim yang diketuai Hakim Nainggolan, mengganti
penerjemah dengan seorang ahli dari sekolah luar biasa.
Hamdani mengaku terpaksa meminta penerjemah diganti karena
kesaksian si bisu dalam perkara pembunuhan E. Sibarani, 45
tahun, sangat menentukan untuk pcrsidangan itu. Korban yang
pegawai P & K dan majikan si bisu-tuli itu, ditemukan mati
akibat bacokan benda tajam dan kemudian ditanam di sebuah sumur
tua di belakang rumahnya sendiri di Desa Pon, Kecamatan Sungai
Rampah, Deli Serdang, 22 Agustus ialu. Dari pengusutan polisi
terutama kesaksian Kede Sihotang, 22 tahun, pembunuh Sibarani
diduga kuat adalah istri almarhum sendiri, Solide boru
Napitupulu.
Di persidangan, dengan bahasa isyarat Kede Sihotang menjelaskan
kejadian itu. Menurut penerjemah, sehari sebelum mayat Sibarani
ditemukan ia memergoki Solide subuh-subuh membawa parang. Tapi
ia segera dibentak Solide, "Ayo, pergi tidur," kata Laurensius
Sihotang menerjemahkan gerak-gerik Kede Sihotang. Paginya,
menurut Kede, ia disuruh mengepel rumah yang penuh darah.
Setelah itu Kede juga diperintahkan majikannya menimbun sumur
tua di belakan rumah yan dikatakan Solide berisi bangkai babi.
Kede mengaku melaksanakan perintah itu walau curiga yang dikubur
adalah tuan rumah sendiri, Sibarani.
Semua kecurigaan itu disampaikan Kede kepada anak korban,
Effendi Sibarani. Kebetulan Effendi juga tengah mencari ayahnya
yang tiba-tiba hilang di pagi itu. Setelah melapor ke polisi,
hari itu juga sumur tua itu dibongkar. Ternyata mayat Sibarani
ditemukan di tempat itu.
Di persidanan Solide membenarkan telah membunuh suaminya. "Kami
sudah lama cekcok dan tidak cocok lagi sebagai suami istri,"
kata Solide. Pada malam pembunuhan itu, menurut Solide ia
diserang suaminya dengan parang. Tapi ia berhasi mengelak dan
merebut parang itu. Kemudian terjadilah pembunuhan itu. "Saya
tidak ingat berapa bacokan yang saya hunjamkan kepadanya," ujar
Solide.
Semua cerita itu diragukan pembela Solide, Hamdani. "Tidak masuk
akal seorang wanita bisa membunuh dan membawa mayat suaminya
seorang diri," ujar Hamdani. Ia memperkirakan setidaknya ada
orang lain yang terlibat dalam pembunuhan itu karena menurut
Hamdani, tidak mungkin Solide memikul mayat korban seberat 80 kg
seorang diri. Dari saksi bisu itu, Hamdani mengharapkan semua
kejadian bisa terungkap. Kalau dihadapkan saksi ahli, kasus
pembunuhan ini bisa terungkap dengan jelas," ujar Hamdani.
Tapi protes pembela itu ternyata tidak dikabulkan majelis hakim.
"Hukum acara tidak menyebutkan penerjemah itu harus saksi ahli
seperti dari sekolah luar biasa," ujar Nainggolan. Hakim juga
tidak melihat pilihan lain buat penerJemah, karena paman
saksilah yang bisa mengartikan gerak-gerik Kede. Sebab itu
keterangan Kede dianggap pengadilan sah. "Keterangannya cocok
dengan saksi lain dan tidak perlu diraguka tambah Hakim
Anggota, Marimin Effendi.
Pasal 178 KUHAP memang memperh-nankan seorang saksi yang bisu
atau tuli memberikan kesaksian di persidangan. Untuk saksi
semacam itu undang-undang hanya mensyaratkan adanya penerjemah
yang pandai bergaul dengan saksi itu. "Sebaiknya memang tidak
ada hubungan famili, tapi kalau penerjemah itu sudah disumpah,
karangannya bisa dipegang," ujar Ketua Pengadilan Tinggi
Sumatera Utara Bismar Slrgar. Untuk saksi bisu atau tuli yang
bisa menulis, undang-undang memperkenankan tanya-jawab di
persidangan diberikan tertulis, asal kemudian dibacakan.
Ketentuan KUHAP itu diambil-alih dari hukum acara bikinan
Belanda, pasal 285 HIR. Namun bukan tidak pernah pula pengadilan
mendengarkan keterangan saksi bisu tanpa didampingi penerjemah.
Seoran saksi bisu bernama Rahmat pernah diajukan di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dalam perkara pencopetan. Rahmat yang
bertugas sebagai Banpol Proyek Senen, berhasil menangkap
pencopet ketika ribut dengan empat orang koroannya di Pasar
Inpres Proyek Senen. Di persidangan awal ebruari lalu, Rahmat
setelah disumpah, menceritakan kejadian itu dengan gerak dan
mimiknya. "(Orang ini komunikatif," ujar Hakim Ahmad S. Intan
yang memeriksa perkara itu.
Ahmad menerjemahkan sendiri kesaksian Rahmat dan kemudian
membacakannya kembali. "Di dalam hal ini tidak ada penafsiran,
sebab saya dan orang-orang yang hadir di sidang mengerti apa
yang dimaksudkan Rahmat," tambah Ahmad S. Intan lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini