Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BRAM H.D. Manoppo, salah satu tersangka kasus korupsi pembelian helikopter milik Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, yakin bahwa KPK salah menerapkan hukum terhadap dirinya. Karena itu, Direktur Utama PT Putra Pobiagan ini mengajukan judicial review (hak uji materi) UU 30/2002 kepada Mahkamah Konstitusi. Menurut Manoppo, UU KPK yang disahkan pada 27 Desember 2002 tak bisa diberlakukan terhadap dirinya.
Kamis pekan lalu, Mahkamah Konstitusi menghadirkan dua saksi ahli hukum pidana, Indrianto Seno Adji dan Andi Hamzah, untuk kasus ini. Menurut Indrianto, UU Nomor 30/2002 tidak bersifat retroaktif atau berlaku surut. Jika demikian halnya, berarti komisi ini hanya bisa menangani kasus korupsi yang terjadi setelah UU itu disahkan. "Sebelum terbentuk, kasus itu kewenangan polisi atau kejaksaan," kata Indrianto. Andi Hamzah menyatakan hal serupa. Menurut dia, untuk kasus-kasus sebelum ada KPK, seharusnya kejaksaan dan polisi yang memproses.
Suara ahli lain memang belum didengar. Mahkamah sendiri baru berencana memanggil pemerintah, DPR, dan KPK, pekan ini. Tapi, Wakil Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW), Lucky Djani, tak sependapat dengan Indrianto. Menurut Lucky, sejak awal KPK dibentuk sebagai lembaga superbody untuk mengusut kasus-kasus korupsi, termasuk yang sudah terjadi di masa lalu. Itulah sebabnya komisi ini diberi wewenang sangat besar oleh UU. Lucky kemudian meminta Mahkamah Konstitusi berhati-hati memutuskan kasus ini. "Jika gugatan itu dikabulkan, bukan saja kasus Abdullah Puteh bisa gugur, tapi semua kasus korupsi besar lain sulit untuk dibuka kembali," katanya.
LRB, Purwanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo