Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sisa-Sisa Liem Hartono: Bebas

Bekas sekwilda DIY, Moelyono Moeliadi, yang dituduh terlibat manipulasi BPD Yogya, divonis bebas, padahal menurut terdakwa utama (Liem Hartono, alm), ia mendapat bagian 40% dari tiap kredit. (hk)

12 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIEM Hartono, pedagang yang memanipulasikan Rp 250 juta lebih dari Bank Pembangunan Daerah DI Yogyakarta, meninggal dunia tahun lalu dalam status terpidana 17 tahun penjara. Tapi seorang tokoh yang selama ini diduga melicinkan jalan untuk manipulasi itu, Sekwilda DIY, Moeljono Moeliadi, dibebaskan dari segala tuduhan oleh Majelis Hakim Pengadllan Negeri Yogyakarta Senin pekan lalu. "Demi keadilan berdasarkan, tanggung jawab terhadap bangsa dan negara maupun diri sendiri," ujar Sof Larosa ketua Majelis Hakim ketika menutup persidangan. Sof Larosa yang pernah memvonis bekas Kadolog Kal-Tim, Budiadji, agak terburu-buru mengetukkan palunya sehingga tidak melihat Jaksa Soehadi mengacungkan tangannya. "Selama jadi jaksa baru kali ini saya mendapat perlakuan begini," ujar Soehadi yang langsung menyatakan banding atas putusan itu. Sebelumnya Soehadi menuntut Moeljono dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara karena terbukti ikut melakukan korupsi dalam kasus manipulasi uang BPD itu. Dalam tuntutannya, 12 Februari lalu Soehadi yakin bekas Sekwilda DIY itu mempunyai andil besar dalam manipulasi itu. Almarhum Liem Hartono katanya, dalam pemeriksaan membenarkan, inisiatif pengeluaran uang atas nama kredit bagi pedagang itu dari BPD, datang dari Moeljono sendiri. Tahun 1973, kata Liem dalam peradilannya, Moeljono berhasrat ikut bekerja sama dalam bisnis yang dilakukan Liem, yaitu jual-beli tanah di Jakarta. "Soal modal saya akan mengatur melalui BPD kebetulan direkturnya kawan kita. Saya akan mengedrop uang Pemda sebesar Rp 300 juta," ujar Moeljono seperti dituturkan Liem. Untuk memperlancar pemberian kredit kepada Liem, setelah dirundingkan dengan Direktur BPD, Soerjono Tirtodiprojo, disepakati kredit akan diberikan kepada 15 orang nasabah "semu", di antaranya sopir BPD sendiri dan dua orang anak Soerjono. Untuk memperlancar pengisian kas BPD menurut saksi Tjitrokusumo, bekas kepala Direktorat Keuangan DIY, ia mendapat perintah langsung dari Moeljono Moeliadi untuk mengedrop uang Pemda ke BPD. Perintah itu pernah diberikan lisan dan juga pernah dengan nota. "Sayang sekali saya tidak bisa menunjukkan nota itu," ujar Tjitrokusumo di persidangan. Berkat hubungan baik dengan Sekwilda yang juga menjadi anggota komisaris BPD itu, Liem Hartono berhasil mengeruk uang negara sebanyak Rp 264 juta. Tapi uang itu, kata Liem, tidak dimakannya sendiri: 40% dari setiap kredit yang keluar disetorkannya kembali ke Moeljono di rumah Sekwilda itu atau di kantornya. Sisanya, baru dibagi dua antara Liem dengan Soerjono, direktur BPD. R. Soerjono membenarkan hal itu. Katanya, beberapa kali ia menemani Liem mengantarkan amplop ke rumah Moeljono. Bahkan setiap droping uang Pemda akan dilakukan, Moeljono tidak segan-segan memperingatkan Liem, "Awas, bagianku jangan lupa, kata Soerjono menirukan Moeljono dalam bahasa Jawa di persidangan. Selama rangkaian manipulasi itu, kata Liem, tidak kurang dari Rp 53 juta yang diserahkannya untuk Moeljono. Di antaranya pernah Liem menyerahkan bagian Moeljono dalam bentuk cek senilai Rp 300 ribu tertanggal 25 April 1974. Cek itu kemudian diuangkan oleh adik Moeljono yang juga karyawati BPD, dan kemudian dimasukkan ke rekening Moeljono di bank itu. Berdasarkan semua itu Jaksa Soehadi yakin, Moeljono terbukti korupsi. Tapi majelis hakim berpendapat lain. Kesaksian Liem dan Soerjono menurut Hakim Anggota Sudadi, terlalD berlebihan dan dibesar-besarkan. Hakim menilai semua kesaksian itu tidak bisa jadi pegangan. Liem dan Soerjono beberapa kali menemui Moeljono juga tidak bisa dianggap bukti keterlibatan bekas Sekwilda itu. "Kalau pencuri datang ke rumah orang, belum tentu orang yang didatangi juga pencuri," ujar Sudadi. Sebagai pejabat, Moeljono dianggap Sudadi biasa ditemui banyak orang. Penyerahan amplop-amplop untuk pejabat daerah itu kata Sudadi, hanya disaksikan Soerjono. "Sopir yang mengantarkan Soerjono pun tidak tahu, tambah Sudadi, lagi. Begitu juga cek yang diserahkan kepada Moeljono, menurut Sudadi, aneh. Sebab ketika itu, Moeljono belum mempunyai rekening bank. Walaupun kemudian cek itu dimasukkan ke rekening Moeljono yang dibuat kemudiarb hakim malah menilai semuanya itu jebalan saja untuk Moeljono. Apa pun alasan hakim, yang jelas keputusan itu tentu saja menggembirakan Moeljono. "Biar sekarang masyarakat menilai mana yang benar dan mana yang salah," ujar Moeljono, 60 tahun, setelah sidang. Ia segera mendapat ciuman bahagia dari istri dan 6 orang anaknya begitu dibebaskan pengadilan. "Karena kemurahan Tuhan-lah saya bisa bebas," ujar Moeljono yang pernah dijatuhi hukuman 1 tahun penjara oleh pengadilan yang sama karena dianggap memberikan sumpah palsu dalam perkara Liem Hartono. Tapi kegembiraannya yang lain tentulah karena dalam vonis juga hakim menyebutkan, deposito uang Moeljono di BBD dan BRI sebesar Rp 23,6 juta yang pernah diblokade boleh dicairkan pemiliknya. Ketua Majelis Hakim Sof Lalosa tidak berhasil ditemui karena sedang cuti. Tapi yang pasti dua hari setelah putusan itu, Sof Larosa menyerahkan jabatannya sebagai ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta kepada Ohim Padmadisastra. Entah ada hubungan dengan kasus Moeljono atau tidak, Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakara, RM Tenojo Djojodiningrat dalam sambutannya ketika serah terima itu mengatakan, "keputusan pengadilan yang tidak adil dan tidak bijaksana akan tampak aneh dan menimbulkan tanda tanya dalam masyarakat." Keputusan semacam itu, lanjut Tenojo, bisa menimbulkan keresahan masyarakat dan menurunkan citra dan wibawa pengadilan. Sof Larosa dipindahkan menjadi hakim tinggi di Semarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus