PERKARA si 'Raja Kayu' Jos Soetomo selesai diusut. Kabarnya
cukup banyak bukti manipulasi pajak sang dermawan. Dan semua
sumbangan dan dana sosialnya ternyata tidak seberapa dibanding
kerugian negara. "Semua saya serahkan kepada Tuhan," cuma itu
ujar Jos Soetomo.
NASIB si raja kayu H.M. Jos Soetomo sudah bisa dipastikan. Tim
Khusus yang dibentuk Kejaksaan Agung, yang mengusut pajak dan
bea masuk di perusahaan-perusahaan Jos, telah menyelesaikan
tugasnya menjelang Lebaran lalu. Kini berkas perkara itu sudah
digenggam Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Himawan, untuk
diteruskan ke pengadilan. "Dari pemeriksaan, menurut catatan
kami kasus itu cukup kuat untuk diadili," ujar salah seorang
pemeriksa.
Pemeriksa itu menemukan bukti-bukti ada manipulasi pajak dan bea
masuk peralatan dan kendaraan pada 6 perusahaan Jos yang
tergabung dalam PT Sumber Mas Group, pengelola jutaan hektar
hutan, industri kayu lapis dan penggergajian kayu di Kalimantan
Timur dan Jawa Timur. "Hampir semua kewajiban pajak
perusahaan-perusahaan itu dilalaikan," kata sumber TEMPO yang
lain. Dugaan sementara kejaksaan, jumlah manipulasi berupa
pembayaran iuran hasil hutan, iuran pengusahaan hutan, bea masuk
kendaraan dan peralatan untuk perusahaan kayu itu, dan juga
pesawat terbang serta kapal ponton, meliputi Rp 6 milyar.
Kasus Jos Soetomo yang diungkapkan Jaksa Agung Ismail Saleh,
bulan puasa lalu, menggemparkan juga. Sebab si raja kayu itu
dikenal sebagai dermawan besar. Ratusan juta rupiah
dikeluarkannya setiap bulan untuk membangun dan menyumbang
berbagai tempat ibadat di Kalimantan Timur. "Hampir semua tempat
ibadat di daerah ini kebagian jatah -- dan kelas ratusan ribu
sampai jutaan," ujar seorang kenalan dekat Jos Soetomo.
Salah satunya Masjid Baitul Rahim di Sungaipinang yang berharga
lebih dari Rp 100 juta dan merupakan satu di antara 26 masjid
lainnya. Jos juga mengaku mendirikan sebuah sekolah, lengkap
dengan perpustakaannya, dengan biaya Rp 2,5 milyar. "Tiga puluh
persen dari penghasilan saya untuk dana sosial. Saya pikir tidak
rugi beramal seperti itu," kata Jos, 38 tahun, suatu ketika
kepada TEMPO.
Cerita Jos itu, menurut seorang ulama, bukan cerita bohong.
Kedermawaannya mengherankan banyak orang. Jos, bapak dari 8 anak
itu, dilahirkan dengan nama Kang King Tek di Desa Senyiur,
Samarinda, pada 1980 memberangkatkan 80 orang ke Mekah.
Sekelompok alim ulama daerah itu pernah juga diberinya hadiah
bertamasya ke . . . Hong Kong. Dan yang sempat menjadi berita
besar adalah hadiahnya sebuah pesawat terbang, Cessna, untuk
dakwah Islam di Kalimantan yang diresmikan pemakaiannya oleh
Menteri Agama (waktu itu) Alamsyah, dua tahun lalu.
"Kedermawanan pengusaha seperti Tomo patut dicontoh," ujar
Alamsyah sembari meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit
Islam Al Ittihad di Gunung Kelua Samarinda (1981). Rumah Sakit
hadiah Jos itu rencananya dibangun dengan biaya Rp 3 milyar.
Selain dermawan, Jos Soetomo yang mengaku pernah jadi kuli itu,
juga dikenal kaya raya. Di Kalimantan Timur tidak kurang 5 buah
rumah mewah dimilikinya. Berikut sebuah istana di atas puncak
bukit di Loa Janan. Kendaraannya terdiri dari beberapa mobil
Mercy, dua buah pesawat pribadi jenis Cessna, dan kapal motor
seharga Rp 600 juta.
Milyuner yang memulai karier dari bawah itu juga dikenal sangat
dekat dengan pejabat. Gubernur Ery Supardjan, yang diganti 20
Juni lalu, disebut-sebut sangat dekat dengannya. Sebab itu pula,
menurut sumber di kejaksaan, ia dibiarkan menunggak
kewajiban-kewajibannya kepada pemerintah daerah. "Tapi waktu ia
minta menghadap gubernur baru, ia ditolak," kata sumber TEMPO di
Samarinda. Gubernur Soewandi baru mau menerimanya kalau ia
mencicil utangnya. Upaya Jos mencicil utangnya sebesar Rp 100
juta setelah diusut kejaksaan malah dianggap Soewandi sebagai
kurangnya "itikad baik" pengusaha itu (TEMPO 9 Juli).
Di bidang organisasi, Jos juga cukup menonjol. Ia penasihat
AMPI, Bakom PKB dan aktif di Golkar. Pada Pemilihan Umum 1982 ia
merupakan calon tetap nomor 4 dari Golkar untuk kursi DPRD. Tapi
sumber lain menyebutkan, selain donatur Golkar, ia juga
penyumbang kontestan lain. "Sebab itu itikad baiknya diragukan
pemerintah," tambah sumber tadi. Dan di TPS-TPS di pabriknya,
ternyata, Golkar dikalahkan kontestan lainnya.
Semua kehebatan Jos, seperti membangun masjid, menurut seorang
jaksa, hanya untuk mengelabui masyarakat. "Uang negara yang
dicuri 10, yang disumbangkan hanya 1," bak kata pejabat
kejaksaan itu. Berdasarkan pengusutan, tambah jaksa itu,
beberapa proyek yang dikabarkan dari Jos Soetomo ternyata tidak
benar. Bahkan, rumah sakit yang batu pertamanya diletakkan
Alamsyah, sampai sekarang baru tingkat pematangan tanah. "Tidak
ada kabar kelanjutan pembangunannya lagi," ujar seorang buruh di
sana. Konon pesawat Cessna yang disumbangkan Jos Soetomo untuk
dakwah pun kabarnya sekarang nongkrong di Jakarta.
Tuduhan pejabat kejaksaan itu tidak berlebihan. Seorang pembaca
TEMPO, Ruslan Effendi, yang mengaku bekas karyawan PT Kayan
River Timber Products, telah membeberkan terjadinya manipulasi
di perusahaan itu tahun lalu. Menurut Ruslan, yang juga mengaku
mengirimka data ke instansi berwenang, semua pajak impor
perusahaan itu sejak 1972 tidak dilunasi bea masuknya oleh Jos
Soetomo. Ruslan juga menyebutkan dua orang kepercayaan Jos, B.F.
Caburian dan Robert Wong, telah membakar semua dokumen-dokumen
impor yang belum dibayar bea masuknya. Karena banyaknya
kecurangan terhadap negara itu, kata Ruslan, ia memohon berhenti
dari perusahaannya (TEMPO, Kontak Pembaca, 28 Agustus 1982).
Jos Soetomo, yang masih bebas menjalankan usahanya dan hanya
mendapat larangan bepergian ke luar negeri, tak berkomentar.
"Lagi kena musibah. Kalau dulu menikmati manisnya, sekarang
terkena pahitnya," kata Jos Soetomo kepada TEMPO minggu lalu.
"Tapi, moga-moga ini juga tidak terlalu pahit," tambahnya.
Ia membenarkan punya tunggakan utang sebanyak Rp 3 milyar lebih
dari pajak perusahaannya PT Kayan River Timber. Perusahaan PMA
itu, katanya, dulu patungan lembaga veteran dengan Filipina.
Ketika perusahaan yang mempunyai konsesi hutan seluas 1,2 juta
hektar itu bangkrut, 1978, Jos Soetomo mengambil alih. Semula,
perusahaan itu mendapat fasilitas keringanan berbagai pajak,
tapi sejak 1982 semua fasilitas itu dicabut dan ketentuan itu
berlaku surut sampai 1980. "Sebab itu ada tunggakan sebanyak itu
dan itu pun," katanya, "telah dicicil Rp 300 juta".
"Kita lihat sajalah, nanti masyarakat yang akan menilai," kata
Jos Soetomo yang mengaku memberikan semua bahan tentang pajak
itu kepada kejaksaan. Namun ia berang kalau dianggap
berpura-pura beragama Islam dan memberikan derma untuk
masjid-masjid. "Iman itu hanya Tuhan yang tahu dan tidak bisa
dipermainkan," katanya kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini