Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA - Helena Lim adalah salah satu tersangka dalam kasus pencucian uang korupsi timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. Atas perbuatannya, mantan selebgram itu mendapat tuntutan delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena Lim dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan," ujar jaksa dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kamis, 5 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain pidana pokok, jaksa menuntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Jaksa meminta majelis hakim mewajibkan Helena melunasi uang tersebut maksimal satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak, jaksa akan menyita dan melelang harta bendanya. Apabila harta tersebut tidak mencukupi, Helena akan dikenai pidana tambahan empat tahun penjara.
Jaksa juga menilai Helena ikut menikmati uang hasil korupsi timah dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Adapun sidang putusan kasus ini akan berlangsung pada Senin, 30 Desember 2024.
Lantas, siapa sebenarnya sosok Helena Lim tersebut? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Mengenal Sosok Helena Lim
Helena Lim lahir pada 19 November 1976 dan diketahui berasal dari keluarga sederhana. Kehidupannya dijalani dengan bekerja sebagai pegawai bank dan pernah meniti karier dari sekretaris hingga menjadi bagian dari tim pemasaran.
Dalam perjalanannya, Helena berhasil membangun kekayaannya melalui kerja keras. Dengan kekayaan tersebut, ibu dari empat anak ini berhasil membangun sebuah rumah mewah di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).
Namanya mencuat ke publik sebagai Selebriti Instagram atau Selebgram. Singel parent sejak 2005 ini membranding diri sebagai sosialita yang gemar pamer kemewahan. Dia pun dikenal sebagai sosok kaya raya atau crazy rich dari bilangan PIK.
Helena juga diketahui memiliki koneksi dengan sederet artis papan atas Tanah Air. Di antaranya adalah Boy William, Ashanty Hermansyah, Ussy Sulistiawaty, Aurel Hermansyah, dan lain sebagainya.
Selain itu, Helena juga merupakan pencinta barang-barang seni dan memiliki berbagai koleksi tas branded serta mobil mewah. Dalam unggahan video pada kanal YouTubenya, ia pernah memperlihatkan mengoleksi mobil mewah McLaren dan tergabung dalam klub McLaren Club Indonesia.
Helena diketahui memiliki banyak sumber pemasukan, termasuk dari hobinya sebagai penyanyi. Wanita usia 47 tahun ini juga aktif dalam bisnis transaksi jual beli dolar dan properti. Meski beberapa kali tersandung kontroversi, sebagai seorang broker, Crazy Rich PIK ini memiliki reputasi di kalangan bisnis.
Helena merupakan manajer PT QSE. Ini adalah perusahaan yang bergerak pada bidang penukaran mata uang yang terletak di daerah Penjaringan, Jakarta Utara. Perusahaan itu berdiri dengan nomor registrasi 76/52048 yang diterbitkan pada 2012 lalu.
Helena Lim dalam Kasus Korupsi Timah
Terkait kasus korupsi izin tambang timah, sebelumnya Kejaksaan Agung telah menggeledah rumah Helena dan menyita sejumlah kekayaannya. Di antaranya berupa uang tunai sebesar Rp 10 miliar dan 2 juta Dolar Singapura atau sekitar Rp 23,4 miliar. Penyitaan ini dilakukan di kediaman Helena, antara 6-8 Maret 2024.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menyebut Helena Lim diduga kuat membantu mengelola hasil dari tindak pidana korupsi dengan menyediakan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter. Dia pun ditetapkan sebagai tersangka pada 26 Maret 2024.
Setelah masuk pengadilan, jaksa penuntut umum mendakwa Helena Lim membantu terdakwa lainnya, Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin untuk menampung uang hasil korupsi timah sebesar 30 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 420 miliar. Helena disebut ikut menyamarkan uang hasil korupsi itu dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau dana tanggung jawab sosial perusahaan.
Intan Setiawanty, Hendrik Khoirul Muhid, Melynda Dwi Puspita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Helena Lim Bacakan Pleidoi: Berdagang Valas, Berujung Nahas