Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mencari Rahasia Empat Pintu

Dengan Rp 2,5 juta, Gunawan Santosa lolos dari penjara. Kepala penjara dicopot. Baru satu sipir jadi tersangka.

15 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BIASANYA Wahyudin meng-awasi narapidana di penjara narkotika Cipinang, Jakarta Timur. Kini pria 32 tahun itu merasakan sendiri badan terkurung. Sejak Sabtu dua pekan lalu ia meringkuk di blok A, sel nomor 9, tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Wahyudin cuma pegawai negeri sipil golongan dua. Sudah lima tahun ia jadi sipir. Duda satu anak ini mendadak terkenal karena diduga berperan melolos-kan Gunawan Santosa, Jumat dua pekan lalu. ”Dia mengakuinya,” kata Mardjaman, Direktur Jenderal Pemasyarakat-an Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Gunawan, menurut vonis Pengadilan- Negeri Jakarta Utara, adalah otak di balik pembunuhan Boedyharto Angsono, bos PT Asaba—yang juga mertuanya-. Dengan melibatkan empat marinir, kor-ban dieksekusi di lapangan basket Gelanggang Olahraga Sasana Krida, Penjaringan, Jakarta Utara, 19 Juli 2003.

Pengadilan, pada 24 Juni 2004, mengganjar Gunawan hukuman mati. Semula dia dikirim ke penjara kelas 1 Cipinang. Sejak November 2005, dia dialihkan ke penjara narkoba Cipinang. Pemindahan ini mengacu pada ”reputasi” Gunawan meloloskan diri dari penjara.

Sebelumnya, dia sempat divonis dua tahun enam bulan penjara oleh Pengadil-an Negeri Jakarta Barat, pada 1999. Dalam kasus ini, ia dilaporkan mertua-nya menilap Rp 21 miliar uang PT Asaba, tempat dia ketika itu bekerja.

Tapi Gunawan mangkir dari hukuman kurungan. Polisi menangkapnya di Vila Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, pada 27 Juni 2002. Dia kabur lagi pada 15 Janu-ari 2003. Ketika menghirup udara bebas itulah dia mengatur pembunuhan Boedyharto.

Menurut seorang penghuni bui, selama dalam penjara narkotik itu Gunawan menjalin hubungan manis dengan sipir.- ”Dia gemar menghamburkan uang,” kata-nya. Konon, bukan cuma Wahyudin yang menikmati upeti Gunawan.

Namun, menurut penyidikan po-lisi, yang baru terbukti bersalah adalah Wahyudin, yang dikatakan sa-ngat akrab dengan- Gunawan. ”Mereka- ketemu tiap hari dan sering ngobrol,” kata Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana, juru bicara Polda Metro Jaya.

Tak sulit bagi Gunawan merayu Wahyudin, lulusan sekolah lanjutan tingkat atas itu. Dia berjanji- membantu ekonomi Wahyudin, yang bergaji Rp 1,1 juta per bulan. Gunawan mengiming-imingi Wahyudin sebuah warung Internet dan rumah biliar, plus modal Rp 100 juta.

Syaratnya, tentu saja: hendaklah Wahyudin membantu dia kabur dari penjara. Wahyudin tergoda. ”Dia dibekali uang untuk menggandakan kunci,” kata Komisaris Besar Tejo Subagyo, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Berbekal Rp 1 juta, Wahyudin mencari tukang kunci di dekat sebuah supermarket di Cipinang. Penggandaan kunci dilakukan pada 14 April. Menurut Mardjaman, Dirjen Pemasyarakatan, kunci penjara bermerek Fico itu sulit dipalsukan. ”Tapi, faktanya, cuma makan waktu setengah jam untuk memalsukannya,” kata seorang perwira polisi.

Jadilah tiga kunci palsu: satu untuk pintu sel isolasi nomor 10 tempat Guna-wan dikurung, dua lagi untuk pintu blok C. ”Tersangka diberi upah Rp 1,5 juta,” kata Tejo. Tiga pekan setelah pembuat-an kunci palsu itu, barulah muncul cerita Gunawan raib dari penjara.

Jika benar Wahyudin terlibat, perannya hanyalah ”membuka” dua pintu. Padahal, Gunawan melalui enam pintu-. Artinya, ada empat pintu lagi yang ”rahasia”-nya belum terungkap hingga akhir pekan lalu. Polisi juga belum tahu siapa yang menjemput Gunawan saat kabur.

Pada malam pelarian Gunawan, setidaknya ada sebelas sipir yang bertugas. Memang semua sedang diperiksa polisi, tapi simpul keterlibatan mereka belum ditemukan.

Bahwa Wahyudin tak sendiri dalam kasus ini juga tercium dari temuan pistol jenis Berreta yang diduga milik Gunawan, di plafon gereja penjara, Januari lalu. ”Pistol itu sudah kami kirim ke Mabes Polri untuk diselidiki,” kata Syahbudin, Kepala Sub-Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Lembaga Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dicurigai, pelarian Gunawan sudah direncanakan sejak pengi-riman pistol itu.

Dari kediaman Wahyudin di kompleks perumahan Departemen Kehakiman, Kelurahan Suka Asih, Tangerang, muncul keraguan akan keterlibatannya. Wahyudin masih menumpang di rumah orang tuanya.

Mohammad Yamin, ayah Wahyudin, tak percaya putra-nya terlibat. ”Anak saya hanya- korban orang-orang tertentu,” kata pria 58 tahun pensiunan sipir penjara pemuda Tangerang itu.

Wahyudin anak ketiga dari empat bersaudara. ”Dia anak yang baik, penurut, dan taat beribadah,” kata Yamin. Warsih, 53 tahun, ibu kandung Wahyudin, sependapat dengan suaminya. ”Sampai kapan pun saya tak percaya,” katanya seraya menyeka air mata.

Pada Rabu pekan lalu mereka mengutus Andi Agus, kakak Wahyudin, membesuk adiknya. ”Dia biasa-biasa saja,” kata Andi. Menurut Andi, Wahyudin selalu mengalihkan pembicaraan kalau ditanya kasus itu. ”Mending nggak usah ngomongin itu,” kata Andi menirukan adiknya.

Keluarga yang masih tinggal di rumah dinas ini tak habis pikir kenapa- Wahyudin bungkam. Padahal, polisi membidiknya dengan pasal 419 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penyuapan. Ancaman hukumannya lima tahun penjara.

Tentu Wahyudin juga terancam dipecat. ”Kalau sudah diancam minimal empat tahun, sudah pasti dipecat,” kata Syahbudin. ”Saya benar-benar merasa- dikhianati,” ia menambahkan. ”Itu sama saja dengan mengencingi baju dinasnya sendiri.”

Karena kasus Gunawan itu pula, Dedi Sutandi, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang, dan Wawan Suwandi, Kepala LP Narkoba, dicopot dari jabatannya, Kamis pekan lalu. Pengganti Dedi adalah Gunadi, yang sebelum-nya Kepala Divisi Lembaga Pemasyarakatan DKI Jakarta. Posisi Wawan digantikan Wibowo Joko Harjo, yang sebelumnya Kepala Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya.

Taufikurahman, Kepala Staf Kesatuan Pengamanan LP Narkotika Jakarta, ikut dicopot, digantikan Lilik Suyandi, yang sebelumnya staf di Rumah Tahanan Salemba. Tiga pejabat di penjara Ci-pinang ini sampai akhir pekan lalu tak jelas di mana ditempatkan.

Sudah 17 petugas LP Narkotika diperiksa Polda Metro Jaya. Belum muncul cerita baru. Keberadaan Gunawan pun masih gelap. Aparat Kepolisian Resor Sukabumi dan Kepolisian Sektor Cidahu, yang ikut membantu mencari Gunawan, sempat mendatangi perkampungan di kaki Gunung Salak, Sukabumi, Jawa Barat.

Gunawan pernah bersembunyi di situ ketika kabur dari penjara Kuningan, tepatnya di vilanya di Kampung Nangka Beurit, Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu. Vila itu terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut.

Lokasinya tersembunyi, dan hanya berjarak beberapa puluh meter dari vila milik artis Jenni Rachman. Namun me-reka tak menemukan yang dicari. ”Dia nggak pernah saya lihat ke sini,” kata Rodin, penjaga lahan 15 hektare itu.

Tahun lalu vila ini dirusak warga hingga berantakan. Yang berdiri tegak hanya beberapa patung menyerupai sphinx Mesir.

Nurlis E. Meuko, Poernomo G. Ridho, Muchamad Nafi, Tito Sianipar, Joniansyah (Tangerang), dan Deden Abdul Aziz (Sukabumi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus