Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Irjen Pol Suharyono, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat menjadi sorotan usai tak terima instansi kepolisian diduga sebagai penyebab kematian Afif Maulana karena penganiayaan yang terjadi pada 9 Juni 2024 lalu. Suharyono menyebut sejumlah pihak telah melakukan trial by the press yang disinyalir bisa mencoreng nama baik instansi kepolisian karena mengklaim masih belum ada bukti valid. Ia juga tengah mencari orang yang memviralkan kasus meninggalnya Afif di media sosial karena framing yang mengarah pada pihaknya.
Apa itu Trial by The Press?
Dilansir dari Rio Law Jurnal berjudul Trial by the Press Terhadap Proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Asas Praduga Tidak Bersalah karya Sari N, istilah tersebut merujuk pada tindakan peradilan sepihak yang dilakukan oleh suatu pihak secara masif guna menggiring opini publik untuk menghakimi tersangka maupun terdakwa yang dianggap bersalah, sedangkan proses hukum masih berjalan.
Suharyono khawatir, derasnya informasi yang mempengaruhi opini publik tersebut bisa berdampak buruk pada kepolisian. Bahkan nama satuan bhayangkara berpotensi tercemar karena konten yang dia anggap menuding kepolisian.
Salah satu sosok yang pernah terkena trial by the press adalah Bharada E dalam kasus penembakan Brigadir Yosua. Bhadarada E telanjur disalahkan publik setelah ramai informasi di media soaial. meskipun pada akhirnya terbukti bahwa ia melakukan perintah atasan.
Dikutip dari Jurnal Litigasi berjudul Pengaruh Trial by The Press Terhadap Penegakan Hukum Pidana di Indonesia karya Pardede dan Nelson, trial by the press telah tercantum dalam Pasal 281 KUHP baru yang menyatakan pelaku penyebar trial by the press akan mendapat ancaman pidana paling lama 2 tahun atau didenda sebesar Rp 500 ribu.
Pers akan terhindar dari trial by the press ketika pers menyampaikan kesimpulan sebagai suatu fakta yang sesuai logika umum. Logika umum di sini mengarah pada suatu logika yang telah disepakati bersama, misalnya titel nabi palsu yang pernah dilakukan oleh masyatakat Indonesia disepakati bahwa itu melanggar aturan agama serta dianggap penistaan suatu agama.
Di sisi lain, untuk menguak misteri kematian Afif dan menjawab rasa penasaran publik, banyak pihak berupaya mengungkap fakta-fakta yang ada. Kalangan pers misalnya memberitakan kematian Afif berdsarkan fakta yang ditemukan. Hal itu merupakan tugas pers sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
Dalam undang-undang itu tertera, pers bertugas mengumpulkan informasi yang akurat, objektif dan berimbang dari berbagai sumber. Asas berimbang atau cover both side ini menjadi salah satu aspek penting yang wajib dilakukan.
Dalam menjalankan tugasnya, pers harus independen, atau bebas dari campur tangan pihak manapun, termasuk pemerintah, pengusaha dan kelompok lainnya. Hal itu untuk menunaikan kewajiban memberikan hak masyarakat untuk mendapat informasi yang akurat dan objektif.
Sebelumnya diberitakan, LBH Padang telah konsultasi ke Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat mereka dituduh dengan sebutan trial by the press atau peradilan sepihak oleh media massa. Mereka ingin melindungi klien dari berbagai tudingan.
LBH Padang menyebarkan bukti-bukti penyiksaan itu di media sosial mereka supaya publik mengetahui fakta sebenarnya. "Kami harus melindungi klien dari dugaan kriminalisasi, intimidasi, yang dilancarkan Kapolda Sumbar. Saya ingin publik tahu kasus ini, tidak ada yang ditutup-tutupi," kata Indira Suryani, kuasa hukum Afif Maulana.
Di sisi lain, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspiparini, mengatakan lembaganya menerima aduan kasus kematian tidak wajar Afif Maulana alias AM, 13 tahun, anak yang diduga dianianya oknum polisi di Kota Padang, Sumatera Barat. Selain Afif ada 11 anak lain yang turut mengalami penganiayaan.
"KPAI telah menerima pengaduan kasus tersebut pada 24 Juni 2024 dari LBH Padang dan telah melakukan rangkaian upaya pengumpulan informasi," kata Diyah melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 4 Juli 2024.
Diyah menyebut kepolisian mengklaim meninggalnya Afif masih dianggap belum cukup bukti. Namun, dari pemberitaan dan laporan LBH Padang terdapat foto yang menunjukkan bukti luka-luka pada tubuh Afif dan 11 anak lain yang menjadi korban penganiayaan.
MELINDA KUSUMA NINGRUM | ANDIKA DWI | DESTY LUTHFIANI
Pilihan Editor: Polda Sumbar Klaim Tak Pernah Ancam Keluarga Afif Maulana dan LBH Padang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini